Benar haji adalah panggilan Allah. Tetapi, ikhtiar maksimal
seseorang semoga memudahkan keridhaan yang berujung undangan ke Tanah Suci.
Seorang teman yang bekerja di research and developmentsatu
media mengadakan riset sederhana dengan kelompok haji yang ditemuinya untuk
mengetahui latar belakang pekerjaan jamaah.
Hasilnya cukup mengejutkan. Tujuh puluh persen yang mampu
pergi haji adalah pedagang atau pengusaha dan bukan pegawai.
Hanya sekitar 30 persen jamaah merupakan pejabat tinggi di
perusahaan atau instansi dengan pendidikan S2 dan S3 atau pendeknya kelompok
masyarakat yang mempunyai posisi strategis dan berpendidikan tinggi. Sementara,
70 persen sisanya adalah petani, pemilik ke bun, pedagang, atau pengusaha kecil
menengah yang tidak memiliki pendidikan tinggi, yang mungkin jika mela- mar
kerja di tempat golongan yang masuk 30 pesen di atas, hanya akan mendapatkan
posisi rendah.
Jika demikian, bagaimana mereka yang relatif kurang
pendidikan dan intelektual secara akademis lebih berdaya secara ekonomi di
bandingkan masyarakat yang berada di kelompok 30 persen di atas? Pertama, sejak
lama Rasulullah SAW telah berpesan melalui berbagai hadis kepada kaum Muslimin
untuk menjadi pedagang atau pengusaha jika ingin sejahtera. "Sembilan dari
sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan (usaha)." "Sebaik-baik
pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual- beli
yang mabrur."
Kedua, sebagian besar masyarakat di perkampungan belum
tercemari sistem finansial modern, yang walaupun menggunakan istilah modern,
jauh lebih merugikan dari sistem konvensional. Mereka terbiasa menabung dengan
emas, sementara masyarakat perkotaan (baca: pendidikan tinggi) banyak yang
merasa menabung di bank, deposito, dan lain-lain, jauh lebih menguntungkan dari
emas walaupun kenyataannya tidak.
Saya teringat cerita Endy J Kurniawan, penulis buku Think
Dinar, sarjana ekonomi yang merasa malu sebab ilmu yang dipelajarinya kalah
dibanding teori sederhana Rasulullah yang dikembangkan Umar bin Khattab, yaitu
kon sep "Dinar Emas"--mata uang berbasis emas yang satu dinarnya
setara 4,25 gr emas (jangan tersaru dengan mata uang dinar saat ini). Satu dinar pada masa Rasulullah cukup untuk
membeli seekor kambing dan setelah lewat 1.400 tahun masih punya daya beli yang
sama.
Emas adalah alat bayar bebas inflasi sepanjang zaman.
Sesuatu yang tidak masuk akal dalam teori ekonomi yang pernah dipelajari Endy,
tapi terbukti kekuatannya.
Sejak itu, setiap bertemu dengan eksekutif dan profesional
muda, ia aktif berbicara tentang dinar. Banyak dari mereka yang takjub dan
memutuskan mengalihkan deposito dan lain- lain ke emas. Hal yang menarik ketika
ia bertemu kalangan mapan di pelosok desa. Mereka tertawa kecil sambil
mengatakan bahwa hal itu sudah sejak lama mereka lakukan, memulai dari satu,
bahkan setengah gram emas.
Karena awam teori ekonomi, masyarakat perdesaan yang
menabung dengan emas tidak terkena inflasi, bahkan makin sejahtera. Dengan
menabung dalam dinar emas, biaya haji justru semakin `turun'. Jika dulu
seseorang harus memiliki 30 keping dinar untuk pergi haji, kini 18 keping dinar
sudah cukup membayar biaya ke Tanah Suci.
Perbedaan ketiga terletak pada gaya hidup. Cara menghasilkan
uang para pegawai dan pengusaha yang tidak sama membuat gaya hidup mere ka ikut
berbeda. Ketika pengusaha dan pedagang dilatih bertahan dan berjuang serta
bertanggung jawab terhadap nasib usahanya sendiri, kebanyakan pegawai tidak
peduli perusahaan untung ataupun rugi. Sebab, pendapatan bulanan mereka sama
saja. Karena merasa hidup stabil, mental pegawai dalam mem persiapkan diri
untuk berjuang atau meningkatkan kekuatan mereka lebih kecil.
Beberapa profesi, sekalipun memiliki penghasilan besar,
menuntut gaya hidup yang mahal. Tidak jarang para eksekutif harus nongkrongdi
kafe bukan sekadar gengsi, melainkan demi bertemu klien. Hasilnya, gaji yang
diperoleh terkuras gaya hidup karena tuntutan profesi ini.
Haji adalah ibadah paling mahal bagi umat Islam. Karena itu,
kewajibannya hanya "jika mampu". Di sini ada pembelajaran berharga
bagi umat, yakni motivasi untuk menyempurnakan seluruh rukun Islam dengan
menguatkan kemampuan finansial. Dan, Rasulullah telah berabad lalu menyampaikan
bahwa menjadi pengusaha adalah jalan keluar. Berpikir dinar dan emas menjadi
cara menabung dan investasi.
Mereka yang saat ini masih menjadi pegawai harus mulai
berpikir untuk membuka usaha tertentu, mengurangi gaya hidup konsumtif, dan
mengganti orientasi menabung dengan dinar dan emas sebagai ikhtiar memperpendek
jarak ke Tanah Suci. Selain itu, untuk mempersiapkan masa depan lebih sejahtera
bagi keluarga dan cita-cita lebih berdaya bagi sesama.
Asma Nadia
0 komentar:
Posting Komentar