Ada apa dengan bulan Ramadhan? Seorang
pelajar berjuang untuk jujur selama ujian sekolah, dengan alasan merasa kurang
enak jika mencontek di bulan Ramadhan. Seorang ibu mengingatkan dirinya, juga
ibu-ibu di lingkungannya yang sedang bergosip, untuk tidak 'ngomongin' orang
karena mereka sedang puasa. Beberapa pemuda bertekad untuk khatam Quran pada
Ramadhan ini. Begitu banyak
kebaikan diagendakan, begitu banyak ikhtiar kita untuk mengurangi dan menjauh
dari keburukan, selama Ramadhan.
Siapa pun, tak ada yang ingin puasanya masuk dalam kategori sia-sia
sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Betapa banyak orang yang berpuasa,
namun dia tidak mendapatkan dari puasanya melainkan hanya rasa lapar dan
dahaga.'' Pemahaman bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus,
melainkan juga hawa nafsu telah dipahami oleh banyak kaum Muslimin. Hal-hal di
atas sedikit banyak menyatakan itu.
Ramadhan adalah bulan pembuktian. Pembuktian bahwa setiap pribadi
Muslim sebenarnya memiliki kemampuan jauh lebih besar dari perkiraannya, selama
ada kemauan. Teman-teman yang
tak pernah bisa melepaskan batang rokok dari jarinya, ternyata sanggup tidak
merokok selama belasan jam ketika berpuasa. Deret alasan yang pernah
dikemukakan bahwa mereka tidak bisa berhenti merokok, mulut terasa asam atau
tidak bisa berpikir tanpa rokok, hanya excuse atau alasan yang diada-adakan.
Hari-hari Ramadhan adalah saksi berhentinya para perokok kelas berat
dari aktivitas sia-sia tersebut. Tak hanya fenomena rokok. Para pekerja kantoran, wanita karier, dan
pejabat yang selama ini sangat sibuk ternyata bisa menyempatkan shalat tarawih
dan shalat fardhu lebih tepat waktu, tanpa terganggu ritme kerja di kantor. Tetapi, mengapa hanya pada Ramadhan?
Mengapa di luar itu begitu sulit shalat tanpa menunda?
Mengapa
kegigihan untuk menyempatkan shalat berjamaah, baik di masjid atau bersama
keluarga tidak muncul pada bulan-bulan lain? Ramadhan karim, entah bagaimana umat Islam tanpa
Ramadhan. Di bulan mulia ini, kaum Muslimin didorong kembali kepada fitrah. Betapa pun diri telah jauh terperosoknya
ke dalam aktivitas sia-sia bahkan berdosa selama setahun terakhir.
Patuh, tunduk
berpuasa, menjaga diri dari semua yang membatalkan, meski kecuali anak-anak,
tidak ada orang tua, guru, atau ustaz yang mengawal puasa kita. Tidak ada yang
berteriak-teriak agar ibadah sunah ditambah, agar giat ke masjid atau supaya
setiap Muslim memperbanyak infak dan sedekah. Sebagaimana tidak ada manusia
lain yang memaksa para perokok mematikan kepulan asap mereka sejak fajar sampai
bedug maghrib terdengar.
Berkah Ramadhan. Rasa malu dan sungkan dalam mengerjakan hal-hal yang
salah dan berdosa menyala lebih kuat, menghinggapi Muslim segala usia. Bagai dikomando nyaris semua membuang
sikap cuek juga ego terhadap keinginan pribadi, yang selama ini padahal
diperjuangkan dengan dalih 'hak asasi'. Bergeming meski jika itu memberi
mudharat bagi hamba Allah yang lain. Nyaris tak ada rasanya hamba keras kepala
yang memaksa bertahan dalam keburukan pada bulan ini.
Hampir seluruhnya bersikap patuh dan taat, dengan alasan murni mencari
ridha-Nya, sampai sekadar toleransi dengan lingkungan sekitar sebab ini
Ramadhan. Sederhananya, jika
direnungkan, seorang pelajar yang lebih memilih belajar sendiri dan malu
mencontek di bulan Ramadhan, sebenarnya mereka mampu melakukan hal itu pada
hari-hari di luar Ramadhan.
Seorang ibu yang
suka bergosip, memiliki kemampuan menahan lisan tidak hanya di bulan Ramadhan,
tetapi juga sepanjang bulan lainnya, jika saja ia benar-benar tidak menoleransi
kebiasaan buruk tersebut. Dan, mereka yang telah membuktikan bebas rokok selama
Ramadhan, sebenarnya memiliki kekuatan untuk benar-benar berpisah dari jeratan
asap tembakau yang mereka isap. No excuse! Jika saja kemauan berhenti merokok
ini terus dihidupkan seusai Ramadhan.
Termasuk para
"tukang tilep" dari berbagai lapisan atau koruptor yang selama puasa
sempat terselip enggan untuk mengambil yang bukan menjadi haknya--alih-alih
panik mengejar setoran karena sebentar lagi Lebaran--mudah-mudahan bisa
meneruskan kebiasaan baik ini pada hari-hari setelah Ramadhan. Alangkah indah
dan membahagiakan jika pembuktian diri tak berhenti setelah Ramadhan. Jika
deret kebaikan yang telah dihidupkan, benar-benar menjadi milik diri. Jika
ragam kesalahan dan dosa selamanya menjauh dan tak pernah dilakukan lagi. Jika
setiap Muslim bisa bertahan menjadi pemenang meski Ramadhan telah lama
menghilang.
Asma Nadia
0 komentar:
Posting Komentar