Pengagungan terhadap bunda Maria dalam tradisi Kristen
melampaui kekaguman kelompok agama-agama Abrahamik lainnya, seperti Yahudi dan
Islam.
Dalam literatur Kristiani, kesucian dan keperawanan Maria
(Maryam) sangat ditekankan. Ini dapat dipahami karena dalam anggapan mereka,
yakin betul kalau Yesus Kristus adalah anak Bapak (Tuhan).
Kalau dikesankan bunda Maria punya suami atau pernah
bersentuhan dengan laki-laki lain, bisa menggugurkan atau paling tidak
melemahkan kredibilitas Yesus Kristus.
Ini mengingatkan kita ketika pada abad permulaan Islam
sangat di tekankan keummian atau kebutahurufan Nabi Muhammad SAW.
Karena begitu ketahuan Muhammad bisa membaca dan bisa
menulis, akan mengurangi kredibilitasnya sebagai Nabi dan kewahyuan Alquran.
Sebagai dampaknya, bisa dijadikan pembenaran anggapan orang-orang kafir ketika
itu bahwa Alquran itu buatan Muhammad SAW.
Maria harus dipertahankan kesucian dan keperawanannya untuk
mempertahankan ketuhanan Yesus Kristus. Serupa, kebutahurufan Nabi Muhammad
harus dipertahankan untuk mempertahankan Alquran sebagai wahyu.
Belakangan, asumsi seperti ini mulai ditinggalkan. Tidak
perlu mempertahankan kesucian Maria dari laki-laki lain demi mempertahankan
ketuhanan Yesus Kristus.
Hal yang sama juga terjadi dalam Islam, tidak perlu
mempertahankan kebuta hurufan Nabi Muhammad tanpa menganggapnya buta huruf.
Pendekatan hermeneutika bisa digunakan untuk meng-clear-kan persoalan ini.
Pengagungan terhadap bunda Maria dalam tradisi Kristen
melampaui kekaguman kelompok agama-agama Abrahamik lainnya, seperti Yahudi dan
Islam. Bagir mengutip beberapa sumber yang digambarkan Maria sebagai Mahkota
Kearifan (the Throne of Wisdom) atau Sedes Sapientiae yang sunyi dari
keserupaan dari makhluk mana pun.
0 komentar:
Posting Komentar