BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara Irak adalah Negara
yang berbentuk Republik yang merdeka pada tahun 1958. Pada tahun 1950 negara
ini berpenduduk 5.100.000 orang, 93 % penduduknya beragama Islam (4.730.000
orang) dengan rincian kaum sunni 36 % (1.850.000 orang) dan kaum syi’iy 57 % (2.880.000 orang). Luas Negara Irak
304.000 km dengan ibukotanya Baghdad dan kota-kota termasyhur antara lain
Basra, Karbela, dan Mosul. Adapun penghasilan utama di Irak adalah padi-padian,
kurma, kapas, kulit, permadani, dan minyak (34.000.000 ton) menurut data tahun
1955.[1]
Demikian
sedikit tentang Negara Irak lalu bagaimana dengan pendidikan di sana khususnya.
Untuk menambah wawasan kita dan sebagai bahan pembanding dan evaluasi bagi
pendidikan di Indonesia maka dalam makalah ini akan membahas tentang sistem dan
kebijakan pendidikan di Negara Irak serta membahas sekilas tentang Universitas
Baghdad.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apa sejarah pendidikan di Irak?
2. Bagaimana sistem pendidikan di Irak?
3. Bagaimana kebijakan pendidikan di Irak?
4. Bagaimana gambaran umum dari universitas Baghdad?
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk memahami sejarah pendidikan di Irak
2. Untuk memahami sistem pendidikan di Irak
3. Untuk memahami kebijakan pendidikan di Irak
4. Untuk mengetahui gambaran Universitas Baghdad
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan di Irak
Masa bani Abbasiyah adalah masa
keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ''The Golden Age''. Pada
masa itu umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi,
maupun peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai
cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku
dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pemerintah Bani Abbasiyah berkuasa
selama 5 abad, yaitu dari tahun 750-1258 M. Pada awalnya pusat pemerintahan di
kota Kufah kemudian pindah ke Hira lalu ke Abar (Hasyimiyah) dan akhirnya ke
Baghdad. Baghdad adalah ibu kota pemerintah bani Abbasiyah yang paling
strategis.
Sebenarnya zaman keemasan bani Abbasiyah
telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur yaitu
pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa
pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Di masa-masa itu para Khalifah
mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan pada khususnya,
kebudayaan pada umumnya.
Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam,
madrasah-masradah dan universitas-universitas yang merupakan pusat-pusat
pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Tumbuh dan berkembangnnya
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang sangat cepat, merupakan ciri
pendidikan Islam pada masa ini.[2]
B. Sistem Pendidikan di Irak
Sistem perjenjangan pendidikan di Irak
tersusun dalam tiga tingkat, yaitu 6
tahun tingkat sekolah dasar serta 5 tahun sekolah menengah yang terbagi atas
dua bagian, yakni 3 tahun pertama untuk sekolah menengah dan 2 tahun berikutnya
untuk sekolah menengah lanjutan. Kurikulum pada sekolah lanjutan pertama
meliputi mata pelajaran agama, bahasa Arab, bahasa Inggris, matematika,
biologi, fisika, kimia, olahraga, dan menggambar. Pada sekolah lanjutan tingkat
kedua terdapat kursus khusus untuk siswa perempuan tentang pengasuhan anak.
Adapun program pelajaran untuk siswa laki-laki
terbagi dalam tiga bagian, yaitu sains, niaga, dan sastra. Pola perjenjangannya
adalah 6-3-2 tahun, sementara pendidikan tinggi ditempuh antara 4 sampai 6
tahun. Jadi sistem sekolah di Irak merupakan sistem anak tangga sederhana yang
meliputi sekolah dari tingkat prasekolah sampai universitas. Pendidikan prasekolah berlangsung selama dua
tahun, dengan pendaftaran sejak usia 4 tahun. Jenjang pendidikan ini mendapat
sedikit perhatian dari pemerintah . pada pertengahan tahun 1960-an hanya
terdapat 15.000 murid yang terdaftar setiap tahunnya.
Departemen pendidikan menangani beberapa
masalah yang antara lain sebagai berikut.
1. Pendidikan dasar, yang
berlaku untuk semua anak usia sekolah
2. Pendidikan untuk orang
dewasa
3. Pendidikan menengah dan
kejujuran
4. Pendidikan tinggi
Pendidikan di Irak merupakan panduan dari
nilai tradisi Islam dan sekularisasi yang terinspirasi dari nilai Barat, yang
sebenarnya hal ini telah diperkenalkan di Irak sejak tahun 1920-an. Sistem
pendidikan modernnya sebagian didasarkan pada sistem pendidikan Inggris yang
mendapat pengaruh kuat dari Amerika Serikat dalam hal pola kurikulum dan
organisasi.
Pendidikan di Irak diatur dalam Undang-Undang
Pendidikan Umum No. 57 Tahun 1940.
Pendidikan umum di Irak diberikan secara cuma-cuma untuk semua tingkat, biaya
seluruhnya ditanggung oleh Negara. Hampir 60 persen anggaran pendidikan
dibiayai oleh Menteri Pendidikan dan 40 persennya berasal dari kontribusi
Menteri Perencanaan. Sekitar 25 persen APBN-nya disediakan untuk dana
pendidikan. [3]
C.
Kebijakan
Pendidikan di Irak
Kualitas
pendidikan di Irak telah menurun akibat perang selama 30 tahun dan
sanksi-sanksi PBB. Irak, yang pernah dikenal di kawasan dengan sistem
pendidikannya yang maju dan tingkat 100 persen melek aksara pada akhir 1970-an,
kini telah jauh tertinggal dari kebanyakan negara Timur Tengah. Setelah 2003,
sistem pendidikan di Irak semakin parah akibat instabilitas, ketidakamanan dan
benturan sektarian. Banyak profesor dibunuh ataupun meninggalkan Irak untuk
melarikan diri.
Namun, ada
beberapa indikasi kalau pendidikan Irak bisa dibangkitkan kembali. Program
Beasiswa Prakarsa Pendidikan Irak (IEI) memberi rakyat Irak harapan itu.
Program ini merupakan prakarsa nasional yang bertujuan mengirimkan ribuan
mahasiswa Irak untuk belajar di luar negeri di universitas-universitas
terpandang di Amerika Serikat dan Inggris.
IEI, yang
dimulai pada 2010 sebagai suatu pilot proyek, telah mengirimkan sekitar 500
mahasiswa Irak untuk belajar di luar negeri. Tahun ini, 1.000 mahasiswa sudah
siap mendaftar di berbagai universitas AS dan Inggris. Mereka didorong untuk
menekuni bidang-bidang yang berguna bagi Irak – seperti teknik, pembangunan
ekonomi, pendidikan, hukum dan perencanaan kota.
Para mahasiswa
dari seantero Irak didorong untuk mendaftar program ini dan pendaftar dari
masing-masing provinsi diseleksi berdasarkan prestasi akademik mereka. Program
ini diharapkan bisa membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang mereka perlukan
untuk kembali ke Irak dan merevitalisasi sistem pendidikannya. Program ini akan
juga memungkinkan para mahasiswa – yang berkomitmen untuk nantinya kembali dan
siap bekerja di Irak selepas studi mereka di luar negeri – bisa bekerja di
lembaga-lembaga publik Irak, khususnya lembaga-lembaga penyedia layanan yang
telah rusak akibat perang.
Peluncuran
prakarsa ini akan membuat akademisi Irak bisa menjalin kontak langsung dengan
para akademisi di Barat, khususnya di Amerika Serikat dan Inggris, untuk
membantu memperkuat kesalingmengertian budaya.
Irak perlu
berintegrasi kembali dengan dunia setelah terisolasi di bawah mantan Presiden
Saddam Hussein selama 24 tahun. “Kami telah terisolasi sangat lama. Kami ingin
tahu peluang-peluang di dunia luar,” kata Ziyad Al-Timimi, seorang mahasiswa
yang akan menempuh studi doktoral di Amerika Serikat sebagai bagian dari
program ini.
Program ini
disebut-sebut sebagai sebuah aksi tegas, yang diprakarsai oleh Perdana Menteri
Nouri al-Maliki, dan menjadi indikasi bahwa Irak kini bergerak ke arah
stabilitas. Program ini juga mengisyaratkan bahwa pemerintah tengah fokus pada
aspek-aspek penting pembangunan kembali di luar keamanan. Dr. Zuhair Humadi,
Direktur Komite Tinggi Pembangunan Pendidikan (HCED), yang menjadi biro di
bawah perdana menteri dan yang mendanai IEI, meyakini bahwa "pendidikan
adalah kunci bagi pembangunan dan kemajuan setiap masyarakat.”
Baru-baru ini
saya menghadiri sebuah ceramah di hadapan sekelompok mahasiswa yang lulus
seleksi di mana Humadi mengingatkan kita bahwa Irak didirikan pada 1960-an oleh
orang-orang yang baru kembali dari kampus-kampus AS dan Inggris setelah meraih
gelar BA, MA dan PhD. Pemerintah tengah berinvestasi dalam pendidikan, yang
pada gilirannya akan menjadi investasi dalam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
adanya perubahan yang positif.
Banyak
universitas AS dan Inggris telah menyambut prakarsa ini, dan membantu
penempatan mahasiswa-mahasiswa Irak. Demi menunjukkan bahwa Amerika Serikat
berkomitmen membantu Irak di segala bidang, dan tidak hanya keamanan, Kedubes
AS di Baghdad telah memberi dukungan penuh pada program ini.[4]
D.
Universitas
Baghdad
Pendidikan universitas modern secara
resmi telah diatur dalam Undang-Undang No. 60 Tahun 1956 yang di dalamnya juga
menyebutkan adanya pendidikan Universias Bagdad. Universitas ini secara sah
berada dalam pengawasan langsung Dewan Mentri, tetapi pada kenyataannya
merupakan swantantra, yakni struktur administrasinya ditangani oleh Dewan
Universitas yang meliputi rector universitas, pembantu rector, para dekan
sekolah tinggi, sebagian guru besar beserta perwakilan dari Mentri Pendidikan.[5]
Posisi rector adalah independen secara penuh dan bertaggungjawab dalam
urusan akademik, administrasi dan keuangan universitas. Dia menyandang status
kementrian dalam mengatur dan mempresentasikan universitasnya. Unversitas
tersebut diakui oleh hukum melalui promosi kegiatan penelitian ilmiah dan
pengembangan, peningkatan, dan pemeliharaan warisan Negara Islam-Arab. Biaya
tunjangan dan univesitas seluruhnya ditanggung oleh Negara. Rata-rata program
studinya selesai dalam jangka waktu empat tahun, lalu menyandang gelar B.A atau
B.S ( Bachelor of Arts atau Bachelor of Science).
Universitas Baghdad, selain memiliki
fakultas-fakultas umum seperti kedokteran,teknik, ekonomi, hukum, juga fakultas
keagamaan seperti fakultas adab, Al-‘Ulum al- Islamiya atau fakultas syari’ah
dan fakultas tarbiyah yang cukup ternama.
Universitas Bagdad didirikan pada tahun
1957. Secara geografis, kota Bagdad dibagi menjadi dua kawasan yang dibelah
oleh sungai Tigris (dijlah). Sebelah selatan kota ini adalah Karakh dan sebelah
utaranya adalah Rashafa. Pada kawasan Karakh inilah, kampus utama universitas
bagdad berlokasi (dan dikenal sebagai kawasan bernama Jadriya) dimana seluruh
fakultas, jurusan, dan program studi berada di kampus utama ini. Sedangkan
beberapa fakultas seperti Tarbiyah, adab, Al-‘Ulum al-Islamiya (syari’ah) dan
farmasi, berada diluar kampus utama tersebut (yakni di kawasan Rasafa), namun
masih dalam satu kompleks yang sama yang dikenal dengan sebutan Bab Al-Mu’azom.
Universitas Bagdad saat ini memiliki sekitar kurang lebih 28 fakultas dengan
berbagai disiplin atau bidang spesialisasi.
1.
Kurikulum dan Sitem Evaluasi
Beberapa fakultas di Universitas Bagdad
termasuk fakultas Syari’ah menggunakan sistem kurikulum paket tahunan (nizom
thanawi), bukan sistem kredit smester (SKS).[6]
Sistem Kredit Smester umumnya hanya digunakan pada program-program eksakta
seperti pada Fakultas Kedokteran, Teknik dan MIPA. Konsekuensinya dengan sistem
kurikulum paket tahunan ini nilai kumulatif yang diperoleh mahasiswa akan
menentukan naik dan tidaknya tingkatan mereka setiap tahun. Untuk terus naik pada
tingkatan yang lebih tinggi, mahasiswa harus mencapai nilai kumulatif yang
memadahi tiap tahunnya. Urut-urutan bobot nilainya adalah sebagai berikut:
No
|
Bobot Kelulusan
|
Nilai
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mumtaz/cum laude
Jayyid jiddan/very good
Jayyid/good
Mutawasit/redeemable pass
Maqbul/redeemable
Rashib/fail
|
90-100 (A)
80-89 (B+)
70-79 (B)
60-69 (C+)
50-59 (C)
Dibawah 50 F
|
Sedangkan sistem evaluasi yang digunakan di
Universitas Bagdad hampir menyerupai sistem evaluasi yang digunakan secara umum
di sekolah dasar dan menengah di Indonesia, yaitu terdiri atas tiga tahapan
evaluasi: ujian awal tahun (imtihan al-awwal), ujian pertengahan tahun (imtihan
al-wusta), dan ujian akhir tahun (imtihan al-niha’i). Lebih lanjut, setiap
tahap evaluasi terbagi atas dua jenis ujian yaitu ujian lisan (imtihan Shafawi)
dan ujian tulisan lisan (imtihan tahriri). Bagi mahasiswa yang memperoleh nilai
kurang dari 50 dari setiap mata kuliah, diberi peluang untuk mengikuti ujian
ulangan (daur thani). Bila mahasiswa masih tetap tidak mampu memperbaiki
nilainya, maka ia akan tinggal kelas, meskipun hanya disebabkan oleh satu mata
kuliah saja. Bagi mahasiswa yang gagal naik kelas dua kali berturut-turut, maka
resiko yang diterima adalah yang bersangkutan akan dikeluarkan dari
universitas.
Adapun komposisi materi-materi mata
kuliah dalam kurikulum umumnya disesuaikan dengan kurikulum perguruan tinggi
yang juga diberlakukan di beberapa Negara lain di kawasan teluk seperti Qatar,
Uni Emirat Arab, Kuwait dan Jordan.
2.
Staf Pengajar Dosen dan Pola Hubungan dengan
Manusia
Fakultas Syari’ah didukung oleh para
staf pengajar yang hamper seluruhnya berpendidikan doctor (S3) bahkan sebagian
besar telah memperoleh gelar guru besar (professor) dalam bidangnya
masing-masing.[7]
Kebanyakan mereka adalah para alumni berbagai universitas di kota Bagdad dan
beberapa universitas manca-negara. Baik dari Negara-negara Arab (khususnya
Universitas Al-Azhar) maupun dari Barat seperti Jerman, Inggris dan Amerika.
Pada fakultas ini hanya beberapa staf pengajar saja yang bergelar master dan
itu pun untuk mata kuliah tertentu seperti pendidikan kebangsaan, bahasa
Inggris dan ilmu komputer.
Dosen-dosen pada fakultas ini umumnya
mempunyai pengalaman mengajar bukan saja pada Universitas Bagdad. Beberapa dari
mereka juga tercatat sebagai tenaga pengajar atau dosen terbang pada beberapa
universitas di Negara Arab dan kawasan teluk.
Pola hubungan antara para pendidik dan
peserta didik sangat dekat dan kekeluargan. Para dosen selalu membuka diri dan
menyediakan beberapa hari khusus untuk konsultasi bagi para mahasiswa yang
biasanya dilakukan di ruangan khusus ruangan ataupun di rumah dosen yang bersangkutan.
Dalam rangka meningkatkan mutu para
staf pengajar, jaringan (network) antar perguruan tinggi menempati peran yang
strategis. Di Universitas Bagdad, hal tersebut merupakan hal yang sudah
terlembaga dengan cukup baik. Hal ini
bisa dilihat dari frekuensi tenaga pengajar di Universitas ini yang juga
mengajar di Universitas lain dan sebaliknya.
3.
Disiplin dan metodologi pengajaran
Kedisiplinan dan mematuhi peraturan
yang ditetapkan pihak universitas merupakan hal yang sangat penting di
Universitas Bagdad. Pelanggaran terhadap peraturan mendapatkan sanksi yang
cukup berat. Salah satu contoh disiplin ini adalah peraturan penggunaan baju
seragam yang harus dipakai selama di kampus. Pada musim panas mahasiswa
diharuskan memakai seragam baju warna putih dengan celana panjang warna abu-abu
gelap atau biru gelap atau hitam. Sedangkan bagi mahasiswi, baju terusan
(ghamiz) yang mereka gunakan harus berwarna agak gelap. Kalaupun mereka
menggunakan baju atasan, diharuskan berwarna putih dengan rok yang berwarna gelap.
Pada musim dingin para mahasiswa diharuskan menggunakan jas warna abu-abu gelap
atau biru gelap atau hitam dengan celana panjang berwarna gelap. Peraturan
lainnya yang cukup ketat adalah kehadiran pada ujian akhir tahun.bagi yang
tidak hadir maka sanksinya yang paling keras adalah dikeluarkan dari
universitas kecuali yang bersangkutan mampu menunjukkan alasan yang cukup masuk
akal atau surat keterangan sakit dari dokter.
Metodologi pengajaran yang diterapkan
selain dengan menggunakan ceramah (muhadara), juga dengan cara diskusi kelas
dengan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Tiap mahasiswa harus mengambil
bagian dalam diskusi tersebut yang biasanya dalam bentuk project paper
yang harus diserahkan ke dosen yang bersangkutan sebelum dimulainya ujian akhir
tahun.[8]
4.
Sarana Penunjang Pendidikan dan Ekstra Kulikurel
a.
Sarana Penunjang Pendidikan:
1)
Perpustakaan
Secara umum, perpustakaan di
universitas-universitas Irak bisa dikatakan cukup terprogram, maju dan
professional dan berjumlah tidak kurang dari 90 perpustakaan. Perpustakaan di
universitas Bagdad dengan 1 perpustakaan pusat dan 28 perpustakaan fakultas,
merupakan fakultas terlama dan terbesar.
Perpustakaan pusat yang berlokasi di
kampus utama diperlengkapi dengan fasilitas dan teknologi cukup baik yang
menggunakan sistem peroperasian OPAC, CD ROM, on-line searching, akses
internet serta memiliki perangkat audio-visual. Manuskrip yang tersimpan pada
perpustakaan Universitas Bagdad diantaranya merupakan tulisan tangan asli para
pengarang dari seluruh pelosok negri dan sudah diubah dalam bentuk microform
(microfiches dan microfilm).
Sedangkan perpustakaan yang ada pada
masing-masing fakultas adalah sebagia perpustakaan pembantu yang fungsinya
member pelayanan kepada komunitas pemakainya. Masing-masing perpustakaan
fakultas hanya berkonsentrasi pada pengembangan koleksi yang relevan dan sesuai
dengan karakteristik fakultas bersangkutan. Setiap tahun ajaran baru seluruh
mahasiswa akan diberikan pinjaman buku-buku wajib yang berkaitan dengan mata
kuliah yang diambil mahasiswa.
2)
Laboratorium Komputer dan laboratorium bahasa
Bagi
tiap-tiap fakultas di universitas Bagdad difasilitasi dengan laboratorium
computer dan lab bahasa khususnya bagi
fakultas sastra jurusan Bahasa Inggris.
3)
Beasiswa dan Asrama
Bagi para mahasiswa asing (ajnabi),
beasiswa yang mereka peroleh biasanya disponsori oleh Kementrian Pendidikan
Tinggi Dan Riset Ilmu Pengetahuan. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut para
mahasiswa asing dapat langsung mengajukan ke Kementrian tersebut. Ada juga beasiswa
yang diperoleh dari hasil Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding )
antara pemerintah Irak dengan negara lain ( Government to goverment)
atau antara pemerintah Irak dengan organisasi-organisasi non pemerintah.
Mereka yang diterima sebagai pemegang
beasiswa akan memperoleh berbagai fasilitas seperti uang saku bulanan,
akomodasi, berupa tempat tinggal di asrama dan jaminan kesehatan berobat gratis
untuk segala jenis penyakit (baik ringan maupun berap di rumah sakit milik
pemerintah) dengan hanya membawa surat keterangan dari pihak universitas.[9]
Dan bagi semua mahasiswa baik orang
arab sendiri ataupun orang asing harus mendaftarkan diri untuk tinggal di
asrama mahasiswa (aqsam dakhili).
b.
Ekstra Kurikuler
Jenis aktivitas ekstra kurikuler yang
umumnya dilakukan mahasiswa di Irak antara lain adalah kegiatan layanan
pengabdian masyarakat, kegiatan di bidang seni dan budaya, kegiatan olah raga
dan rekreasi, atau bekerja menjadi tenaga honorer sebagai advisor.
Di Irak, ada organisasi induk khusus
yang menangani berbagai masalah dan aktifitas pelajar, mahasiswa dan pemuda
dikenal dengan sebutan Ittihad Talaba wa Shabab al-Watani. Untuk para mahasiswa
asing biasanya tergabung dalam organisasi tersendiri yaitu Ittihad Talaba
Sahaba. Adapun bagi masing-masing Negara ada juga organisasi kemahasiswaan
tersendiri. Mahasiswa asal Indonesia misalnya memiliki satu organisasi yang
disebut Ittihad Talaba Indunisiya atau Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI)
atau Indonesian Student Association.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sejarah pendidikan di Irak erat kaitannya dengan
sejarah pendidikan Islam pada masa
Abbasiyah, pada waktu itu kota Baghdad menjadi ibu kota pemerintah bani Abbasiyah yang paling
strategis.
Sistem perjenjangan pendidikan di Irak tersusun
dalam tiga tingkat, yaitu 6 tahun
tingkat sekolah dasar serta 5 tahun sekolah menengah yang terbagi atas dua
bagian, yakni 3 tahun pertama untuk sekolah menengah dan 2 tahun berikutnya
untuk sekolah menengah lanjutan.
Ada beberapa
indikasi kalau pendidikan Irak bisa dibangkitkan kembali. Program Beasiswa
Prakarsa Pendidikan Irak (IEI) memberi rakyat Irak harapan itu. Program ini
merupakan prakarsa nasional yang bertujuan mengirimkan ribuan mahasiswa Irak
untuk belajar di luar negeri di universitas-universitas terpandang di Amerika
Serikat dan Inggris.
Universitas Bagdad didirikan pada tahun
1957. Secara geografis, kota Bagdad dibagi menjadi dua kawasan yang dibelah
oleh sungai Tigris (dijlah). Universitas Bagdad saat ini memiliki sekitar
kurang lebih 28 fakultas dengan berbagai disiplin atau bidang spesialisasi.
B. KRITIK
DAN SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini banyak sekali kekurangan terutama dalam segi penulisan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk lebih
baik lagi dalam penyusunan makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abd.Rachman. Internasionalisasi
Pendidikan: Sketsa Perbandingan pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta:
Gama Media, 2003
Kusmana,
Ismatu Ropi. Belajar
Islam di Timur
Tengah. Departemen Agama RI, 2007
Yunus,
Mahmud. Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari
Pendidikan Barat. Jakarta : Al Hidayah, 1968
Ahmed
Kadhum Fahad. 2011. Pendidikan Tinggi:
Pelita Harapan bagi Rakyat. [online]. http://www.commongroundnews.org/article.php?id=29408&lan=ba&sp=0.
(18 Maret 2014 pukul 20:12)
http://wartasejarah.blogspot.com/2014/03/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html di unduh pada tanggal 14 Maret 2014
[1]Mahmud Yunus, Perbandingan
Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat, (Jakarta :
Al Hidayah, 1968), hlm. 99
[2] http://wartasejarah.blogspot.com/2014/03/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html
di unduh pada tanggal 14 Maret 2014
[3]Abd.Rachman Assegaf. Internasionalisasi
Pendidikan: Sketsa Perbandingan pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. (Yogyakarta:
Gama Media, 2003), hal. 89-91
[4] Ahmed Kadhum Fahad. 2011. Pendidikan
Tinggi: Pelita Harapan bagi Rakyat. [online]. http://www.commongroundnews.org/article.php?id=29408&lan=ba&sp=0. (18 Maret 2014 pukul 20:12)
[5]Abd.Rachman Assegaf. Internasionalisasi
Pendidikan: Sketsa Perbandingan pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat,…, hal. 96
0 komentar:
Posting Komentar