BAB I
PENDAHULUAN
Allah
merupakan Dzat yang Maha Kuasa, Dialah yang menciptakan langit , bumi, serta
makhluk-makhluk yang ada didalamnya.begitu pula dengan jin dan manusia. Allah
menciptakan jin dan manusia bertujuan agar mereka beriibadah hanya kepadaNya
bukan kepada tuhan-tuhan yang lain.
Surat
Adz Dzaariyat ayat 56 dan al Bayyinah ayat 5 menerangkan kepada kita bahwa
tugas kita didunia ini hanyalah beribadah kepada Allah. Namun pada kenyataannya
kebanyakn manusia tidak menyadari hal tersebut.
Mereka
hanya berpikir bagaimana agar bisa hidup bahagia di dunia dengan harta yang
melimpah dan penuh dengan kegemerlapan duniawi tanpa memikirkan tugas hakiki
mereka yang sebenarnya.
Selain
manusia , jin juga diciptakan Allah untuk beribadah kepadaNya. Namun demikian
diantara jin ada jin yang taat dan adapula jin yang tidak taat kepasda Allah.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa tujuan Allah menciptakan jin dan
manusia?
2. Bagaimana tafsir dari QS. Adz-Dzaariyaat ayat 56?
3. Bagaimana tafsir dari QS. Al Bayyinah ayat 5?
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir surat Adz Dzariyat ayat 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
·
Ma’na
mufradat:
$tBur : dan tidaklah
الْجِنَ:
jin
§RM}$#ur : dan manusia
Mø)n=yz : Aku menciptakan
إِلا
لِيَعْبُدُونِ: kecuali untuk beribadah kepadaKu
·
Pengertian secara Ijmal:
Setelah Allah menyebutkan bahwa
orang-orang yang musyrik itu berada dalam perkataan yang berbeda-bedea dan
tidak tetap, sebagiannya tidak cocok
dengan sebagian yang lain. Yakni ketika mereka mengatakan : Pencipta langit dan
bumi adalah Allah, tiba-tiba mereka menyembah patung dan berhala. Kadang-kadang
mereka mengatakan Muhammad adalah tukang sihir tapi pada saat lain mereka
mengatakan Muhammad adalah juru ramal dan lain-lain.
Kemudian dilanjutkan dengan
menyebutkan bahwa kaum Nabi Muhammad bukanlah umat pertama yang mendustakan.
Sebagaimana kaum Quraisy itu mendustakan Nabinya, demikian pula umat-umat
sebelumnya telah mendustakan para rasul mereka. Maka Allah menimpakan kepada
mereka bencana seperti kaum Nuh As.
Selanjutnya Allah menyatakan
keheranannya terhadap ihwal orang-orang musyrik itu, seraya mengatakan: Apakah
sebagian mereka berwasiat kepada sebagian lainnya akan perbuatan seperti itu.
Namun, kemudian Dia memfirmankan: Tidak. Bahkan mereka adalah kaum yang durhaka
lagi melampaui batas Allah. Mereka tidak mematuhi perintah dan tidak
menghentikan dirinya dari larangan Allah.
Kemudian, Allah menyuruh RasulNya
agar berpaling dari berdebat dan bertengkar dengan mereka. Karena beliau
benar-benar telah menyampaikan apa yang diperintahkan kepadanya dan tidak
melalaikannya. Maka beliau tidaklah tercela, akan kedustaan mereka itu. Dan
agar beliau tetap memberi peringatan kepada orang yang peringatan itu akan
bermanfaat baginya, sedang orang itu mempunyai kesiapan untuk menerima petunjuk
dan bimbingan. Selanjutnya Allah melanjutkan dengan menyebutkan bahwa Dia
tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk diperintahkan dan diberi
beban untuk beribadah kepadanya, bukan karena Dia memerlukan mereka dalam
memperoleh suatu rizki maupun mendatangkan makanan. Karena Allah itulah yang
memberi rizki lagi mempunyai kekuatan.[1]
·
Tafsir:
Berdasarkan beberapa keterangan,
jin adalah makhluk allah yang diciptakan dari Api
t,n=yzur ¨b!$yfø9$# `ÏB 8lÍ$¨B `ÏiB 9$¯R ÇÊÎÈ
15. dan Dia menciptakan jin dari nyala api.
Untuk
menyatakan jin digunakan kata al-jannu, al jin, dan al jinnah,
kata al jin dala al quran diulang 22 kali, kata al jinnah sebanyak 10 kali,
kata al jann sebanyak 7 kali.
Jin adalah makhluk Allah yang bersifat non
materi, tidak dapat ditangkap indra, termasuk sesuatu yang gaib. Kata jin
berasal dari janana atau janna yang berati tertutup atau tersembunyi atau tidak
kelihatan. Dinamai jin karena dia adalah makhluk yang tidak bisa dilihat mata.
Kata lain yang digunakan Alquran untuk menyatak jin adalah al jinnah. Al quran
menjelaskan bahwa diantara jin ada yang taat kepada Allah dan ada yang tidak
taat ( fasik).
Al ins berarti manusia.
Manusia kadang dinyatakan dalam Al Quran dengan kata al nas, al basyar, al
insan dan bani adam. Manusia adalah makhluk allah yang diciptakan dari Materi ( tanah, nuthfah, main mahin, maniyyin
yumna) dan non materi (ruh). Manusia adalah makhluk Allah yang memiliki harkat
dan martabat paling baik ( QS 96.24; QS 17:70).
Tujuan penciptaan jin dan
manusia adalah untuk beribadah hanya kepada Allah itulah tujuan hidup manusia
yang telah dituntun oleh Sang Pencipta. Tujuan pendidikan suatu bangsa akan
identik dengan tujuan hidup bangsa itu. Dengan demikian tujuan pendidikan
menurut Al quran adalah agar manusia beribadah kepada Allah, sesuai dengan
tujuan hidup manusia yang diajarkan Sang pencipta dalam wahyuNya.
Ibadah meliputi ibadah
mahdhah dan ghoiru mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah kepada Allah yang
tatacaranya telah ditentukan oleh syara’, seperti sholat, puasa, zakat, dan
haji. Ibadah ghoiru mahdhah adalah semua perbuatan manusia yang didasarkan pada
niat dengan ikhlas karena Allah dan bertujuan untuk mencari ridlo Allah. Dengan
demikian tujuan pendidikan adalah membentuk peserta didik menjadi hamba Allah
yang baik. Semua aktifitas mereka berorientasi ibadah kepada Allah swt.
Penghambaan manusia hanya
kepada allah bukan kepada yang lain ditunjukkan oleh kata إِلا
لِيَعْبُدُونِ “ Hanya suapaya mereka beribadah
kepadaKu”. Ayat tersebut memberikan pendidikan tauhid yang teosentris.
Ketauhidan adalah dasar dari seluruh ajaran Islam. Ke Esaan Tuhan menumbuhkan
semangat kesatuan umat dan kesatuan moral serta kesatuan tingkat derajat( Mufti
Ali, 1970: 14).
Akidah dan ibadah harus ditanamkan
kepada peserta didik sejak dini ketika dia masih dalam lingkungan keluarga
sebagaimana dicontohkan oleh Lukman hakim( QS: Luqman: 12,17). Lukman mendidik
anaknya bertujuan agar anaknya lurus akidahnya dan tertib ibadahnya. [2]
Tafsir
Surat Al Bayyinah ayat 5
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
5.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.
·
Tafsir
Mufrodat
Kata
mukhlishin terambil dari kata khalusha yang berarti murni setelah
sebelumnya diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini, ikhlash adalah upaya
memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada ALLOH
semata, sedang sebelum keberhasilan usaha itu, hati masih diliputi atau
dihinggapi oleh sesuatu selain ALLOH, misalnya pamrih dan semacamnya.
Kata hunafa’ adalah bentuk jamak dari kata hanif yang biasa diartikan lurus atau
cenderung kepada sesuatu. Kata ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan
telapak kaki dan kemiringannya kepada telapak pasangannya. Yang kanan condong
kearah kiri dan yang kiri condong ke arah kanan. Ini menjadikan manusia dapat
berjalan dengan lurus. Kelurusan itu menjadikan si pejalan tidak mencong ke
kiri, tidak pula ke kanan. Dari sini, seseorang yang berjalan lurus atau
bersikap lurus tidak condong ke arah kanan atau kiri dinamai hanif.[3]
·
Asbabun Nuzul
Karena adanya perpecahan di kalangan mereka maka pada ayat
ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan
kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah
untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan
membersihkan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang
menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan
ibadat kepada Allah SWT.[4]
·
Makna
Ijmal
Dalam
tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab, dijelaskan bahwa sikap ahl al-Kitab dan kaum musyrikin itu
adalah bahwa mereka enggan percaya serta berselisih satu sama lain padahal
mereka tidak diperintahkan, yakni tidak dibebani tugas, baik yang terdapat dalam
kitab-kitab yang lurus itu maupun melalui Rasul yang menyampaikannya juga dalm
kitab-kitab suci yang disampaikan oleh Nabi-nabi yang mereka imani, kecuali
mereka menyembah, yakni bribadh dan tunduk kepada ALLOH YME-dengan memurnikn
secara bulat untuk-Nya semata-mata- ketaatan sehingga tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun dan sedikit persekutuan pun dalam menjalankan agama lagi
bersikap lurus secara mantap dengan selalu cenderung kepada kebajikan, dan juga
mereka diperintahkan supaya melaksanakan shalat secara baik dan bersinambaung
dan menunaikan zakat secara sempurna sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
dan yang demikianlah itulah agama yang sangat lurus bukan seperti yang selama ini
mereka lakukan.
Penyebutan
shalat dan zakat-walau sudah termasuk bagian dari ibadah yang diperintahkan
sebelumnya-penyebutan secara khusus bertujuan menekankan pentingnya menjalin
hubungan baik dngan ALLOH dan sesama manusia, yang dilambangkan dengan shalat
dan zakat itu.
Penyifatan
agama dengan al-qiyyamah, dapat juga berarti-sebagaimana dikemukakan oleh
al-Biqa’i-sebagai agama orang-orang yang tampil mengesakan ALLOH dan
melaksanakan ajaran Tauhid. Atau berarti agama yang diajarakan dalam al-Kutub
al-Qayyimah itu.[5]
KESIMPULAN
Berdasarkan
telaah terhadap ayat Adz-Dzariat:56 dan Al-Bayyinah:5 dapat diambil beberapa
kesimpulan:
1. Tujuan
hidup manusia seperti terekam dalam surat Adz-Dzariyat: 56 dan Al-Bayyinah:5
adalah beribadah kepada ALLOH atau menjadi hamba ALLOH yang mukhlish. Karena
tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup manusia, maka tujuan pendidikan
adalah untuk beribadah kepada ALLOH, dan menjadi hamba ALLOH yang mukhlish.
2. Ibadah
ada dua (2) macam, yaitu ibadah dalam arti sempit dan ibadh dalam arti luas.
Ibadah dalam arti sempit yaitu ibadah mahdhah yang tatacaranya telah ditentukan
oleh syara’ seperti sholat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah dalam arti luas
adalah semua perbuatan yang didasari ikhlaah karena ALLOH dan bertujuan untuk
mencari ridlo ALLOH.
3. Pendidikan
akidah berorientasi untuk memurnikan ibadah hanya kepada ALLOH. Akidah bersifat
fundamental bagi kehidupan umat manusia, karena berkaitan dengan keyakinan yang
mempunyai kekuatan besar untuk menumbuhkan motivasi melakukan sesuatu. Oleh
sebab itu, akidah harus ditanamkan kepada peserta didik sejak dini.
4. Ibadah
sholat dan zakat, yang dituntunkan ayat 5 surat Al-Bayyinah mengandung makna
mengembangkan kesholehan individual dan kesholehan sosial. Ibadah sholat
mengembangkan kesholehan individul. Sebab, dengan menunaikan sholat, orang akan
merasa dekat dengan ALLOH dan dilihat ALLOH, sehingga diapun berhati-hati agar
tidak melanggar larangan-NYA. Sholat berjama’ah mengembangkan kesholehan sosial
dan mengajarkan manusia untuk menaati aturan kebersamaaan. Ibadah zakat
mendidik manusia untuk peduli kepada orang lain dan mengembangkan mental
“memberi” manfaat kepada orang lain. Ibadah sholat dan zakat mengembangkan
manusia sebagi mahluq monodualis: sebagai individu sekaligus makhluq sosial yang
keduanya harus berkembang dengan seimbang. Dengan demikian, hakikat ibadah
adalah menjaga keseimbangan pada diri manusia sehingga dapat hidup dalam
harmoni. Kedua ayat tersebut mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan adalah
membentuk manusia yang memiliki keshalehan sosial dan kesholehan individual
agar manusia tetap dalam harkat dan martabat kemanusiaannya. Harkat dan
martabat manusia adalah sebagai makhluq individual sekaligus makhluq sosial,
serta sebagai makhluq yang religius.
DAFTAR PUSTAKA
Al Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir Al Maraghi, CV.
Toha Putra : Semarang, 1993
Anis, Muhammad, Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan, Mentari Pustaka: Yogyakarta, 2012
Shihab,M. Quraish, Tafsir
Al-Misbah Volume 15, Jakarta: Lentera Hati, 2002
muslim.blogspot.com/2012/05/tafsir-dan-asbabun-nuzul-surah.html
0 komentar:
Posting Komentar