Ramadan bulan memperkuat kembali dan memberdayakan
sikap amanah. Istilah ini
dengan kandungannya telah begitu populer dalam masyarakat kita. Amanah
mencakup pengertian jujur dan setia dalam memegang, menjalankan, dan menjaga
suatu tugas atau kewajiban, serta pemeliharaan harta-benda dan jiwa. Nilai
dan sikap amanah sangat ditekankan dalam ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain;
hanya orang beriman yang amanah yang dapat menjalankan ibadah puasa menuju
insan muttaqin.
Kebalikan dari sikap amanah adalah khianat (khiyanah), yakni tidak jujur, menyelewengkan kepercayaan, tugas
serta kewajiban melaksanakan dan memelihara sesuatu yang diamanatkan kepadanya.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW menyatakan salah satu ciri orang
munafik adalah ketika ia diberi amanah, maka dia khianat.
Ahli tafsir (mufassir) terkemuka Ibnu Katsir dalam
Tafsir al-Qur'an al-'Azhim memperjelas arti amanah dengan menyatakan
bahwa “amanah” adalah keterjagaan
(al-yaqzah) kesadaran seseorang untuk menjalankan kewajiban, tanggung jawab dan
tugas yang dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki dan melaksanakan keterjagaan itu menjadi
orang khianat, yang termasuk ke dalam segmen manusia paling hina.
Kenapa demikian? Tidak lain karena amanah (trust) merupakan modal
sosial yang sangat krusial dan instrumental bagi masyarakat, umat, dan bangsa agar
bisa solid dan kuat. Tanpa amanah, masyarakat dan bangsa menjadi rapuh dan
tidak punya martabat. Yang terjadi adalah mewabahnya ketidakpercayaan (mistrust)
dan saling mengkhianati. Jika keadaan ini terus berlanjut, umat dan bangsa yang
bersangkutan kehilangan martabat dan tinggal menunggu kehancuran.
Manusia mendapat kehormatan dan martabat yang tinggi
ketika menerima tugas memikul amanah dari Allah SWT. Ini terlihat dalam firman
Allah SWT pada Surat Al-Ahzab 33:72: “Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, semuanya
enggan memikul amanat itu dan (karena) mereka khawatir akan mengkhianatinya;
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”.
Manusia menjadi mulia dan bermartabat tinggi di atas
makhluk-makhluk lain, tidak hanya karena dipercayai Allah untuk memikul amanah;
tapi tidak kurang pentingnya adalah punya potensi kuat untuk mampu menjalankan
amanah tersebut sebaik-baiknya. Di antara amanah itu adalah memakmurkan alam
raya--termasuk di dalamnya masyarakat manusia dan bangsa.
Manusia yang tidak melaksanakan amanah--berarti
khianat--menimbulkan kerusakan dalam masyarakat, negara-bangsa dan alam
lingkungannya. Jika ini terjadi, manusia yang tidak amanah telah berlaku zalim;
tidak hanya karena mengkhianati amanah itu sendiri, tapi juga karena kerusakan
akibat sikap dan perilaku khianatnya.
Jika kita mau jujur, banyak kerusakan di dalam
masyarakat, bangsa, dan negara kita sekarang ini bersumber dari sikap dan
perilaku yang tidak menjalankan amanah; dan sebaliknya terus khianat.
Masyarakat kita dipenuhi kemunafikan. Jika ibadah puasa seyogianya
menimbulkan dampak positif bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, tidak
bisa lain, sikap dan perilaku amanah mesti ditegakkan. Selama kekhianatan
dan kemunafikan merajalela, selama itu pula kerusakan yang merendahkan martabat
bangsa tetap bertahan.
Azyumardi Azra
Penulis adalah Direktur Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar