Menukil kisah dari Syekh Ahmad Abdul Rahim Abdul Bar dalam
Ceramah Ramadhan Di Hadapan Raja Maroko (Durus Hasaniyah) dikatakan bahwasanya
pada suatu malam, seorang perempuan tua menyenandungkan sebuah syair di
sepertiga malam pada masa Khalifah Umar bin Khathab RA.
Perempuan tua itu hidup sendirian dan tidak lagi memiliki
sanak saudara di rumahnya. Umar bin Khathab yang sedang mengadakan inspeksi
malam itu, melihat cahaya yang masih menyala dari rumah tersebut.
Umar mencoba mendekat dan sayup-sayup terdengar senandung
syair merdu dari penghuni rumah itu. Umar penasaran akan bait-bait syair yang
dilantunkan dan mendengarkannya dengan seksama:
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Semoga rahmat senantiasa terlimpah kepadanya dari
orang-orang baik lagi suci
Sungguh engkau telah menjadi panutan yang menangis dalam
kesepian
Aduhai betapa rambutku terus memanjang
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di
rumah (akhirat)
Umar RA terperanjat mendengar lantunan syair indah ini yang
tiba-tiba terasa telah melapangkan dadanya. Ia lalu duduk di samping pintu
rumah tersebut dan mendengarkan kembali lantunan syair yang didendangkan. Tidak
terasa, tiba-tiba Umar meneteskan air mata memaknai rangkaian syair kesedihan
yang sekaligus mengandung doa dan harapan tersebut.
Kepada Muhammad terlimpahkan doa kebaikan
Penghias orang-orang baik dan tuan orang-orang terpilih
Penggunaan rangkaian huruf "ta" dan "ha"
bertasdid (ketat) dan "ta" sukun dan "ha" bertasdid serta
huruf-huruf yang dipanjangkan dalam syair Arab tersebut merupakan aliansi
terbuka yang merefleksikan gabungan antara kesedihan hati dan kegembiraan.
Untaian syair tersebut berbeda dengan kata-kata Istri
Firaun, yang bersedih di bawah ancaman cambuk dan bunga api, karena paduan
"tasydid, huruf "ta", dan "ha" yang terdapat di
dalamnya merupakan aliansi tertutup, yaitu aliansi kesedihan.
Istri Firaun berkata, "Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku
sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan
selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum
yang zalim." (QS. At-Tahrim: 11).
Umar yang tak kuasa menahan tangis terpaksa berkata kepada
perempuan tua itu di depan pintunya, "Teruskan! Teruskan alunan syairmu,
wahai saudariku".
Perempuan tua itu bertanya, "Siapa di situ?"
Umar menjawab, "Ini Umar bin Khathab, Amirul Mukminin.”
Perempuan tua itu melanjutkan pertanyaannya, "Apa yang
Engkau inginkan?"
Jawab Umar, "Aku mendengar syair yang engkau lantunkan
yang memuji dan mendoakan Rasulullah SAW, masukkanlah nama Umar di dalamnya,
jangan lupa Umar di dalam syair tersebut."
Lantas perempuan tua itu mengulang syairnya dan memasukkan
nama Umar bin Khathab RA di pengujung syairnya dengan menyatakan:
Dapatkah aku berkumpul dengannya yang menjadi kekasihku di
rumah (akhirat). Dan Umar, berilah ampunan-mu wahai Tuhan Yang Mahapengampun
Ternyata lantunan syair tersebut bukan saja melapangkan dada
Umar bin Khathab dan membuatnya terkesima, melainkan menjadikan perempuan tua
itu dapat menggembirakannya dari kesedihan; membebaskannya dari keterasingan
kesendirian; mendekatkannya pada pribadi yang dicintainya (Rasulullah SAW);
menyelamatkannya dari pikiran buruk setan, menyibukkan dirinya dalam kebaikan;
dan mendekatkannya pada ketaatan dan rida Tuhan. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar