Makkah dengan Masjid Al-Haram dan Madinah dengan Masjid
Nabawi merupakan dua wilayah yang memiliki keutamaan tertinggi di banding
tempat mana pun di dunia.
Hal itu karena Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah
kalian melakukan bepergian kecuali ke tiga masjid; Masjid Al-Haram, Masjidku
ini, dan Masjid Al-Aqsha." (HR.
Bukhari-Muslim).
Namun keutamaan dua kota tersebut tidak semata-mata karena
sabda Rasulullah SAW, melainkan karena di kedua wilayah tersebut terdapat
"tanah haram" dengan status wilayah aman dan diharamkan peperangan di
dalamnya.
Keharaman Makkah ditegaskan oleh Nabi Ibrahin AS dan
keharaman Madinah ditegaskan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya,
"Sungguh Ibrahim telah mengharamkan Makkah, dan aku mengharamkan Madinah,
di antara tepinya, janganlah ditebang kayu berdurinya dan diburu binatang
buruannya." (HR. Muslim).
Keutamaan Makkah juga terletak pada keutamaan Masjid Al-Haram khususnya tidak
terputusnya manusia yang melakukan thawaf di sekitar Ka'bah hingga hari kiamat
dan thawafnya jutaan malaikat di Bait Al-Makmur, tepat di atas Ka'bah. (QS. At-Thur: 1-4). Sedangkan keutamaan
Madinah terletak pada keutamaan Masjid Nabawi khususnya kemuliaan Raudhah yang
menjadi taman-taman surga.
Keutamaan Makkah dan Madinah terletak pula pada bebasnya
kedua wilayah tersebut dari pengaruh Dajjal, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Tidaklah setiap negeri melainkan Dajjal akan menginjakkan kakinya di sana
kecuali Makkah dan Madinah." (QS.
Bukhari-Muslim).
Lebih jauh lagi, keutamaan Makkah dan Madinah juga terletak
pada banyaknya keberkahan yang terdapat di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda,
"Madinah banyak menyimpan kebaikan dan menghilangkan keburukan sebagaimana
api menghilangkan kotoran pada perak."
(HR. Muslim).
Bahkan di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa
orang-orang yang menanggung kesusahan di kedua wilayah tersebut atau meninggal
di dalamnya akan mendapat jaminan syafaat dari Rasulullah SAW. (HR. Muslim).
Penelitian Yassin al-Syauk tahun 2008 dengan gagasan
pemunculan "Jam Makkah" menyebutkan bahwa wilayah Makkah merupakan
pusat poros bumi. Oleh karenanya, waktu Makkah merupakan patokan waktu
internasional yang tepat secara ilmiah, sehingga gagasan "Jam Makkah"
yang arah jarumnya bergerak ke kiri disesuaikan dengan gerakan orang-orang yang
melakukan thawaf yang disinyalir sejalan dengan fitrah perputaran gerakan
seluruh planet.
Atas dasar berbagai keuatamaan kedua kota tersebut, maka
sebagian ahli fikih mensyaratkan ihram dari Miqat setiap kali memasuki Kota
Makkah. Tindakan tersebut dilandasi oleh sikap penghormatan dan pemuliaan
terhadap Masjid Al-Haram. Tentu sikap tersebut merupakan tindakan mulia pada
tempat yang istimewa.
Namun yang perlu dipahami adalah bahwa syarat ihram tersebut
tidak bersifat mutlak karena di dalam hadis riwayat Imam Muslim diceritakan
bahwa Rasulullah SAW pernah memasuki Makkah dengan tanpa ihram. Terlebih lagi
tidak ada satu hadis pun apalagi ayat Alquran yang mensyaratkan ihram dari
miqat, kecuali bagi mereka yag hendak melakukan ibadah haji maupun umrah.
Dengan demikian pandangan mayoritas ulama fikih yang
membolehkan masuk Makkah tanpa ihram bagi yang tidak berniat haji maupun umrah
merupakan pandangan umum dan diikuti serta memberi kemudahan bagi semua pihak,
sebab banyak orang masuk Makkah untuk keperluan berdagang, menyopir,
mengantarkan kerabat, bekerja dan lain sebagainya.
Namun mereka yang masuk Makkah dengan ihram dari miqat
berarti memuliakan posisi Masjid Al-Haram dan tentunya berhak mendapat pahala
yang besar dari Allah SWT. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar