Haji Akbar





Di kalangan kaum Muslimin terdapat pendapat umum yang menyebutkan bahwa apabila hari Arafah jatuh pada hari Jumat maka ibadah haji mereka bertepatan dengan haji akbar.

Jika kita merujuk kepada Alquran, maka haji akbar adalah haji terakhir Rasulullah SAW tahun ke-10 hijriyah. (QS. At-Taubah: 3). Memang saat itu hari Arafah jatuh pada hari Jumat. Sehingga tidak terlalu salah menganalogikan saat itu dengan saat ini, apalagi faktor dan unsurnya sama.

Namun lebih dari itu, substansi haji akbar sebenarnya adalah tidak diperkenankan lagi kaum musyrikin melakukan tawaf di Masjidil Haram setelah tahun ke-9 hijriyah. Kedua, diturunkannya wahyu terakhir Alquran yang berarti telah sempurnanya ajaran Islam.

Istilah haji akbar dan asghar sendiri berbeda-beda di kalangan ulama tafsir. Ibnu Shihab menukil pendapat Humaid bin Abdurrahman mengatakan bahwa yang disebut haji akbar adalah hari ke-10 Dzulhijjah (yaum an-nahr) karena pada hari tersebut pelaksanaan ibadah haji telah dilakukan dengan sempurna.

Sementara haji asghar menurut jumhur ulama sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani bisa berarti hari Arafah (9 Dzulhijjah) dan bisa pula berarti umrah.

Memang tidak dapat dimungkiri bahwa hari Arafah dan Nahr (9-10 Dzulhijjah) merupakan hari terbaik sepanjang tahun, semisal malam terbaik di malam Jumat dan Lailatul Qadar. Sedangkan Jumat adalah hari terbaik dalam hitungan satu pekan.

Jika dua keutamaan hari tersebut bertemu dan menyatu, maka tidak dapat dimungkiri akan melahirkan keutamaan baru yang besar dan dahsyat, di antaranya: bertemunya dua waktu yang mustajab, bertemunya dua hari raya mingguan dan tahunan, bertepatan dengan penghapusan Allah SWT atas dosa-dosa jamaah haji.

Juga bertepatan dengan wahyu terakhir Rasulullah SAW, bertepatan dengan waktu haji wada' Rasulullah SAW, bertepatan dengan akan terjadinya hari kiamat (Jumat), bertepatan dengan hari dikumpulkannya seluruh umat manusia di Mahsyar, dan bertepatan dengan hari pengumpulan Allah SWT bagi ahli surga.

Sehingga tidak ada yang salah dalam memanfaatkan bertemuanya dua momentum akbar dan istimewa tersebut untuk meninggikan kualitas ibadah yang kita lakukan. Yang penting untuk diluruskan adalah bahwa anggapan jika Arafah tepat hari Jumat berarti haji akbar, dibangun atas dasar qiyas (logika) dan tidak disandarkan pada Alquran dan as-Sunnah.

Dengan pengertian ini, diharapkan kaum Muslimin yang telah melaksanakan "haji fardlu" tidak berburu pelaksanaan haji lagi dengan anggapan haji akbar atas dasar pemikiran bertemunya dua keutamaan, sehingga pemikiran ekonomisnya menyatakan bahwa pahala ibadah haji tersebut menyamai 70 atau 72 kali haji biasa atau bahkan seakan-akan haji bersama Rasulullah SAW.

Hal tersebut karena jika bapak dan ibu haji mengharapkan pahala berlimpah, caranya tidak mesti dengan pelaksanaan ibadah haji yang kedua atau seterusnya, melainkan masih terdapat puluhan cara lain yang lebih elegan, progresif, serta bermanfaat bagi kemanusiaan dan sosial.

Di samping itu, memberikan kesempatan kepada mereka yang melaksanakan "haji fardlu" tentu merupakan pahala tersendiri bagi para pelaksana "haji sunnah", agar mereka yang "haji fardlu" dapat melaksanakan hajinya dengan penuh kekhusyukan, penghayatan, dan kenyamanan. Sebab kehadiran mereka di Tanah Suci menjadi kenangan paling manis sepanjang hidup. Wallahu a'lam.

Muhammad Hariyadi

Related Posts:

  • Menyegerakan Zakat Fitrah Syariat Islam memperkenalkan dua bentuk sedekah. Pertama, sedekah wajib meliputi zakat harta, zakat fitrah, dan kafaraat (kafaraat pembunuhan, zihar, berbuka puasa dengan sengaja di siang Ramadhan dan sumpah). Sedekah … Read More
  • Menjaga Persatuan Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin untuk bersatu menjadi umat yang kuat secara akidah dan berhubungan kemanusiaan atas dasar saling tolong menolong, bekerjasama dalam kebajikan dan menjauhkan diri dari meninggalkan aga… Read More
  • Pentingnya Sikap Istiqamah Kecerdasan akal merupakan karunia Allah dan modal untuk meraih tujuan dan cita-cita. Namun, modal tersebut belum cukup sebab kecerdasan akal harus dilengkapi dengan kecerdasan spiritual dan emosional. Betapa banyak sah… Read More
  • Menyegerakan Diri dalam Kebajikan Dunia memiliki tiga waktu; kemarin, hari ini dan esok hari. Kemarin dan waktu lampau tidak akan pernah kembali lagi, sehingga kita tidak mungkin meraihnya. Hari ini adalah hadiah Tuhan, sehingga mereka yang pandai mema… Read More
  • Nilai Sebuah Subyektivitas Manusia dilahirkan ke dunia dengan nilai subyektivitas yang dibawa oleh alam pikirannya. Subyektivitas tersebut muncul dari cara berpikir manusia yang diproses oleh akalnya. Mereka yang menggeluti dunia hukum memiliki … Read More

0 komentar:

Posting Komentar