Allah SWT memerintahkan kita untuk memetik pelajaran dari
peristiwa yang telah terjadi melalui firman-Nya, "Maka ambillah pelajaran
wahai orang-orang yang memiliki pandangan." (QS. Al-Hasyr: 2).
Orang-orang yang belajar dari kesalahan masa lalu, akan mendapatkan
pencerahan di masa mendatang. Prinsip ini terjadi dalam kehidupan para Rasul
yang diutus Allah ke bumi. Semula, para utusan tersebut menggunakan doa
pamungkasnya dalam menyelesaikan aneka krisis berat yang dihadapi.
Nabi Nuh AS
misalnya, menggunakan doa pamungkasnya untuk menenggelamkan kaum yang
menentangnya. Nabi Musa AS memanfaatkan doa pamungkasnya untuk menyelamatkan
diri dari kejaran Firaun beserta bala tentaranya.
Namun memasuki era Ibrahim
AS, doa pamungkas para Rasul tidak lagi dipergunakan untuk membinasakan
para penentang, namun diserahkan urusannya kepada Allah SWT.
Perhatikanlah rintihan Ibrahim AS kepada Tuhannya pada saat
ia mengalami kesulitan yang sangat berat, "Ya Tuhan, berhala-berhala itu
telah banyak menyesatkan manusia. Barang siapa mengikutiku, maka orang itu
termasuk golonganku, dan barang siapa mendurhakaiku, maka Engkau Mahapengampun,
Mahapenyayang." (QS. Ibrahim: 36).
Perhatikan pula rintihan Nabi Isa AS dalam sebuah doanya, "Jika Engkau menyiksa mereka,
maka sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni
mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. Al-Ma'idah: 118).
Dua ayat terakhir memberikan kesan mendalam bagi Rasulullah SAW, sehingga pada saat
membacanya beliau menangis tersedu seraya berkata, "Umatku! Umatku! Umatku!".
Rasul SAW mengulang bacaan kedua ayat tersebut dan kembali
air matanya mengucur, sehingga Allah SWT mengutus Jibril untuk menanyakan
gerangan apa yang terjadi.
Setelah Jibril datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW,
beliau menjawab, "Umatku! Umatku! Umatku! Ibrahim AS mengharapkan kebaikan
bagi umatnya dan berdoa melalui ayat tersebut. Demikian pula Nabi Isa AS.
Bagaimanakah dengan umatku?" kata Rasulullah SAW sambil tetap menangis.
Jibril kemudian memberitahukan perihal tersebut kepada Allah
SWT dan Allah memerintahkannya, "Wahai Jibril, pergilah lagi kepada
Muhammad dan katakan kepadanya, ‘Sungguh kami akan memuaskan umatmu dan tidak
akan menyakitinya untuk selamanya’.”
Demikianlah gambaran mengenai beban dan kesulitan yang
dipikul Rasulullah SAW dalam upaya memelihara kepentingan umat. Sehingga di
dalam menyelesaikannya beliau telah mengambil pelajaran dari para rasul
pendahulunya dan berpikir demi dunia dan akhirat serta tidak ingin sekedar menyerahkan
urusannya kepada Tuhan, melainkan berupaya mendapat jaminan-Nya bahwa umatnya
tidak akan mengalami kehancuran yang besar dan dahsyat.
Oleh karenanya, ketika para sahabat di antaranya Umar bin
Khatab bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai mengapa beliau tidak menggunakan
doa pamungkasnya di dunia, beliau menjawab dengan jawaban yang impresif,
"Aku menggunakan doaku (doa pamungkas) untuk kepentingan pemberian
pertolongan (syafaat) bagi umatku, nanti pada hari kiamat.”
Masya Allah, betapa jauh cara berpikir Rasulullah SAW. Cara
berpikir yang didasari cinta murni kepada umatnya. Cinta kemanusiaan sejati
yang jauh dari kekerasan. Cinta kemanusiaan murni yang membentengi kepentingan manusia
dan menyelamatkan jiwa. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi,
0 komentar:
Posting Komentar