Asal muasal penikahan adalah kebahagiaan. pertama Hal itu karena dua
orang yang menikah berarti telah memenuhi fitrah kemanusiaannya dengan menjalin
hubungan biologis, fisik dan rohani bersama pasangannya.
Dengan kata lain, mereka yang telah menikah berarti telah
memenuhi hukum alam (sunnatullah) sebagai manusia. Allah SWT berfirman,
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya…” (QS. Ar-Rum: 21).
Kedua, nikah merupakan pelestarian sunah Rasulullah SAW. Dan
barang siapa melestarikan sunahnya berarti ia masuk dalam golongannya, dan
barang siapa yang tidak melakukannya tidak masuk dalam golongannya.
Rasulullah SAW bersabda, "Nikah merupakan sunahku, dan
barang siapa membenci sunahku berarti ia tidak masuk dalam golonganku." (HR. Muslim).
Nikah menjadi sunah Rasulullah SAW karena pernikahan
bertujuan memperbanyak keturunan. Maka bagaimana mungkin memakmurkan dan
meramaikan kehidupan di bumi demi kemaslahatan bersama, jika cara memperbanyak
keturunan dengan jalan yang bukan melalui pernikahan?
Ketiga, mereka yang telah menikah diberkahi Allah SWT dan
akan diberikan kemampuan melalui karunia-Nya. Allah SWT berfirman, "Dan
nikahilah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang
yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), maha Mengetahui." (QS. An-Nur: 32).
Keempat, mereka yang telah menikah berarti telah
menyempurnakan separuh dari agamanya karena memiliki tanggung jawab keluarga,
bukan sekedar tanggung jawab sendiri seperti sebelumnya.
Rumah tangga dalam konteks ini merupakan komunitas terkecil
dalam suatu masyarakat yang memiliki fungsi penting dan vital bagi kehidupan
bersama. Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu." (QS. At-Tahrim: 6).
Namun mengapa kadang-kadang pernikahan hanya seumur jagung?
Mengapa pula kebahagiaan nikah hanya sebatas pada resepsi pernikahan? Mengapa
percekcokan dan pertengkaran kerap mewarnai kehidupan rumah tangga?
pertama Rasulullah SAW menjelaskan kepada kita empat kriteria yang
menjadi sebab dan kecenderungan terjadinya pernikahan serta mengajarkan untuk
mengutamakan satu dari empat kriteria tersebut, namun kita terkadang tidak
mengindahkannya.
Rasulullah SAW bersabda, "Perempuan dinikahi karena
empat perkara: hartanya, garis keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka
pilihlah yang memiliki pengetahuan agama yang baik, yang akan member
keselamatan kepadamu."
Kedua, intervensi pihak lain dari mana pun asalnya tidak
jarang menjadi penyebab retaknya rumah tangga. Biarkanlah suami-istri melakukan
adaptasi, mengatasi masalah dengan caranya sendiri, membangun kebersamaan dalam
suka dan duka, niscaya mereka akan menemukan solusi-solusi baru dalam
memecahkan permasalahan yang ada.
Ketiga, berusaha untuk saling mencintai dan menyayangi,
menghormati dan mengalah, menjaga perasaan dan memuji, serta sikap-sikap mulia
lainnya merupakan beberapa sikap yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam menjadi
kelanggengan kehidupan rumah tangga.
Demikianlah, pernikahan yang harusnya melahirkan kebahagiaan
demi kebahagiaan, bukan kesedihan demi kesedihan karena ia berarti berjalan di
atas fitrah kemanusiaan dan memenuhi perintah Tuhan. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar