Shafar adalah bulan baik dan mulia, sebagaimana sebelas
bulan lainnya yang telah ditetapkan Allah SWT dalam hitungan satu tahun.
Kebaikan bulan tersebut menurut Dr Taisir Rajab Al Tamimi
terletak pada eksistensi bulan tersebut sebagai bulan Allah yang diperbolahkan
bagi manusia untuk melakukan perbuatan apa saja dengan catatan kebaikan dan
takwa.
Adapun anggapan yang memandang bulan shafar sebagai bulan
kesialan dan tidak menguntungkan yang mengakibatkan sekelompok orang tidak
berani melakukan akad nikah dan bepergian di bulan Shafar, merupakan pandangan
tanpa dasar kuat yang tidak lain merupakan sisa-sisa kepercayaan kaum
Jahiliyah.
Mereka jika hendak bepergian memiliki kebiasaan melemparkan
burung ke udara dan mempercayainya bahwa jika burung tersebut terbang ke arah
kanan maka mereka jadi bepergian dan jika burung tersebut terbang ke arah kiri,
maka mereka menunda rencana bepergian.
Betapa menyulitkan tradisi tersebut, jika hingga kini masih
ada yang melestarikannya. Pasalnya, bukan hanya akan mengganggu kegiatan
kemanusiaan secara menyeluruh, melainkan juga menunda banyaknya kebajikan yang
seharusnya dapat dilakukan.
Apalagi, binatang, alam dan segala yang ada di dunia ini
diciptakan dan ditundukkan bagi manusia agar dapat melaksanakan fungsi
kepemimpinan dan memakmurkan bumi.
Namun demikian, dewasa ini tindakan serupa masih terjadi,
walaupun obyeknya bukan lagi manusia. Penggunaan Paul Si Gurita, Onta, Babi,
Sapi, Burung, dan binatang lain untuk memprediksi kemenangan pertandingan sepak
bola merupakan kegiatan naif yang menumpulkan akal manusia.
Kebanyakan manusia menyadari bahwa kegiatan tersebut sekedar
mencari sensasi karena keakuratannya tidak valid sebab sumberdaya binatang
hanya terletak pada instingnya. Bagaimana mungkin akal manusia yang istimewa
tunduk pada insting binatang yang alakadarnya?
Dalam rangka mengarahkan kepercayaan yang salah menjadi
benar, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada 'adwa (penularan penyakit tanpa
seizin Allah), thiyarah (kepercayaan pada burung yang membawa kesialan), hammah
(kepercayaan burung hantu yang hinggap di atas rumah sebagai pertanda kematian)
dan Shafar (kesialan di bulan shafar)." (HR. Bukhari Muslim).
Maksud dari hadis tersebuat adalah peniadaan segala bentuk
kepercayaan pada makhluk baik berupa penyakit, benda (jimat), binatang, bulan
tertentu dan semacamnya yang dipandang membawa kesialan atau mara bahaya. Hal
tersebut karena, pertama: Allah-lah
yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi
sesuai dengan takdir-Nya. (QS. Yunus:
31-33). Tanpa izin Allah, tentu semua kepercayaan itu hanya pepesan kosong
belaka.
Kedua, Rasulullah
SAW mengganti kepercayaan buruk dengan cara berpikir positif bahwa yang
bermanfaat bagi manusia terhadap sesamanya dan Allah SWT adalah berpikir baik
dan positif dalam bentuk perkataan baik sebab perkataan baik merupakan representasi
pikiran yang baik.
Ketiga,
berkeyakinan bahwa tidak ada yang dapat membahayakan manusia selama dirinya
mengingat terus Allah dan berpegang teguh pada agama-Nya. Rasulullah SAW
bersabda, "Barang siapa yang dipalingkan dari keperluannya oleh perasaan
bernasib sial, maka sungguh dia telah bersuat syirik."
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa penebus
perasaan itu." Beliau menjawab, "Salah seorang dari kalian
mengucapkan, ‘Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu. Tidak ada
kesialan kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan
selain-Mu’." (HR. Ahmad).
Dari petunjuk Rasulullah SAW tersebut tampak jelas bahwa
tidak manusia, benda, binatang, hari maupun bulan yang membuat diri kita
menjadi sial, kecuali kesialan yang kita ciptakan sendiri dalam bentuk
perbuatan buruk, dosa dan melanggar aturan agama. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar