Namun, opsi pandangan ini bisa disanggah. Kata al-rijal di
dalam Alquran tidak selamanya berarti laki-laki secara biologis.
Kata al-rijal bisa juga berarti gender maskulin (QS Al-Baqarah [2]: 282), orang tanpa
membedakan laki-laki atau perempuan (QS
Al-A’raf [7]: 46), nabi atau rasul (QS
Al-Anbiya’ [21]: 7), tokoh yang memiliki sejumlah kapasitas (QS Yaasin [36]: 20), dan budak (QS Az-Zumar [39]: 29).
Opsi kedua menganggap adanya kemungkinan nabi perempuan.
Pendapat inilah yang didukung Ibnu Hazm, dengan penjelasan bahwa nubuwwah
berasal dari kata inba’, berarti ‘berita atau informasi’.
Nabi adalah orang yang memperoleh informasi dari Tuhan.
Informasi ini dibedakan ke dalam beberapa tingkatan, antara lain informasi
berupa wahyu kepada para nabi, ilham kepada para wali, taklim kepada para awam,
dan thabi’ah berupa informasi kepada segenap makhluk, termasuk binatang,
sebagaimana halnya lebah (QS aA-Nahl
[16]: 68).
Ibnu Hazm membedakan antara kenabian (nubuwwah/prophecy),
keraguan (dzann), ilusi (tawaahum/illution), (kahana/divination), dan astrologi.
Wahyu yang turun kepada seseorang biasanya mempunyai cara
atau proses. Pertama, wahyu melalui perantara malaikat Jibril dan yang kedua
wahyu yang turun langsung kepada seseorang tanpa wasilah.
Wahyu yang turun kepada perempuan menurut Ibnu Hazm, antara
lain Maryam diberi tahu akan lahirnya seorang bernama Isa dari rahimnya (QS Maryam [19]: 17- 19,
Al-Maaidah [5]: 75, dan Yusuf [12]:
46).
Selain Maryam, putra Imran juga dikemukakan ibunda Isa,
serta Asiah, putri Muzahim yang juga menjadi istri Firaun diindikasikan pula
sebagai nabi, mengingat intensifnya pemberitaan Alquran tentang figur ideal
perempuan tersebut.
Istri Nabi Ibrahim diberi tahu melalui Jibril bahwa dirinya
akan memperoleh anak (QS Hud [11]:
71-73). Ibu Nabi Musa yang diperintahkan oleh Allah agar meletakkan anaknya
di sungai dan diberi tahu bahwa anaknya nantinya akan menjadi nabi (QS Al-Qashash [28]: 7 dan QS Thaha [20]: 38).
Nasarrudin Umar
0 komentar:
Posting Komentar