Allah SWT adalah Tuhan yang Mahapenyayang, sehingga menerima
tobat orang-orang yang melakukan perbuatan keji (QS. An-Nisa': 17); kejahatan (QS.
An-Nisa': 18); pembunuhan (QS.
An-Nisa': 92); kesalahan (QS.
Asy-Syura: 25); dan pelanggaran terhadap larangan-Nya.
Secara garis besar, semua bentuk pelanggaran tersebut akan
diampuni oleh Allah SWT selama memenuhi tiga persyaratan, yaitu berhenti dari
perbuatan jahat, menyesali sungguh-sungguh perbuatan yang dilakuka, dan tidak
akan mengulanginya pada masa yang akan datang.
Di dalam Surah An-Nisa, Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang
melakukan kejahatan, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang
diterima Allah. Allah Mahamengetahui, Mahabijaksana.”
“Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang
melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) dia mengatakan, ‘Saya benar-benar bertobat sekarang.’ Dan
tidak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di
dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang
pedih." (QS. An-Nisa': 18-19).
Ayat di atas paling tidak mengandung tiga perkara. Satu
perkara berkaitan dengan diterimanya tobat dan dua perkara lainnya berkaitan
dengan tobat yang ditolak. Pertama, mereka yang diterima tobatnya adalah yang
melakukan kejahatan, lalu menyadari kejahatannya dan segera bertobat.
Mayoritas ahli tafsir menegaskan bahwa arti segera di dalam
kalimat tersebut berarti secepatnya bertobat setelah melakukan kejahatan sebab
orang yang cerdas adalah mereka yang segera bertobat setelah melakukan
kejahatan, tidak mengakhirkannya karena dapat menyebabkan hatinya bertambah
keruh, jiwa menjadi lemah, dan dipermainkan hawa nafsu, disamping setiap orang
tidak mengetahui kapan ajalnya tiba.
Kedua, Allah SWT tidak menerima tobat seorang hamba yang
dilakukan menjelang ajal tiba. Mereka yang terbiasa bergelimang dosa tanpa
penyesalan dan kemauan bertobat selama hidupnya memanfaatkan kesempatan
(bertobat) dalam kesempitan (datangnya ajal), namun Allah SWT menolaknya dengan
alasan tobatnya dilakukan dalam kondisi darurat, bukan dalam kondisi normal dan
banyak pilihan.
Allah SWT mengulang beberapa kali firman-Nya dalam kasus
tersebut, salah satunya berkaitan dengan Fir'aun, "... ketika Fir'aun
hampir tenggelam dia berkata, aku percaya bahwa tidak ada tuhan selain Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang muslim
(berserah diri)." (QS. Yunus: 90).
Ketiga, mereka yang tidak diterima tobatnya adalah
orang-orang yang telah mati dalam kekafiran atau tidak membawa keimanan. Hal
tersebut karena kematian berarti penutupan pintu harapan perbaikan disamping
kekafiran berarti peniadaan eksistensi Tuhan.
Dalam ayat tentang kekafiran (kemusyrikan), Allah SWT
berfirman, "Sungguh, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki... " (QS. An-Nisa': 116).
Maka sepanjang Allah SWT masih memberikan umur dan
kesehatan, hendaknya seorang mukmin menyegerakan diri menuju ampunan Allah
dengan bertobat dan meminta maaf kepada sesama sebelum pintu tobat benar-benar
tertutup baginya. Hal tersebut karena mensegerakan tobat merupakan salah satu
karakter orang-orang yang bertakwa.
"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan
mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi
orang-orang yang bertakwa." (QS.
Ali Imran: 133). Dan tiadalah orang yang bertakwa, kecuali Allah akan
membalasnya dengan surga. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar