Bukan
silaturrahmi jika kita mendatangi rumah seseorang yang bukan keluarga, tak ada
hubungan nashab sama sekali. Silaturrahmi itu hanya berlaku untuk upaya
kita menyambung kembali hubungan dengan orang-orang yang memiliki
hubungan darah dengan kita, baik dari jalur ayah maupun ibu. Adapun jika kita
mendatangi rumah seseorang, maka itu hanya merupakan kunjungan (ziarah)
biasa, sebagaimana berkunjungnya seseorang ke rumah teman atau guru. Hanya
saja, di negeri ini kata ziarah sudah terlanjur sangat melekat dengan kubur
karena seringnya orang menyebut secara berurutan, yakni ziarah kubur. Ketika
saya masih tinggal di Jombang, kata ziarah sering digunakan untuk menyatakan
maksud berkunjung. Tetapi setelah di Yogya, kata ziarah sudah sangat jarang
terdengar.
Maka, sebelum
berbincang tentang fadhilah silaturrahmi, kita perlu kembalikan kepada
makna silaturrahmi yang dimaksud dalam Islam. Ini penting karena sekarang
semakin bergeser jauh dari maknanya. Politisi, tokoh masyarakat dan apalagi
trainer wirausaha, sering menggunakan kata "silaturrahmi" sesuai
kepentingan masing-masing. Jauh lebih aman, sebenarnya, menggunakan istilah
lain agar umat ini tidak semakin asing dengan pengertian sesungguhnya sesuai
maksud syari'at. Apalagi jika pemahaman justru sampai bertentangan dengan
syari'at.
Mari ingat
sejenak sabda Nabi Muhammad shallaLlahu 'alaihi wa sallam tentang silaturrahmi
ini. Beliau bersabda:
لَيْسَ
الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ
وَصَلَهَا
"Bukan
silaturrahmi orang yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi
silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang
sudah terputus." (Muttafaqun
'alaih).
Nah. Jadi bukan
silaturrahmi kalau kita mendatangi rumah sahabat kita. Bukan silaturrahmi
namanya ketika kita berkunjung ke rumah seseorang untuk merayu agar ia mau
menjadi anggota dari perkumpulan kita. Bukan pula silaturrahmi ketika kita
bersibuk mendekati seseorang agar mau beli produk kita atau mau menjadi down-line
di MLM. Bukan. Itu bukan silaturrahmi.
Melalui
kegiatan mengunjungi rumah orang-orang yang kita dekati, memang kita bisa
membentuk jaringan (business network) sehingga usaha kita berkembang.
Tetapi janganlah memperalat istilah syari'at untuk sesuatu yang tidak dimaksudkan
oleh syari'at.
Berkunjung ke
rumah orang-orang yang shalih di antara teman maupun guru kita serta duduk
bersama mereka sangat besar kebaikannya. Tetapi ini bukan termasuk
silaturrahmi. Ini merupakan bab yang berbeda.
Silaturrahmi
sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadis itulah yang akan berlimpah keutamaan.
Sedangkan memutus silaturrahmi merupakan keburukan yang sangat besar. Tentang
keutamaan silaturrahmi, mari kita ingat sabda Nabi Muhammad shallaLlahu
'alaihi wa sallam:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barangsiapa
yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung tali silaturrahmi." (Muttafaqun 'alaih).
Ada banyak sebab
yang menjadikan hubungan kekerabatan terputus. Bisa karena konflik, baik yang
terjadi pada masa kita atau bahkan kita sendiri turut terlibat di dalamnya (na'udzubillahi
min dzalik) atau konflik di masa lalu yang terjadi pada generasi orangtua
kita atau sebelumnya. Dapat terjadi juga, putusnya silaturrahmi bersebab
terlalu jarangnya tidak bertemu atau bahkan sampai tidak saling mengenal muka
dan nama. Saat ini misalnya, ada banyak keluarga yang tinggal di Jeddah dan
menjadi warga negara Arab Saudi, tetapi saya tidak mengenalnya lagi. Begitu
pula di Malaysia dan Singapura. Mereka berpindah atau mukim di sana semenjak
generasi orangtua saya, sebagiannya sejak generasi kakek saya. Nah, mengunjungi
mereka untuk menjalin hubungan kekerabatan yang telah terputus inilah makna
dari silaturrahmi.
Banyak
keutamaan silaturrahmi. Tetapi ini tidak berarti silaturrahmi akan selalu
berbuah sambutan hangat dan penerimaan yang baik. Ini semua bukan urusan kita.
Andai kerabat kita menyambut kita dengan ketus, maka bersabar terhadapnya
merupakan kebaikan. Ketusnya sambutan bukan penghapus keutamaan. Yang menjadi
pegangan kita adalah: silaturrahmi merupakan sunnah Nabi shallaLlahu 'alaihi
wa sallam. Bersama sunnah ada barakah. Maka urusan kita adalah menjalankan
sunnah. Bukan memperkirakan sambutan yang akan diterima.
Urusan kita
adalah: menjaga diri agar tidak termasuk orang yang memutuskan hubungan
kekerabatan. Dan seburuk-buruk pemutusan hubungan kekerabatan adalah terhadap
orangtua.
أَلَا
أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قُلْنَا بَلَى يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
”Maukah kalian
aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?” Beliau
mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para shahabat menjawab: ”Mau,
ya Rasulallah,” Nabi bersabda: ”Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada
kedua orang tua.” (HR. Bukhari).
Mungkin ada di
antara kita yang kecewa terhadap perilaku atau perlakuan sebagian orangtua.
Tetapi ini tidak dapat menjadi sebab bagi kita berlaku buruk terhadap mereka.
Kita mungkin kecewa, tetapi bersabar dan ridha atas apa yang terjadi --jika
sekiranya orangtua memang memiliki akhlak yang tidak patut (na'udzubillahi
min dzalik)-- merupakan kebaikan. Wallahul musta'an.
Wallahu a'lam
bish-shawab.
Semoga
bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar