Oleh: Mohammad
Fauzil Adhim
Jika senyum
yang mengembang tak lagi meneduhkan hati, bertanyalah sejenak, apakah yang
terjadi? Atas hati yang saling menjauh, periksalah!
Jika komunikasi
sudah kita lakukan dengan baik, memuji suami pun tak lalai mengucapkannya, tapi
tiap pertemuan terasa hambar? Periksalah! Tengoklah bagian terdalam dari
dirimu, bagian yang engkau sendiri tak dapat mengelabuinya. Inilah yang
senantiasa perlu kita ikhtiarkan.
Renungilah
sejenak sabda Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam:
"الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ
مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ"
“Ruh-ruh adalah
seperti tentara yang berbaris-baris, maka yang saling mengenal akan bersatu
& yang saling mengingkari akan berselisih.” (HR. Bukhari & Muslim).
Maka jika
senyuman tak lagi menenteramkan dan genggaman tangan yang erat tak lagi
menguatkan, periksalah! Mungkin ada yang berubah pada ruhani kita; perubahan
yang demikian besar dan mendasar, sehingga saling menjauh, meski senyuman tetap
mengembang.
Maka jika malam
ini tidur bersanding serasa bertemu orang asing, padahal tak ada pertikaian
yang terjadi maupun keributan yang tersulut, periksalah! Jangan-jangan
orientasi hidup kita telah berubah. Tak sekedar berubah, ia bahkan bergeser
jauh. Yang satu menuju taqwa, yang satu mengarahkan diri untuk menjadikan dunia
sebagai hasrat terbesar (hammah/passion). Boleh jadi sama perkataan yang
keluar, tapi amat berbeda niat dan orientasi yang mendasari keduanya, sehingga
tanpa terasa ruh kita saling mengingkari.
Inilah masa
ketika senyuman tak lagi meneteramkan, komunikasi yang baik tak lagi
mempersatukan dan saling melayani tak lagi menyejukkan. Inilah masalah yang
psikolog tak akan sanggup mengurainya. Tak ada jalan untuk mendekatkan hati
yang berjauhan, kecuali dengan memperbaiki diri.
Mari sejenak
kita renungi ucapan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa 'alaa `alihi wa
shahbihi wa sallam:
"مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فِي الله جل وعز أو في الإِسْلامِ
, فَيُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا إِلا بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا"
“Tak akan
berpisah dua orang yang saling berkasih sayang karena Allah Jalla wa ‘Azza
atau karena Islam, kecuali disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh salah
seorang di antara keduanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad).
Maka, kalau
benar engkau mencintai suamimu, ingatkanlah ia agar senantiasa dalam takwa.
Nasehati ia sepenuh cinta. Maka, jika engkau benar-benar mencintai suamimu,
jagalah agar ia tak membawa pulang rezeki untukmu dan anak-anakmu, kecuali yang
halal.
Maka, jika
benar engkau mencintai suamimu, sebutlah ia dalam do'amu. Mohonkanlah keteguhan
iman baginya. Ataukah, tiada lagi cinta itu? Berikanlah hadiah terbaik bagi
istrimu berupa nasehat taqwa beriring do'a tulus untuknya. Ataukah kita telah
demikian bertumpuk dosa sehingga mendo'akan saja tak mampu? Sedemikian dalam
dosa kita sehingga keluh lidah untuk menasehatinya mengingat diri lebih banyak
yang tercela dibanding taqwa.
0 komentar:
Posting Komentar