Perkara yang tampaknya sepele,
tetapi paling sulit kita tegakkan adalah niat ikhlas karena Allah Ta’ala dan
bertujuan hanya untuk meraih ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal niat merupakan
perkara penting yang dengannya nilai amal ditentukan.
Begitu pula dalam menuntut ilmu,
niat merupakan aspek tak terlihat yang sangat berpengaruh terhadap apa yang
akan mereka peroleh selama belajar. Itu sebabnya, pendidik harus senantiasa
mengingatkan mereka dengan penuh kesungguhan dan kreativitas. Seorang pendidik
membangun niat pada peserta didik agar mereka siap menjadi murid, yakni pribadi
yang secara aktif berkeinginan sangat kuat terhadap kebaikan, kebenaran dan
ilmu. Bukan sekadar mendengar, menerima dan mengingat atau mencerna saja.
Sejak kapan kita kenalkan anak
dengan masalah niat? Sejak jenjang paling awal pendidikan mereka. Lalu kita
berusaha menumbuhkan pada diri mereka niat ikhlas itu tahap demi tahap. Kita
menumbuhkan, membangun, menguati, dan merawat niat itu dengan penuh kesungguhan
karena niat merupakan masalah yang paling menentukan. Pada saat yang sama, kita
perlu kreatif dalam menata niat pada diri murid-murid kita karena sesuatu yang
bersifat rutin untuk jangka panjang akan terasa hambar jika kita ingatkan
dengan cara yang sama setiap saat.
Mari kita ingat sejenak sabda Nabi
shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tentang betapa pentingnya niat, “Sesungguhnya
amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu
mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah
dan Rasul-Nya, maka pahala hijrahnya adalah pahala hijrah karena Allah dan
Rasul-Nya. Barangsi¬apa berhijrah karena ingin mendapat dunia atau karena
wanita yang akan ia nikahi, maka ia hanya akan men¬dapatkan apa yang dituju.”
(Riwayat Bukhari & Muslim).
Khusus terkait niat menuntut ilmu,
Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mencari ilmu
yang seharusnya ditujukan untuk mengharap wajah Allah ‘Azza wa Jalla, lalu
tidaklah dia mempelajarinya melainkan untuk mencari keuntungan dunia, maka dia
tidak akan mencium aroma surga.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah &
Al-Hakim).
Maka betapa celaka orang yang
bertekun-tekun menuntut ilmu tapi salah niat, meski yang ia tekuni adalah ilmu
dien. Padahal menuntut ilmu merupakan jalan yang memudahkan seseorang meraih
surga, sebagaimana sabda Nabi, “Dan barangsiapa yang meniti jalan untuk mencari
ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (Riwayat Muslim).
Lihatlah, betapa berbedanya. Sama
ilmu yang dipelajari, tetapi beda niat yang menggerakkannya, beda pula nilainya
di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Jika niat mencari ilmu lurus dan bersih karena
Allah Ta’ala, maka baginya ilmu yang penuh barakah; ilmu yang membawa kebaikan
bagi yang menguasainya dan bahkan bagi orang lain.
Di sisi lain, lurusnya niat dan kuatnya tekad berpengaruh besar terhadap pribadi murid agar siap berpayah-payah mengejar ilmu. Apa yang mereka dapati di kelas dan berbagai majelis ilmu boleh jadi tidak menyenangkan, cara mengajar guru datar-datar saja, tetapi mereka mampu menikmati proses mencari ilmu tersebut bersebab lurusnya niat dan kuatnya tekad.
Di sisi lain, lurusnya niat dan kuatnya tekad berpengaruh besar terhadap pribadi murid agar siap berpayah-payah mengejar ilmu. Apa yang mereka dapati di kelas dan berbagai majelis ilmu boleh jadi tidak menyenangkan, cara mengajar guru datar-datar saja, tetapi mereka mampu menikmati proses mencari ilmu tersebut bersebab lurusnya niat dan kuatnya tekad.
Pertanyaannya, apakah yang kita
lakukan untuk menumbuhkan, membangun, merawat, dan menguatkan niat anak didik
kita? Atau sudahkah kita tumbuhkan kesadaran pada diri mereka tentang niat
mencari ilmu?
Menghormati Guru dan Bersabar dalam Memungut Ilmunya
Imam
Syafi’i rahimahullah menasehati para penuntut ilmu, “Wahai saudaraku, ilmu
tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan
perinciannya: 1. kecerdasan, 2. semangat, 3. sungguh-sungguh, 4. biaya, 5.
bersahabat (belajar) dengan ustadz, 6. membutuhkan waktu yang lama.”
Merupakan tugas guru untuk
menumbuhkan pada diri anak kesadaran untuk mengerahkan kecerdasannya secara
optimal dalam menyerap ilmu dan mengambil manfaat dari penjelasan guru. Pada
saat yang sama, guru secara serius dan terencana membangkitkan semangat murid
untuk belajar; bukan semata mengajar dengan cara menarik, tetapi terutama
bagaimana murid memiliki semangat yang tak putus-putus, meski terik matahari
sedang menyengat. Tugas guru menumbuhkan semangat dalam diri anak. Bukan
sekadar karena suasana yang kondusif. Dan ini perlu dilakukan di awal anak
masuk sekolah, lalu merawatnya hingga masa-masa berikutnya sehingga anak yang
semula tidak bergairah di kelas, berubah menjadi sangat merindukan belajar
bersama guru.
Nah, jika semangat belajar sudah
tumbuh dengan baik, maka bekal berikutnya yang harus ditanamkan oleh guru
adalah kesediaan murid untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Inilah
bekal awal yang perlu mendapat perhatian utama dari guru dan lembaga
pendidikan. Di antara bentuk kesungguhan itu adalah kesediaan murid untuk
mendahulukan kepentingan pembiayaan belajar daripada pemenuhan keinginan atau
bahkan kebutuhan yang lain. Ini bukan berarti keberhasilan sekolah ditentukan
oleh biaya yang mahal, tetapi lebih kepada bagaimana murid bersedia menyisihkan
uangnya untuk menuntut ilmu lebih daripada pemenuhan keinginan terhadap
makanan, pakaian, dan lainnya. Terkait dengan ini, ada tugas penting yang perlu
dilakukan oleh guru bersama lembaga pendidikan untuk membekali murid dengan
kemampuan men-tasharruf-kan harta dengan tepat sesuai tuntunan syariat.
Wujud lain kesungguhan menuntut
ilmu adalah kesediaan meluangkan waktu yang lama dalam belajar. Kesadaran bahwa
tiap-tiap ilmu memerlukan waktu panjang untuk menguasainya dengan benar-benar
matang juga penting dalam menjaga semangat. Jika kesadaran itu ada, maka murid
akan lebih mampu bersabar. Mereka tidak cepat putus asa.
Pada akhirnya, kita harus
menanamkan keinginan yang kuat pada diri murid agar bersahabat dengan guru,
yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghormati guru, mendengarkan
dengan penuh perhatian dan menjadikan guru ridha kepadanya. Inilah penentu
sukses pendidikan. Selaras dengan itu, guru pun bertanggung-jawab menjadikan
murid memiliki penghormatan yang tulus. Guru harus menanamkan sikap ini bukan
karena menginginkan penghormatan, tetapi karena sadar betul bahwa ia harus
menyiapkan murid untuk memiliki bekal sukses dalam menuntut ilmu, yakni
menghormati guru.
Mari kita ingat kembali 3 bekal
sukses sebagai murid, yakni percaya kepada guru, menghormati (memuliakan) guru
serta memiliki ikatan emosi yang sangat kuat terhadap guru. Bantulah mereka
agar dapat memiliki 3 bekal tersebut dengan menanamkan kesadaran, menginspirasi
dan menegakkan manner & etiquettes (adab) terhadap guru, baik di sekolah
maupun di kelas. Dalam hal ini, sekolah harus memiliki aturan dan batasan
efektif. Wallahu a’lam bish-shawab.
Mohammad Fauzil
0 komentar:
Posting Komentar