Mampu melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci dan kembali
dalam keadaan sehat wal afiyat merupakan dambaan dan cita-cita setiap kaum
muslim.
Haji merupakan ibadah yang meniscayakan terkumpulnya tiga
perkara: kecukupan dana, kesehatan jasmani dan rohani: serta tersedianya waktu/
kesempatan/momentum. Sehingga ketiga-tiganya hendaknya dipelihara dengan baik
sejak dari masa keberangkatan hingga kepulangan.
Berbahagialah para jamaah haji yang dapat melaksanakan rukun
Islam kelima dengan lancar dan khusu'.
Selamat! Anda telah meraih haji mabrur, sehingga Allah SWT pada saatnya
nanti insyaallah akan memenuhi janji-Nya dengan memberikan balasan berupa
surga.
Namun, mabrurnya ibadah haji sesungguhnya bukan hanya
terletak pada pelaksanaan, melainkan juga masa-masa sesudah pelaksanaan. Apakah
konsistensi dalam beribadah, berdoa, dan bertawakal selama haji masih dilakukan
pada saat pulang ke Tanah Suci?
Apakah hikmah yang didapatkan dalam ibadah haji memberikan
pengaruf positif bagi ibadah-ibadah lainnya? Apakah pelaksanaan rukun Islam
yang terakhir ini menjadikan jamaah semakin khusyuk dan paripurna dalam amal
ibadah lainnya?
Secara umum, kualitas kemabruran haji dapat dinilai dalam
beberapa hal. Pertama, konsistensi dalam memelihara niat yang baik dalam
menjalani kehidupan yang lebih baik. Niat baik ini sama dengan niat haji yang
semata-mata dilakukan karena Allah SWT dan bukan karena manusia. Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat." (HR.
Bukhari-Muslim).
Kedua, konsistensi memelihara diri dalam kesucian
(ketakwaan) dan ketegaran. Dua pilar ini merupakan hasil yang didapatkan para
hujjah setelah melakukan sa’i yang senantiasa dimulai dari Shafa (berarti
kesucian) dan Marwa (ketegaran). Allah SWT berfirman, "Sungguh, Shafa dan
Marwa merupakan sebagian dari syiar Allah." (QS. Al-Baqarah: 158).
Ketiga, konsistensi berada dalam lingkaran tauhid dan
lingkaran ketuhanan dalam menjalani kehidupan. Sikap ini merupakan falsafah
thawaf yang senantiasa berlomba-lomba berada dalam lingkaran ketuhanan bersama
orang-orang saleh dan menyegerakan diri dalam kebajikan (QS. Al Hajj: 26).
Keempat, memiliki kemampuan yang besar dalam menjauhkan diri
dari perbuatan buruk dan tercela, tidak mengulangi keburukan masa lalu karena
hal tersebut merupakan salah satu tanda ibadah hajinya diterima Allah SWT (QS.
Al-Maidah: 93).
Kelima, memiliki kemampuan yang besar untuk lebih zuhud
dalam urusan dunia dan senantiasa mengharap kepada Allah dalam urusan akhirat.
Hal yang sama telah dilakukan sepanjang perjalanan menuju medan haji, di medan
haji dan proses kepulangannya ke Tanah Air. Allah SWT berfirman, "Padahal
mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ihlas menaati-Nya semata-mata
karena (menjalankan) agama." (QS. Al-Bayyinah: 5).
Keenam, memiliki kemauan yang besar untuk lebih banyak
memberi dan berbagi kepada karib kerabat dan masyarakat sekitar.
Hal tersebut karena disunahkan bagi yang selesai menjalankan
ibadah haji antara lain: untuk memberi tahu jadwal kedatangan, memberikan
hadiah kepada anak-anak dan kerabat, shalat dua rakaat di masjid sebelum tiba
di rumah, menerima doa dan mendoakan karib kerabat serta tetangga yang
mengunjunginya, dan banyak membantu kaum fakir-miskin. Wallahu a'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar