Apa yang dialami anak ketika adiknya
lahir? Perhatian yang tiba-tiba hilang, keber¬samaan yang tiba-tiba lenyap dan
kasih-sayang yang mendadak terenggut dari si¬sinya.
Anak kehilangan itu semua tanpa
mengerti sebabnya dengan jelas, dan tanpa ada kesiapan sebelumnya. Tiba-tiba
saja ibunya pergi ke tempat bersalin dan selama satu atau dua hari anak
kehilangan anugerah berharga yang biasa ia terima dari ibunya, yakni perhatian,
kebersamaan, dan kasih sayang. Setelah itu, ibunya kembali ke rumah dengan anggota
baru yang bernama adik.
Hari-hari berikutnya, praktis
perhatian ibu lebih banyak tercurah kepada adik. Begitu pun orang lain, lebih
banyak memberi perhatian kepada adik daripada dirinya. Pada saat yang sama, tak
jarang anak dituntut untuk memberi perhatian, seku¬rang-kurangnya “punya
pengertian”. Ini merupakan proses perubahan yang tiba-tiba. Tidak ada kesiapan
mental sebelumnya.
Ada beberapa reaksi psikis yang bisa
terjadi pada anak. Pertama, anak mengalami kecemasan berpisah dengan ibunya
(separation anxiety) sehingga kehadiran adik membuat¬nya merasa tidak nyaman,
terancam, dan menakutkan.
Ia cemas bakal kehilangan ibunya.
Bentuknya bisa berupa kuatnya possessiveness, yakni rasa memiliki yang disertai
keingi¬nan menguasai. Awalnya anak mendekat kepada ibunya. Selanjutnya sangat
bergantung kepada bagaimana ibu menghadapi anak.
Bentuk lain adalah withdrawal, yakni
anak me¬narik diri. Anak menunjukkan sikap murung, berubah menjadi pendiam atau
menunjuk-kan sikap cengeng. Ia mudah menangis oleh sebab-sebab sepele.
Kedua, anak merasa cemburu kepada
adiknya. Ia melihat adik sebagai penyebab hilangnya perhatian dan kasih-sayang
orangtua. Bentuk kecemburuan itu bisa ditunjuk¬kan secara terbuka, bisa juga
tidak. Kecemburuan yang ditunjukkan secara terbuka antara lain berupa sikap
menyerang secara lisan maupun fisik. Bisa kepada adik, kepada ibu, juga kepada
keduanya. Terkadang anak juga menunjukkan sikap menghalangi orangtua
menggendong atau memandikan adik secara terang-terangan, dan meminta orangtua –dalam
hal biasanya ibu—agar melakukan hal tersebut untuk dirinya.
Apa yang seharusnya dilakukan ibu
saat mengha¬dapi anak bersikap seperti ini? Bersyukurlah. Ini merupakan saat
yang tepat untuk memberi perhatian secara efektif. Caranya, ajaklah ia bi¬cara.
Biarkan anak mengungkapkan isi hatinya, baik yang mengenakkan untuk didengar
atau pun tidak. Jika ia tam¬paknya sudah mengungkapkan semua –saya sering
menye¬but “gelasnya sudah kosong”—barulah kita mengisinya. Kita beri pengertian
kepadanya yang membuat ia bisa memahami sekaligus merasa dirinya diterima,
diperhatikan dan tidak disisihkan.
Katakan, misalnya, “Anin kangen sama
ibu, ya…. Iya, Nak. Ibu juga kangen sa¬ma Anin. Dari tadi ibu meneteki adik.
Ibu ingin ketemu Anin, memeluk Anin dan memang¬ku Anin. Adik juga sayang sama
Anin. Adiknya nyari, Mas Anin mana, ya?”
Komunikasi yang hangat, terbuka dan dilakukan dengan kesediaan ibu mende¬ngar isi hati anak, insya Allah akan cepat meredakan rasa cemburu maupun kemarahan anak. Masalah justru akan memuncak bila kita menunjukkan reaksi marah terhadap sikap anak. Ini akhirnya menciptakan medan perseteruan dengan anak.
Komunikasi yang hangat, terbuka dan dilakukan dengan kesediaan ibu mende¬ngar isi hati anak, insya Allah akan cepat meredakan rasa cemburu maupun kemarahan anak. Masalah justru akan memuncak bila kita menunjukkan reaksi marah terhadap sikap anak. Ini akhirnya menciptakan medan perseteruan dengan anak.
Selain menunjukkan kecemburuannya secara terbuka, sebagian anak menunjuk¬kannya secara “tersembunyi”. Ia cenderung mengalihkan rasa cemburu itu atau biasa dikenal dengan istilah anger instead (pengalihan kemarahan). Ada beberapa bentuk anger instead yang biasa muncul, antara lain: sabotase, sakit fisik, monologuing, agresi pasif, dan displacement.
Sabotase bisa berupa menyembunyikan
popok adik, sakit fisik bisa berupa badannya memang benar-benar sakit –biasanya
demam—bisa juga berpura-pura sakit untuk memperoleh simpati. Monologuing adalah
perilaku ngomel sendiri. Sementara agresi pasif merupakan kemarahan yang tidak
diekspresikan secara langsung kepada adik ma-upun ibunya. Ngambek, misalnya.
Bentuk lain adalah displacement. Anak mengalihkan rasa cemburu atau kemarahan
itu kepada benda-benda. Ia jadi suka banting sendok, gelas maupun pintu.
Selain dua hal tersebut beserta
bentuk-bentuk perilaku yang bisa kita amati, anak juga bisa menunjukkan reaksi
psikis berupa munculnya regressive behavior (perilaku regresif). Anak ingin
diperlakukan kembali seperti bayi karena ia meli¬hat bahwa bayi lebih
disayangi. Salah satu pemicunya adalah komentar kita sendiri se¬bagai orangtua,
“Adikmu kan masih bayi. Jadi harus disuapin, dimandiin. Belum bisa sen¬diri.”
Apa pun yang dilakukan anak,
semuanya merupakan bekal yang sangat berhar¬ga bagi orangtua agar bisa memberi
perlakuan yang tepat. Menyikapinya dengan positif, akan menuntun kita untuk
menemukan jalan pemecahan yang terbaik.
Agar Anak
Menerima Adiknya
Ada beberapa hal yang perlu kita
lakukan agar lahirnya adik, menjadi kabar gembira bagi semua, terutama
kakaknya. Beberapa catatan berikut insya Allah dapat kita pertimbangkan:
Sebelum Adik Lahir
§
Kondisikan
Sejak ibu positif hamil, komunikasi
sudah harus dimulai. Kabarkan kepada anak bah¬wa kelak, insya Allah ia akan
punya adik. Saat ini juga, kondisikan anak untuk mulai menerima kehadiran
anggota keluarga yang baru. Perlahan-lahan siapkan anak untuk lebih mandiri,
sekaligus beri pujian bahwa ia sudah besar.
§
Asyiknya Punya Adik
Saat bayi dalam kandungan sudah bisa
menendang-nendang perut ibu misalnya, pegangkan tangan anak ke perut ibu.
Tunjukkan “yang lucu” padanya. Katakan bahwa adiknya ingin mengajak kakaknya
main-main. Dari sini, sampaikan betapa asyiknya nanti kalau sudah punya adik,
bisa bermain-main bersama. Dengan demi¬kian, anak sudah mulai menunggu
kelahiran adik. Anak mulai tumbuh rasa sayang¬nya sebelum adiknya lahir.
§
Tumbuhkan Tanggung-jawab dan Kepercayaan
Usahakan untuk memiliki saat-saat
berdua yang akrab dengan anak. Ajaklah bicara dari hati ke hati. Besarkan
hatinya dan tunjukkan bahwa ia sudah besar. Tumbuhkan pula kepercayaan pada
anak. Sampaikan bahwa anak bisa menunggui adiknya, bisa membantu mengambilkan
popok, dan se¬terusnya.
Sampaikanlah apa yang menjadi tanggung-jawabnya sebagai bentuk kepercayaan kita kepadanya. Bukan sebagai tuntutan yang membebani.
Menjelang Adik
Lahir
§ Beri
Gambaran Sebelumnya
Sampaikan kepada anak beberapa
minggu sebelum hari perkiraan lahir tentang akan lahirnya adik. Beri gambaran
kepadanya bahwa ibu akan berada di rumah sakit untuk beberapa saat. Kalau sudah
bersalin nanti, ibu ingin ia menengok dan menema¬ni ibu beserta adik agar
adiknya bisa segera bertemu kakaknya. Beri gambaran tentang situasi yang
dihadapi di awal-awal.
§
Dekatkan Hatinya
Semakin mendekati kelahiran, Anda
semakin perlu menunjukkan betapa asyiknya punya adik dan betapa adik sayang
padanya. Tunjukkan bahwa adik nanti ingin ber¬main-main bersama kakaknya.
Tetapi ceritakan juga bahwa awal-awal lahir adiknya belum bisa melihat dan
belum bisa bicara. Ini bahkan perlu kita sampaikan sedari awal.
Setelah Adik
Lahir
§ Adik
Sayang Padanya
Saat-saat awal lahir, yang sangat
penting untuk Anda tunjukkan adalah bahwa yang baru lahir itu adalah adiknya.
Tunjukkan wajah gembira Anda ketika ia pertama kali muncul. “Itu kakak. Ini
adiknya sudah nunggu. Adik kangen sekali dengan kakak. Adik ingin ketemu.”
Sampaikan bahwa adik sayang sekali padanya, sehingga ia juga akan menyayangi
adiknya. Bukan sebaliknya, menyuruh agar ia sayang pada adik¬nya. Boleh saja
kita menyampaikan pesan seperti itu, tetapi setelah menunjukkan bah¬wa adik
sayang padanya.
§ Tunjukkan
Perhatian dan Kerinduan
Setiap kali ada kesempatan yang
leluasa, beri perhatian yang hangat kepada anak. Tunjukkan kerinduan Anda dan
kerinduan adiknya kepadanya. Sehabis dimandikan, ketika bayi merasa tenang,
Anda bisa panggil ia untuk berbaring di dekat bayi se¬hingga ia merasa dekat.
0 komentar:
Posting Komentar