Penampakan
Ibnu Arabi (638H/1240) mempunyai pengalaman rohani yang
memandang perempuan lebih berpotensi untuk melakukan penampakan
(tajalli/experience of teophany).
Hal ini bisa kita lihat di dalam artikel-artikel terdahulu
tentang pendapat Ibnu Arabi soal potensi khusus yang dimiliki kaum perempuan.
Sebagaimana para sufi lainnya, Ibnu Arabi memberikan
penilaian khusus untuk perempuan sebagai pemilik jenis kelamin utama. Ia pernah
berkata di depan para muridnya yang mayoritas laki-laki.
“Jika kalian ingin memperoleh kedekatan khusus kepada Allah
SWT, kalian terlebih dahulu harus menjadi perempuan.” Kepasrahan total dan
kesabaran paripurna yang dimiliki perempuan membuatnya mulia di mata-Nya.
Para filsuf, termasuk Fakhr Ad-Din Ar-Razi (606 H/ 1209 M),
menganggap perempuan tidak akan pernah menjadi nabi. Meskipun ada teks yang
secara tegas menyatakan adanya pewahyuan terhadap perempuan.
Apa yang terjadi terhadap istri Nabi Musa, hal yang sama
juga terjadi terhadap lebah madu, yang secara eksplisit juga menerima wahyu, wa
auha Rabbuka ila an-nahl (QS An-Nahl
[16]: 68).
Menurut Ibnu Hazm, yang dimaksud dengan kedua ayat tersebut
ialah kerasulan laki-laki, tidak bisa dihubungkan dengan kenabian perempuan.
Bagi Ibnu Hazm, lain nabi lain rasul.
Ibnu Hazm mengakui tidak ada rasul perempuan, tetapi ia juga
mengakui adanya nabi perempuan. Ibnu Hazm menganggap Maryam sebagai nabiyyah
meskipun ia bukan sebagai Rasul.
Bagi kita, apakah Maryam itu Nabiyyah atau bukan tidaklah
menjadi persoalan penting. Yang paling penting buat kita ialah Maryam telah
menjalankan misi spiritualnya yang teramat penting.
Ia telah mengandung dan melahirkan anak yang terkenal dengan
Nabi Isa atau Yesus Kristus menurut agama Kristen. Misi utama Maryam-Nabi Isa
telah berupaya untuk melangitkan manusia setelah dibumikan Hawa-Adam.
Ke halaman awal
Ke halaman awal
Nasarrudin Umar