Berpuasa
Ramadan telah menjadi bagian integral dari agenda tahunan umat Islam
sebagaimana kegiatan lain seperti makan, tidur, dan mandi.
Hanya saja, makan, tidur dan mandi merupakan
agenda harian dan nilai serta tujuannya berbeda. Setiap hari kita mandi agar
badan segar dan bersih asalkan airnya bersih serta menggunakan sabun dengan
benar. Begitu pula berpuasa. Di dalamnya terkandung hikmah untuk menyegarkan
dan membersihkan jiwa seseorang selama mengikuti aturan yang benar. Yang
pertama, siapkan hati, tetapkan tekad dan niat untuk melakukan puasa
dengan gembira mengingat puasa adalah perintah Allah yang pasti di dalamnya
terkandung bingkisan kasih sayang dari-Nya.
Kedua, perhatikan nasihat dokter atau ahli
nutrisi, bagaimana pola makan-minum yang sehat selama Ramadan sehingga dengan
berpuasa tubuh menjadi lebih sehat. Ketiga, mantapkan niat dan usaha untuk
menjalankan berbagai ibadah sunah selama puasa seperti salat tarawih, tadarus
baca Alquran, dan amalan sosial lain agar bobot puasanya semakin terasa. Keempat,
jadikan Ramadan sebagai bulan kuliah semester pendek untuk mendalami ilmu
keislaman, baik dengan mengikuti kuliah televisi yang berbobot atau membaca
buku secara terprogram. Dalam ibadah puasa terdapat dimensi metafisik. Ini
menyangkut keimanan yang semata menjalani perintah Allah.
Sebagai orang beriman, sikapnya hanyalah
mengimani dan menjalani apa yang diperintahkan- Nya. Seberapa besar pahala
puasa, kita serahkan saja kepada Allah, yang paling pokok kita melaksanakannya
dengan sebaik-baiknya. Namun dalam puasa juga terdapat dimensi-dimensi lain
yang bisa diamati dan dianalisis secara ilmiah empiris. Terutama yang
menyangkut kesehatan fisik dan mental. Dimensi ini telah banyak dikaji oleh
kalangan kedokteran dan psikolog. Sabda Nabi, berpuasalah agar engkau sehat,
memperoleh pembenaran dari para ahli kesehatan. Bahkan, banyak dokter yang
menggunakan terapi puasa bagi para pasiennya.
Untuk ini, yang memberi ceramah tentang puasa
sebaiknya jangan didominasi para ustaz yang memang bukan ahlinya membahas
hubungan puasa dengan kesehatan. Begitu pun puasa dan kesehatan jiwa, sebaiknya
ada kajian dan ahli khusus yang memberi pencerahan kepada masyarakat agar
wawasan kita mengenai puasa semakin kaya. Ini tidak dimaksudkan untuk
mengilmiahkan semua perintah ibadah, melainkan berusaha menggali hikmah yang
terkandung dalam ibadah. Bukankah Allah menyuruh menggunakan nalar untuk
memahami ajaran-Nya? Jadi, kalau kita renungkan, semua perintah ibadah selalu
ada pesan yang bersifat metafisik dan pembelajaran yang bersifat psikologis-
sosial yang bisa dikaji dengan bantuan ilmu pengetahuan.
Di situ terdapat maksud agar dengan mengikuti ajaran agama, hidup menjadi sehat jasmani, nafsani, rohani. Sehat secara individual maupun sosial. Yang paling mudah diamati, perintah puasa mengajak kita untuk menjaga lisan dan tindakan karena akan merusak kualitas puasa. Efek dari perintah ini adalah menciptakan hubungan sosial yang santun dan saling menghargai sehingga hubungan sosial menjadi sehat, harmonis. Sebagai penutup Ramadan, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Bahkan banyak kalangan yang juga mengeluarkan zakat tahunan.
Ini menunjukkan bahwa pesan ibadah yang
bersifat vertikal mesti membuahkan perbaikan horizontal sehingga efek ibadah
menyehatkan kondisi sosial masyarakat. Namun, disayangkan, ada kecenderungan
aktivitas ibadah berhenti pada niat dan keinginan mengumpulkan pahala semata.
Pesan sosial Ramadan berhenti dan terkurung di ruang masjid, tidak menjangkau
ranah masyarakat sehingga ajaran Islam enak dan logis didengar ketika
diceramahkan, tetapi miskin implementasinya.
Sekarang ini yang sakit serius bukannya pada
tataran pribadi, tetapi masyarakat. Akibat korupsi dan tiadanya pemerataan
hasil kekayaan negara, terjadi stroke sosial. Ada bagian-bagian organ tubuh masyarakat
dan bangsa yang tidak mendapat aliran darah dan oksigen pembangunan secara
memadai sehingga mengalami kelumpuhan. Satu area dan strata sosial tertentu
menikmati kekayaan berlebih, sementara organ dan area masyarakat yang lain
mengalami defisit. Jangankan untuk biaya pendidikan, sekadar untuk makan,
minum, dan berteduh saja susah.
Saya bayangkan, kalau pemerintah jeli dan
tangkas menjaga dan meneruskan nilai serta rekomendasi puasa untuk hidup bersih
dan senang berbagi, pasti budaya agama akan menjadi kekuatan pembangunan bangsa
dan negara. Betapapun mulia dan rasionalnya ajaran puasa, jika negara tidak
membantu implementasinya untuk hidup bersih, bebas dari korupsi, maka agama
menjadi kurang fungsional sebagai penebar rahmat bagi semesta.(*)
Komaruddin Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar