SIKAP ekstrem adalah sikap berlebihan, melebihi
prinsip proporsionalitas. Semua tindakan ekstrem akan menimbulkan guncangan dan
merusak keseimbangan.
Keharmonisan hidup terganggu dan setiap ekstremis
cenderung menggeser ruang kebebasan pihak lain. Ekstremisme itu bisa
termanifestasikan dalam beragam bentuk. Bisa dalam omongan, tindakan, pikiran,
dan emosi. Semuanya berpangkal dari kombinasi pikiran dan emosi.Pribadi yang
sehat akan memerintahkan nalar kritis untuk mengontrol emosi dan keyakinannya.
Namun hubungan kritis,konstruktif, dan dialektis yang
mestinya terbentuk antara pikiran dan emosi tidak lagi berjalan bagi mereka
yang nalar dan emosinya sudah tersentuh sengatan doktrin eksistensial,terutama
pada saat seseorang dalam kondisi zero-mind, mirip seseorang yang tengah
kondusif mempersiapkan diri untuk dihipnotis.
Jebakan menjadi ekstrem mudah dilakukan dalam berbagai
training yang bernuansa keagamaan, apa pun keyakinan agamanya. Ketika seorang
trainer atau guru berhasil menyentuh dan membuka katup kekuatan bawah sadar
seseorang yang menyimpan energi kosmis, maka dia bisa berbuat loncatan hidup di
luar dugaan dirinya sendiri dan orang lain.Kesadaran mereka loncat pada wilayah
kosmis,sehingga kehilangan kesadaran dan kepekaan sosialnya terhadap realitas
empiris di sekelilingnya.
Walau begitu, sesungguhnya sikap ekstrem yang bersifat
konstruktif juga bisa terjadi di kalangan ilmuwan. Sosok-sosok sejarah semacam
Einstein,Thomas Alva Edison, Stephen Hawking, dan komposer musik dunia pernah
mengalami suatu kondisi ekstrem ini.
Mereka lalu mampu berkarya besar yang mereka sendiri
heran dan merasa tak sanggup mengulanginya lagi dalam hidupnya.Di situ muncul
ide dan tindakan gila, karena sesungguhnya setiap orang memiliki potensi
kegilaan dan potensi itu akan muncul ketika ada kondisi cukup yang
mendorongnya.
Kegilaan
Konstruktif dan Destruktif
Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi ini berkembang
cepat karena adanya tindakan orangorang yang memiliki ide gila.Anakanak muda
yang membangun bisnis layanan informasi global semacam Yahoo dan Google
termasuk orang-orang yang memiliki ide dan tindakan ekstrem,namun sifatnya
produktif-konstruktif. Pikiran dan tindakan yang jauh di atas pikiran
masyarakat pada zamannya.
Apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang semacam
Galileo dan Columbus adalah sebuah tindakan ekstrem, sebuah kegilaan yang
menentang suara zamannya. Begitu pun gagasan awal ketika manusia hendak
jalan-jalan ke planet lain di luar bumi. Berbagai revolusi sosial pun terjadi
karena dimotori oleh mereka yang berpikir ekstrem, yang akan ingin meluruskan
kembali pendulum kehidupan agar kembali ke titik keseimbangan.
Di mata penjajah Belanda, orang-orang semacam Cut Nyak
Dhien, Imam Bonjol, Diponegoro, dan sekian banyak pejuang kemerdekaan pasti
diposisikan sebagai gerakan ekstremis yang memilih hidup sengsara; padahal
kalau saja mau berdamai, hidup mewah telah ditawarkan kepada mereka.
Ada sebuah cerita menarik, belum lama ini ada pelajar
Indonesia yang dinobatkan sebagai pahlawan kemanusiaan oleh Pemerintah
Jepang,bahkan diabadikan dalam sebuah film yang berjudul Mas Endang. Ketika itu
Endang yang berasal dari Cirebon ini sedang berjalan-jalan di pantai. Tiba-tiba
nekat mencebur ke laut dan berenang untuk menolong dua pelajar putri yang
hanyut terbawa ombak.
Dua pelajar itu akhirnya selamat ditarik ke pinggir,
sementara Endang yang berhasil sebagai penyelamat tiba-tiba terbawa arus tengah
sehingga mati. Kini masyarakat dunia kembali dihebohkan dan dibuat pening
ketika tindakan ekstrem itu difasilitasi oleh teknologi modern, namun untuk
tindakan destruktif.
Dulu masyarakat dunia kagum dan memuji pasukan
Kamikaze tentara Jepang yang melakukan serangan musuh dengan mengorbankan
nyawanya sendiri mirip teroris yang melakukan bom bunuh diri. Kini para teroris
itu telah mengentak dunia serta menjungkirbalikkan teori psikologi Barat bahwa
pada dasarnya setiap orang adalah pencinta dan pejuang kehidupan. Minimal
sekali untuk dirinya.
Teori Thomas Hobbes menyatakan bahwa setiap orang
lebih baik berdamai ketimbang perang yang membuat kedua pihak hancur. Adagium
ini bagi sekelompok teroris ternyata tidak berlaku. Sekali lagi, kajian
psikologi menunjukkan bahwa ekstremisme dan kegilaan yang keluar dari magma
kreatif bawah sadar bisa berujung pada capaian positifkonstruktif dan ada yang
negatifdestruktif.
Hanya saja, meski jumlahnya sedikit, tindakan kegilaan
negatif dapat mengacau dan mengentakkan dunia ketika menggunakan teknologi
modern yang memiliki daya rusak berlipat ganda, lebih dari bom yang meledak di
Nagasaki dan Hiroshima.
Bayangkan saja, ketika ada pesta dan berkerumun
seratus orang,lalu ada satu orang gila yang mengamuk dengan membawa parang,
pasti pesta akan kacau balau.Ketika ada seorang Rambo veteran tentara Vietnam
mengamuk, maka polisi distrik di bagian Amerika kelabakan.
Ekstremis
Kekuasaan
Sementara kita berusaha menumpas ekstremisme-terorisme
yang jelas-jelas melawan nurani, merugikan bangsa dan menyengsarakan masyarakat
tak berdosa, perlu kita sadari bahwa ekstremisme dan kegilaan untuk menggenggam
kekuasaan senantiasa berlangsung di mana-mana di muka bumi ini.
Skenario dan mesin kekuasaan ini bekerja lebih canggih
dan terselubung, sehingga melahirkan ekstremisme berwajah ramah (smiling
extremism). Konstruksi psikologisnya sama, yaitu mereka ingin menghancurkan
siapa saja yang mengganggu dan mengancam posisi dan eksistensinya dengan cara
yang juga ekstrem.
Kalau teroris yang merasa terjepit menggunakan bom
untuk menghancurkan lawannya yang dianggap perkasa, maka ekstremis kekuasaan
bisa menggunakan berbagai cara terselubung, sejak dari penyalahgunaan wewenang,
menjebak lawan politik, sampai menjinakkan dengan tawaran jabatan dan uang.
Berbagai kepustakaan seputar spionase politik ekonomi
banyak mengungkapkan bagaimana sebuah rezim menaklukkan dan menghancurkan
lawannya dengan keji, dengan menghalalkan semua cara. Bangsa Indonesia ini
telah lama jadi bulan-bulanan kekuatan ekstremisme yang datang dari segala
penjuru.
Beragam umpan dari uang, jabatan, seks, gertakan
politik, serta ancaman senjata sering digunakan untuk membuat nyali bangsa ini
ciut dan akhirnya dikuasai.Dalam ilmu sosial muncul istilah terorisme negara (state
terrorism). Di mata rakyat Palestina, Israel dipandang sebagai negara
teroris.
Begitu pun rakyat Irak memandang George Bush tak ubahnya
sebagai gembong teroris. Memasuki tahun ke-64 kemerdekaan republik ini, kita
pantas bersyukur bangsa ini masih utuh dan kita semua mencintai Indonesia.
Namun,di hadapan kita menantang agenda besar yang mesti kita jawab bersama.
Bahwa rasa dan komitmen keindonesiaan kita masih
sangat lemah. Masyarakat kita masih sangat fragmented ke dalam ikatan emosi
kelompok etnis, agama, tradisi, dan kultur parpol yang rapuh. Kita tengah
mengalami krisis jati diri. Kita memerlukan kepemimpinan politik yang kuat,
solid, dan efektif, yang mampu merangkul, mengambil hati, dan memajukan ekonomi
serta pendidikan seluruh warga negara yang terserak-serak ini.
Kalau tidak, maka meski Indonesia tampak besar dan
makmur alamnya, jiwa para pemimpin dan rakyatnya sempit dan secara ekonomi
rakyatnya akan jatuh miskin.Jangan biarkan kekuatan asing maupun dalam negeri
akan menghancurkan amanat kemerdekaan yang telah diperjuangkan dan dibangun
berdarah-darah oleh para pendahulu kita.
Islam berkembang di Indonesia memiliki sejarah dan
karakter yang berbeda. Dia datang bersama pedagang, lalu tumbuh bersama budaya
lokal yang ada.Unsur tasawuf sangat berperan dalam pengembangan Islam di
Indonesia, sehingga watak keberislaman masyarakat Nusantara ini bersifat kultural,
inklusif.
Kita terbiasa menghargai keragaman karena masyarakat
kita ini memang sangat majemuk, sehingga kita semua sepakat menjunjung tinggi
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bersatu dalam keragaman, dan beragam dalam
semangat kesatuan. Kita semua pernah bertindak keras dan secara ekstrem
menggunakan kekuatan senjata, yaitu ketika bersama-sama melawan imperialis.
Jadi ketika kita sudah merdeka, lalu ada sekelompok
anak bangsa ingin menghancurkan yang lain dengan dalih apa pun, termasuk dalih
agama, jelas akan sangat menghinakan jasa para pahlawan kemedekaan, melawan
nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran luhur agama.
Bagi mereka yang tengah berkuasa, jangan lupa di sana
ada dalil, penguasa yang ekstrem dan memberhalakan kekuasaannya, pasti akan
melahirkan oposisi yang juga ekstrem sebagai antitesisnya yang melahirkan
chaos, bukannya menjaga kosmos.(*)
0 komentar:
Posting Komentar