Ungkapan
di atas, starts from the end, seingat saya keluar dari lisan
Pak Habibie ketika merancang pabrik pesawat terbang.
Indonesia sebagai negara kepulauan
dengan penduduk di atas 200 juta sangat memerlukan alat transportasi udara. Pak
Habibie sangat yakin, putra-putra Indonesia mampu membuat pesawat terbang dan
itu telah dibuktikan. Menurutnya, jika berhasil membuat pesawat terbang yang
memerlukan high-tech, Indonesia akan dengan mudah membuat kapal laut,
kereta api, mobil, dan sepeda motor. Mungkin logika itulah yang dimaksud dengan
ungkapan starts from the end. Mulai dari proyek akhir yang paling
sulit dan canggih. Pertanyaan yang muncul, mengapa industri pesawat terbang
kreasi anak-anak bangsa yang kualitasnya diakui dunia tersendat-sendat
perjalanannya?
Masalah utamanya pasti bukan karena
kemiskinan sumber daya manusia (SDM), tetapi sudah masuk wilayah kebijakan
politik pemerintah. Mungkin ini yang juga dihadapi Iran ketika mengembangkan
nuklir yang membuat Israel berusaha dengan berbagai cara untuk menyetopnya
dengan menggunakan tangan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Lagi-lagi
kebangkitan teknologi canggih sebuah bangsa tidak pernah lepas dari respons dan
kepentingan politik serta bisnis negara-negara lain. Lalu,bagaimana dengan
nasib mobil Kiat Esemka?
Saya bukan penggemar mobil, tidak
juga pedagang mobil.Tapi cukup terkesan dan tertarik untuk ikut nimbrung
memberi apresiasikarya anak-anakSMKyang berhasil merakit mobil Kiat Esemka di
Solo. Ini bukan proyek pesawat terbang, bukan pula proyek mobil Timor produk
Korea yang dirakit di Indonesia. Ini produk pelajar SMK, sekolah yang kurang
diminati keluarga kelas menengah ke atas. Keberhasilan Kiat Esemka pasti
menstimulasi SMK se- Indonesia dan membuat mereka percaya diri.Terdapat sekitar
9.400 SMK dengan guru 230.000 orang dan jumlah murid sekitar 4 juta.
Secara tidak langsung ini juga
merupakan kritik pada dunia kampus dan pada pemerintah pusat menyangkut
kebijakan industri automotif yang sangat memanjakan produk asing. Untunglah
respons ITB dan ITS serta pemerintah cukup positif,mau mendukung kreasi
anak-anak SMK. Sesungguhnya hal ini tidak mengejutkan mengingat akhir-akhir ini
banyak pelajar Indonesia yang menjuarai olimpiade sains tingkat internasional.
Kini masyarakat mulai jenuh dengan heboh demokrasi yang hanya menekankan
kebebasan berserikat dan berekspresi.
Sekarang masyarakat menagih
janji-janji demokrasi berupa pemerintahan yang bersih, pelayanan bagus, dan
meningkatnya kesejahteraan rakyat. Dalam suasana batin yang diliputi kekecewaan
terhadap situasi bangsa, kemunculan Kiat Esemka bagaikan gula-gula yang sedikit
menghibur. Bahwa ada komunitas baru yang tumbuh di luar lingkaran politik,
birokrasi, dan kehidupan glamor yang ternyata mampu berkreasi memproduksi mobil
di tengah hegemoni produk asing yang mahal yang melekat dengan gaya hidup para
politikus.
Mobil Kiat Esemka ini menarik
diangkat bukan semata karena merupakan produk anak-anak SMK, tetapi juga
sebagai test-case sikap pemerintah, pengusaha, dan mental masyarakat
kita dalam mengapresiasi dan mendorong tumbuhnya kreasi anak-anak negeri dalam
berbagai sektor. Coba saja amati di toko, pasar, dan lingkungan sekolah serta
kerja, hampir semua peralatan dan sarananya didominasi produk asing. Oleh
karenanya saya gembira mendengar beberapa kepala daerah yang mewajibkan
karyawannya mengenakan sepatu produk lokal.
Kalau sikap politik ini meluas dan
dikembangkan lagi tidak sebatas sepatu,pasti dampak positifnya sangat
signifikan bagi ekonomi Indonesia dan membiasakan cinta produk-produk dalam
negeri. Bukan berita asing, pelajar Indonesia yang memenangi olimpiade sains
internasional selalu diincar dan ditawari beasiswa oleh perguruan tinggi asing
seperti Singapura, Hong Kong, Jepang. Apakah kita akan membiarkan terjadinya brain
drain? Prestasi anak-anak SMK yang telah berhasil memproduksi Kiat Esemka
semoga dijadikan momentum untuk memberikan apresiasi dan membina industri dalam
negeri sambil dilakukan perbaikan disana-sini.
Yang diperlukan adalah kesadaran
dan dukungan masyarakat untuk bangga menggunakan produk dalam negeri. Namun tak
kalah pentingnya adalah kebijakan politik pemerintah serta kalangan pengusaha
besar yang memihak pada pemberdayaan rakyat kecil, bukannya mengeksploitasi
mereka semata sebagai pangsa pasar dan sumber pendulangan suara dalam setiap
pilkada atau pemilu.
0 komentar:
Posting Komentar