Kata
Al-Aliy dalam Al-Qur’an terdapat sebelas kali, sembilan di antaranya merupakan
Asma Allah yang dirangkai dengan Asma-Nya yang lain. Dirangkai dengan kata
Al-Kabir sebanyak lima kali, dirangkai dengan Al-Adzim dua kali, dan
disambungkan dengan kata Al-Hakim sebanyak dua kali.
Dalam
Al-Qur’an juga ditemukan penggunaan bentuk superlatif dari kata Al-Aliy, yaitu
Al-A’la (Yang Lebih Tinggi) sebagaimana yang tercetak di awal tulisan ini.
Bahkan Al-Qur’an juga mengabadikan klaim Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan
Yang Lebih Tinggi, dengan kata-kata yang populer: Ana Robbukumul a’la. Hingga
Allah merendahkan dan menghancurleburkannya.
Allah
adalah Tuhan Yang Maha Tinggi (Al-Aliy). Dia mengalahkan dan menaklukkan
seluruh yang ada, dan tak satu pun di antaranya yang mampu menolak titah dan
ketentuan-Nya. Termasuk manusia yang kafir, boleh jadi mereka menentang Allah,
tapi fisiknya pada akhirnya menyerah terhadap ketentuan-Nya. Mereka menjadi
tua, lemah, sakit-sakitan, dan kemudian mati. Tak seorang manusia kafir pun
yang dapat menepis ketentuan ini.
Apalagi
makhluk yang lain, semua tunduk patuh, bahkan senantiasa bersujud kepada Allah,
bertasbih. Al-Qur’an menyebutkan: “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada
Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang.
Gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari
manusia? Dan banyak di antara manusia yang (tidak menjalani sujud) telah
ditetapkan azabnya.” (QS. Al-Hajj: 18).
Sujud
adalah simbolisasi dari “merendah” serendah-rendahnya. Pada posisi sujud,
kepala atau kening kita yang menjadi simbol kehormatan dan kemuliaan kita
justru langsung menyentuh bumi yang sehari-hari kita injak dan rendahkan.
Itulah posisi terbaik kita sebagai hamba ketika berhadapan dengan Allah SWT.
Itulah sebabnya, dalam posisi seperti itu, ketika solat, dianjurkan kepada kita
untuk membaca: “Subhana rabbiyal a’la,” Maha Suci Tuhan Yang Maha Tinggi.
Sujud
hanya boleh kita lakukan kepada Allah SWT. Kita tidak boleh sujud kepada siapa
pun, dan kepada apa pun, karena Allah telah memuliakan kedudukan kita sebagai
manusia. Kita adalah makhluk yang terhormat, mulia, lagi sempurna. Sangat naif
jika kita bersembah diri kepada sesama manusia, apalagi kepada jin atau setan
yang justru pernah diperintah Allah secara langsung bersujud kepada kita.
Sungguh aneh jika ada orang yang takut, apalagi taat kepada jin dan setan.
“Dan
ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam, maka
bersujudlah mereka semua, kecuali Iblis. Dia enggan dan sombong karenanya dia
termasuk golongan yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Kita
adalah hamba Allah yang paling sempurna, karenanya kita harus meneladani sifat
Allah, Al-Aliy dengan jalan menghiasi diri kita dengan himmah (ambisi positif)
untuk meraih kemuliaan dan derajat yang tinggi. Caranya sederhana, lakukan
hal-hal yang mulia dan bernilai tinggi, dan jauhi hal-hal yang rendah,
remeh-temeh. Hidup kita hanya sekali, untuk itu yang sekali itu harus bernilai
tinggi.
Untuk
mencapai maqam yang tinggi, kita harus melewati aqabah (jalan mendaki), suatu
jalan yang mengharuskan para pendakinya senantiasa tegar menghadapi goda dan
teguh dalam cita-cita. Di setiap kelokan tak jarang dijumpai sorak-sorai yang
merayu dan juga yang menakut-nakuti. Hanya pendaki istiqamah yang tetap sabar
meniti pendakian hingga mencapai kemuliaan, ketinggian, sekaligus kebahagiaan
dunia dan akherat.
Hamim
Thohari
0 komentar:
Posting Komentar