Dalam
tradisi masyarakat ketimuran, jika seseorang bertemu atau berpapasan dengan
orang lain, baik di jalan ataupun dalam suatu pertemuan, baik yang dikenal
maupun yang belum dikenal, sangat dianjurkan untuk saling bertegur sapa. Meski
sama-sama melakukan sebuah amaliah kebajikan, orang yang menyapa terlebih
dahulu menyandang nilai kemuliaan yang lebih tinggi dari orang yang menjawab
sapa.
Ucapan
salam dalam tradisi spiritual, merupakan suatu jaminan kedamaian dari
orang yang memberi salam kepada mereka yang ditemuinya. Ucapan assalamu’alaikum,
dalam keyakinan spiritual keislaman, similar artinya dengan, “Saya
jamin keselamatan dan kedamaian Anda. Saya tidak akan berbuat jahat atau
berniat mencelakakan Anda.”
Ketika
malaikat menyampaikan salam kepada Nabi, beliau, para Angel of God tadi
pun tak lupa menebarkan salam itu kepada umatnya yang shaleh. Dialog indah itu
kemudian menjadi bacaan “wajib” dalam epilog akhir ibadah shalat.
Tak
hanya cukup sampai di situ, ketika hendak usai menutup ibadah shalatnya, maka
sekali lagi sebuah kewajiban bagi mereka tertunaikan dengan melafazkan salam
teriring tengokan ke kanan ke kiri. Maknanya, pekerjaan utama orang yang
memiliki kaidah keberserahdirian adalah menyapa, menyebarkan salam, dan
merealisasikan kedamaian sebagai sebuah pesan universal.
Surga
sebagai salah satu tempat tujuan manusia ‘digital’ yang futuristik, disebutkan
juga dalam beberapa ajaran agama samawi di dunia sebagai, “heaven” ...the
perfect happiness place that gives you great pleasure..., sebagai tempat
‘keselamatan’ karena siapapun yang tinggal di dalamnya pasti selamat dari segala
bentuk penderitaan, kepedihan, dan kebinasaan.
Sungguh
indahnya perbuatan menyapa itu, begitu damai ucapan salam itu, sehingga tatkala
para malaikat menjumpai kaum beriman yang berada dalam surga, ...where the
good people are believed to go after they die... memberi penghormatan
dengan melantunkan salam kemuliaan. Dan orang-orang beriman itu memasuki tempat
mulia “The Heaven” dengan penuh kedamaian, buah kesabaran dari apa yang
telah mereka usahakan selama hidup di dunia. Mereka dengan wajah-wajah cerah
dan penuh kegembiraan memasuki bilah pintu-pintu gerbang surga. Dan
makhluk-makhluk yang terbuat dari cahaya, The Angel of God itu menyapa
dengan penuh ketulusan, menebarkan salam kedamaian yang universal,
mempersilakan semua manusia-manusia yang telah berbuat baik di dunia itu untuk
melangkah menapaki tangga-tangga surgawi yang begitu indah dan menakjubkan
mata. Salam yang penuh bahagia, perwujudan pelayanan tulus yang
setinggi-tingginya.
Duhai,
betapa indahnya salam itu, sehingga perjumpaan Sang Pencipta dengan para abdi
yang diciptakan-Nya, didahului dengan sapaan “Salaam”. Dalam kitab agama
Samawi, the Bible pun disebutkan bahwa hari pertemuan antara The Creation
(God) dan creationist (yang dicipta) adalah sebuah keadaan yang
indah dan penuh kedamaian serta keselamatan. Begitupun halnya dengan banyak
kepercayaan lainnya, bahwa hari pertemuan dengan Sang Creation itu
selalu digambarkan dalam suasana kedamaian dan salaam (selamat).
As-Salaam
adalah salah satu dari sekian Asma Allah yang lainnya. Sang pemilik dan
penyebar kedamaian. Dia-lah yang mengajarkan manusia arti kedamaian dan
keselamatan. Ia-lah jua yang mengutus manusia-manusia beriman untuk terus
menerus menebarkan kedamaian di muka bumi. Dan lewat asma-Nya yang satu ini,
Rasulullah saw telah menjadikan kedamaian sebagai bagian integral ajaran yang
ditebarkannya, beliau bersabda: Assalaamu minal islam, menyebarkan
kedamaian merupakan bagian terpenting Islam, yang juga memuat makna
keselamatan.
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar