Rasulullah SAW menginformasikan kepada kita
mengenai tiga ciri orang munafik, yaitu mayoritas pembicaraannya mengandung
kebohongan, kebanyakan janjinya tidak ditepati, dan jika dipercaya berkhianat.
Dewasa ini tiga sifat tersebut menjadi penyakit
sosial yang akut di masyarakat, sehingga kebohongan, tidak menepati janji dan berkhianat merupakan
pemandangan umum yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan
di kalangan anak didik, tidak terasa lagi adanya beban psikologis pada saat
anak-anak berbohong dan meninggalkan komitmen yang seharusnya dipegang teguh
dalam melakukan berbagai tugas pendidikan.
Allah SWT mengeksplorasi di dalam Alquran akan
bahaya sifat kemunafikan dan beban psikologisnya yang negatif. Melalui sebelas ayat yang beruntun (QS. Al-Baqarah 8-20), Allah SWT menjelaskan kondisi psikologis orang-orang
munafik tersebut, di antaranya:
Pertama, mereka adalah pribadi yang sifat
kepribadian internalnya bertentangan sebab apa yang mereka ungkapkan berbeda
dengan apa yang mereka yakini, oleh sebab adanya kepentingan pribadi dan duniawi yang ingin mereka capai.
Allah SWT berfirman: "Dan
di antara manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah dan hari
akhir," padahal sesungguhnya mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa
mereka sadari." (QS. Al-Baqarah: 8).
Kedua, mereka adalah pribadi yang cara berpikirnya kacau
dengan orientasi senantiasa berupaya menipu orang lain, termasuk Tuhan serta
tidak sadar pada hakekatnya mereka menipu diri sendiri. Mengelabui pihak lain mungkin dapat
berhasil, namun cara mereka mengelabui Tuhan hanya menjadi tertawaan logika,
sebab semua bentuk pengelabuan tersebut akan terungkap nyata di hari
pembalasan. Allah SWT berfirman: "Mereka menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari."
(QS. Al-Baqarah: 9).
Ketiga, mereka adalah pemilik hati yang sakit karena
senantiasa menutupi "kebenaran kata hatinya" yang seharusnya menjadi
petunjuk kebenaran bagi dirinya sendiri. Lebih dari itu, sebenarnya hati mereka sakit
karena lelah menanggung kemunafikan yang harus diperankannya terus menerus.
Allah SWT menegaskan: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah
menambah penyakitnya itu." (QS. Al- Baqarah: 10).
Keempat, mereka adalah orang-orang yang lihai dalam
mengopinikan publik akan kemaslahatan di bumi, padahal semuanya hanyalah
tameng-tameng yang menutupi kerakusan dan kerusakan yang mereka lakukan. Allah SWT berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada
mereka, "janganlah berbuat kerusakan di bumi!" Mereka menjawab:
"Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan." (QS. Al-Baqarah: 11).
Kelima, mereka menganggap remeh orang-orang yang berada
di luar mereka dan menjulukinya sebagai orang-orang bodoh, padahal hakekat yang
sebenarnya justru sebaliknya. (QS. Al-Baqarah: 13).
Keenam, mereka adalah orang-orang yang buta "mata
dan hatinya", tuli "pendengarannya" dan bisu
"mulutnya" sebab panca inderanya hanya mampu melihat segala sesuatu
dengan pandangan yang serba material, hedonis dan kepentingan duniawi semata.
Mereka bagaikan orang berjalan di kegelapan dengan
suasana hujan lebat disertai gemuruh petir dan kilat yang menyambar-nyambar. Mereka berhati-hati dalam menjalankan
aksi kemunafikan dan rapuh psikologinya, serta menunggu kelengahan pihak lain
sehingga mereka adalah pribadi yang inkonsisten dalam ucapan, sikap, dan
perbuatan. Wallahu A'lam.
Muhammad Hariyadi
0 komentar:
Posting Komentar