Allah
memiliki otoritas untuk memuliakan dan menghinakan hamba-Nya. Seorang hamba
dimuliakan karena amalnya, demikian juga hamba yang lain dihinakan karena
perbuatannya. Allah memuliakan dan menghinakan hamba-Nya atas dasar ilmu juga
keadilan-Nya. Allah tidak pernah mendzalimi hamba-Nya, tetapi hamba itulah yang
mendzalimi dirinya sendiri.
"Dan
barangsiapa yang dihinakan Allah maka tak seorang pun yang memuliakannya."
(QS. Ali Imran: 26)
Seorang
muslim yang memahami Asma Allah yang satu ini senantiasa waspada dan hati-hati,
sebab bisa jadi kehormatan dan kemuliaan yang kini disandangnya menjadi batu
ujian yang justru bisa membalikkan posisinya.
Jika
saat ini diberi amanah harta dan kekayaan, ia tidak bangga apalagi
menyombongkan diri. Ia tetap tawadhu (rendah hati) sekalipun kekayaannya
melimpah, anak buahnya banyak, dan orang lain memberi penghormatan karena
kebaikan dan kedermawanannya. Ia sadar bahwa harta dan kekayaannya adalah
amanah dan titipan Allah agar ia mampu membagikan kesejahteraan kepada yang lain.
Ia menyadari bahwa dirinya hanyalah perantara untuk menyejahterakan kaum fakir
dan miskin.
Seorang
Muslim yang menyadari hakikat Asma Allah, Al-Mudzil senantiasa hati-hati dalam
menggunakan harta kekayaannya. Ia tidak semena-mena membelanjakannya, apalagi
untuk kemaksiatan. Sebaliknya, seluruh hartanya hanya dibelanjakan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, menyantuni fakir miskin, keperluan dakwah dan
jihad fi sabilillah.
Pangkat
dan jabatan tak jarang menjadikan manusia lupa diri. Dengan pakaian seragam
militer, polisi, dokter, atau kepegawaian, kadang seseorang merasa terhormat.
Apalagi jika di pundaknya atau di dadanya terselip simbol-simbol tertentu.
Tiba-tiba timbul dalam dirinya keinginan untuk dihormati dan dihargai. Ia
merasa lebih dari yang lain. Hatinya merasa terkoyak bila ada orang yang tidak
memedulikannya.
Banyak
orang yang mengira kehormatan itu ada pada harta kekayaan, pangkat, dan
jabatan. Padahal, Allah berfirman: “Mereka diliputi kehinaan di mana pun mereka
berada, kecuali bila mereka berpegang pada tali Allah”. (QS. Ali Imran: 112)
Untuk
lebih menghayati Asma Allah, Al-Mudzil, berikut ini kami kutipkan hadits qudsy
dalam kitab Al-Ghazali. Allah berfirman:
“Wahai
manusia! Wahai budak-budak uang! Aku menjadikan uang agar engkau dapat menikmati
rizki-Ku, mengenakan pakaian-Ku, dan agar kalian semua bertasbih dan menyucikan
diri-Ku. Tetapi ternyata kalian mengambil kitab suci-Ku, lalu engkau letakkan
di belakangmu dan engkau mengambil uang lalu engkau letakkan di atas kepalamu.
Kau agung-agungkan rumahmu dan kau remehkan rumah-Ku. Sungguh engkau bukanlah
menusia pilihan, bukan orang-orang yang merdeka. Tapi engkau adalah para budak
dunia. Sekumpulan manusia sepertimu laksana kuburan yang dibangun dengan
tembok. Sepintas dari luar tampak cantik molek, tetapi di dalamnya jelek.
Begitu pula dengan sikapmu, sepintas kalian berbuat baik, simpatik, dan penuh
kasih kepada orang lain dengan mulutmu yang manis dan perbuatanmu yang manis
memikat, tetapi sesungguhnya hatimu keras dan kasar, serta budi pekertimu
sangat nista.
Wahai
manusia! Bersihkan perbuatanmu dari noda, lalu mintalah kepada-Ku. Sungguh Aku
memberi kepadamu lebih banyak lagi dari apa yang dimintakan para peminta.”
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar