”Dan Tuhanmu, maka besarkanlah.” (Al-Mudatstsir: 3) |
Ibadah yang paling sering dilakukan kaum muslimin adalah shalat. Dalam shalat itu terdapat beberapa kalimat yang harus diucapkan dan gerakan yang harus dilakukan. Di setiap perubahan gerakan selalu diantarai dengan takbir (bacaan Allahu Akbar sambil mengangkat kedua tangan).
Ketika seorang
Muslim sudah takbir (membesarkan nama Allah), maka pikiran, perasaan, dan
gerakan fisiknya hanya tertuju kepada Allah. Ia berdiri dengan posisi
menghormat, rukuk dengan posisi merunduk, dan sujud, berserah diri secara total
kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu, panggilan siapapun tak boleh
dihiraukan. Termasuk panggilan boss atau atasan, panggilan orangtua, panggilan
HP atau telepon. Ia hanya peduli pada panggilan Allah SWT hingga salam.
Membesarkan nama
Allah seharusnya tidak hanya dalam shalat. Kapan dan di manapun setiap manusia
harus senantiasa membesarkan-Nya. Panggilan-Nya-lah yang harus diutamakan untuk
didengar dibanding dengan panggilan siapapun. Aturan (syari’ah)-Nya-lah yang
seharusnya lebih ditaati daripada semua aturan yang ada. Hanya Dia yang Maha
Besar.
”(Kuasa Allah) yang
demikian itu, karena sesunguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil
(sia-sia), dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar”.
Al-Hajj: 62)
Kaum Muslim yang
menjalankan ibadah haji terlebih dahulu harus menanggalkan seluruh pakaian
kebesarannya dan menggantinya dengan dua helai kain putih tak berjahit (ihram),
lalu berseru kepada Allah dengan kalimat talbiyah, labbaikallahumma labbaik.
Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan hanya panggilan-Mu yang kami penuhi.
Tiada yang bersekutu dengan-Mu.
Kebesaran Allah tak
bertambah sedikitpun dengan takbir kita, demikian juga sebaliknya,
kebesaran-Nya tak berkurang sekalipun semua makhluq-Nya tiada yang
membesarkan-Nya. Kita takbir (membesarkan-Nya), karena kita butuh kepada-Nya.
Kita bertakbir, karena kita ingin membesarkan jiwa kita dengan membebaskan diri
dari semua oknum yang mengaku ”besar” atau justru kita ”besar-besarkan”. Hanya
dengan takbir kita terbebas dari segala belenggu kejiwaan yang selama ini
mengungkung kita.
Allah tak
membutuhkan takbir kita, sebab Dia memang Mahabesar. Sang Penyandangnya
(Al-Kabir) tidak membutuhkan pihak lain dalam segala hal, mulai dari yang kecil
hingga yang paling besar. Justru semua pihak tak terkecuali membutuhkan-Nya,
karena semua diciptakan hanya untuk bergantung kepada-Nya.
Allah Mahabesar
karena Dia abadi, tiada awal dan tiada akhir. Adapun semua makhluk-Nya diciptakan
dalam batasan waktu. Ada awal dan ada akhirnya. Ada proses awal keberadaannnya
dan akan berakhir dengan kepunahannya. Ada kelahiran dan ada kematiannya.
Dia Mahabesar,
karena keberadaannya merupakan sumber terpancarnya semua makhluk. Dialah yang
merupakan sumber keberadaan semua makhluk. Dia wajibul wujud (keberadaaa-Nya
wajib), sedang manusia dan semua makhluk yang ada lebih pantas disebut mumkinul
wujud (keberaannya hanya sebatas mungkin). Semua manusia boleh ada dan boleh
juga tidak ada. Ketiadaannya tidak menjadikan yang lain menjadi tidak ada.
Dalam al-Qur’an ada
beberapa figur yang mengaku ”Besar”, di antaranya adalah Qarun yang karena
kepemilikannya terhadap harta, menjadikannya sombong. Dengan arogan ia
mengkalim bahwa harta miliknya merupakan hasil usaha dan ilmu yang dimilikinya.
Figur lain yang tak
kalah sombongnya adalah Namrud dan Fir’aun. Keduanya dihinakan oleh Allah
dengan kematian yang mengenaskan.
Allah membenci
setiap manusia yang merasa besar dan menyombongkan diri. Allah berfirman:
”Adapun orang-orang
yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan
siksaan yang pedih”. (An-Nisaa: 173)
”Negeri akherat
itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di muka bumi”. (Al-Qashash: 83)
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar