Dalam
Al-Qur’an, kata Mu’iz, yang merujuk langsung pada sifat Allah, tidak ditemukan.
Tetapi, kata kerja yang menunjukkan kegiatan Allah dalam penganugerahan
kemuliaan kepada hamba-Nya, bisa dijumpai dalam beberapa ayat. Salah satu di
antaranya adalah: “Engkau memberi kemuliaan kepada siapa yang Engkau kehendaki.”
(Ali Imraan: 26)
Siapakah
yang dikehendaki Allah untuk dimuliakannya? Al-Qur’an membocorkan rahasia itu
kepada kita, sebagaimana firman-Nya: “Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafiq itu tiada
mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8)
Kemuliaan
menurut ayat di atas hanya pantas disandangkan kepada mereka yang mempunyai
kedekatan hubungan dengan Allah. Orang yang menjaga jarak dengan Allah, menjauh
dari ajaran-Nya, dan melalaikan-Nya, maka Dia akan mencabut kemuliaannya.
Al-Qur’an
mengingatkan tentang beberapa hal yang bisa melalaikan manusia dari mengingat
Allah, di antaranya adalah harta kekayaan. Karunia Allah yang awalnya diberikan
sebagai fasilitas hidup, tapi oleh manusia justru dijadikan sebagai tujuan
hidup. Bahkan, sebagian besar manusia memandangnya sebagai kemuliaan. Tak heran
jika ada yang mengira bahwa kemuliaan manusia itu terletak pada seberapa banyak
harta yang dikumpulkan. Dalam keadaan seperti itu, manusia berubah dari Hamba
Allah menjadi budak harta atau budak dunia. Mereka mengira bahwa harta,
jabatan, popularitas, dan kemegahan duniawi lainnya bakal dapat mengekalkan dan
menjadikannya abadi di dunia ini.
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur”. (At-Takatsur: 1-2)
“Dia
mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak!
Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah”. (Al-Humazah:
3 dan 4).
Pesan
penting yang harus dicamkan baik-baik di sini, adalah bahwa kemuliaan itu bukan
berada di luar, bukan faktor eksternal. Kemuliaan itu sesungguhnya ada pada
diri kita sendiri, ketika kita mampu menggali nilai-nilai ilahiyah dalam diri.
Inilah yang akan melahirkan percaya diri (self-confidence), menumbuhkan
harga diri, dan selanjutnya mendorong kemandirian. Di sinilah sesungguhnya
letak kemuliaan itu.
“Bacalah
kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”.
(Al-Israa: 14)
Allah
telah memuliakan kita karena kedekatan hubungan kita kepada-Nya. Satu lagi
tugas kekhalifahan yang harus kita jalani, yaitu memuliakan orang lain. Jika
kita ingin dimuliakan, maka muliakanlah orang lain. Jika kita ingin dihormati,
maka hormatilah orang lain. Jangan sekali-kali memandang rendah orang lain,
karena setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat. Yang
membedakannya adalah iman dan taqwanya. Dengan semangat memuliakan, akan
tercipta kedamaian dan ketentraman batin.
Hamim
Thohari
0 komentar:
Posting Komentar