Ibnu
Abbas menceritakan, bahwa ia pernah menghabiskan waktu malamnya bersama
Rasulullah saw. Ia melihat ketika Rasulullah bangun dan berdiri di atas
kasurnya, beliau menengadahkan kepalanya seraya membaca tasbih, Subhanal malik
al-Quddus, sebanyak tiga kali, kemudian beliau membaca ayat 190 dan 191 surat
Ali Imran, yang butiran hikmahnya sebagai berikut:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.”
Subhanallah,
Rasulullah telah memberikan teladan
kepada umatnya agar memperbanyak tasbih seraya menyucikan Asma Allah. Betapa
seringnya imajinasi ‘nakal’ kita mengandai-andaikan Allah dengan segala
keterbatasan akal pikiran, padahal keberadaan-Nya tidak bisa ditangkap oleh
indera, pun tak mampu teraih oleh imajinasi, tidak pula bagi akal, pikiran,
bahkan perasaan manusia untuk menjangkaunya. Dia tiada jua mampu dihukumi oleh
nalar dan intelektual manapun.
Dialah
Allah, yang memperkenalkan diri-Nya sebagai Maha Raja Yang Qudus, sebagaimana
firman-Nya:
“Senantiasa
bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, Maha
Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Jumu’ah:
1)
Al-Quddus
secara literal berasal dari kata Quds, yang harfiahnya adalah kebersihan atau
kesucian. Ketika Tuhan mengabarkan rencana penciptaan manusia dan menjadikannya
sebagai khalifah di muka bumi, para malaikat menyampaikan pendapat mereka
seraya berkata:
“Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu?” (QS. Al-Baqarah: 30)
Pekerjaan
utama malaikat adalah memuji dan menyucikan Allah. Itulah ihwal mengapa sang
pemimpin dari seluruh malaikat disebut sebagai ruh al-Quds. Alasan lain,
Malaikat Jibril yang juga bertugas sebagai pembawa wahyu Illahi kepada Nabi
Muhammad saw tidak pernah melakukan kealpaan dalam tugasnya. Suatu keniscayaan
apabila satu kalimat, kata, atau sebuah huruf telah luput dari pengucapan dan
penyampaian wahyu Allah olehnya. Semua yang disampaikan kepada Muhammad persis
sama dan orisinal.
Al-Bait
al-Muqaddas artinya adalah rumah yang disucikan atau rumah yang penghuninya
membersihkan dan mensucikan dari segala kotoran dan dosa-dosa. Nama itulah yang
disandang masjid ketiga umat Islam, yaitu masjid al-Quds di Jerusalem,
Palestina. Sedang masjid pertama dan kedua adalah masjidil haram di Makkah dan
masjid Nabawi di Madinah. Al-Quds juga dipakai untuk menamai surga, karena di
dalam surga tidak didapati (bersih dari) penderitaan-penderitaan sebagaimana di
dunia.
Ketika
al-Quddus disandangkan sebagai nama Allah, maka Dia berarti Zat yang terbebas
dari segala bentuk kebutuhan. Dia tidak butuh pujian, bahkan sembahan. Jika Dia
memerintahkan manusia menyembah-Nya, sesungguhnya sembahan (ibadah) itu
manfaatnya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Kebesaran dan kekuasaan
Allah tidak berkurang sekalipun seluruh manusia menentang-Nya. Sebaliknya, kebesaran
dan kekuasaan-Nya tidak sedikitpun bertambah, sekalipun seluruh manusia tunduk
dan sujud kepada-Nya.
Sebagai
hamba Al-Quddus, selayaknya kita menyucikan hati dan pikiran kita dari segala
prasangka buruk kepada Allah, juga kepada sesama manusia. Hati harus senantiasa
kita bersihkan agar sinarnya memancar, memenuhi ruang dan waktu. Pikiran kita
harus senantiasa dalam nuansa kesucian, agar energi kreatifnya keluar untuk
menjawab segala problem dan permasalahan.
Sucikanlah
Tuhanmu. Sucikan hatimu. Sucikan badanmu. Bersihkan pakaianmu. Bersihkan
lingkunganmu. Agar engkau bisa bertemu dengan Yang Maha Suci (Al-Quddus), di
tempat yang bersih (surga Al-Quds), bersama para malaikat yang dikepalai ruh
al-Quds.
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar