Jalan
pagi di hari Minggu sudah menjadi ‘ritual’ keluarga Irfan sejak tiga tahun
lalu. Jika tak sedang sakit atau dinas ke luar kota, hampir pasti Irfan, istri,
dan kedua puterinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar melakukan olahraga
murah ini. Tempat favorit dan hampir menjadi langganannya adalah taman Monas
atau Senayan.
Dengan
mengendarai mobil seusai menjalankan shalat shubuh berjama’ah, mereka menembus
gelapnya pagi. Udara yang dingin tak menghalangi mereka untuk meninggalkan
rumah. Kali ini yang dituju adalah Monas, lapangan yang dikelilingi hutan kota
yang mulai rindang. Seperti biasa, si Kecil selalu memecah keheningan pagi
dengan lontaran pertanyaan tak terduga. Saat melintas di Jalan Merdeka Selatan,
ia bertanya, “Itu gedung apa, kok bagus sekali?” Dengan sedikit melirik, Irfan
segera menjawab, “Gedung berwarna putih itu adalah Istana Negara. Di sanalah
tempat tinggal resmi presiden Indonesia.”
Di sana,
kata sang ayah mulai berceramah, presiden Soekarno, Soeharto, Habibie,
Abdurrahman Wahid, dan Megawati pernah tinggal. Bahkan sebentar lagi Megawati
akan ke luar dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden baru yang
bakal menghuni istana. Ada yang lama sampai beberapa periode, tapi ada pula
yang singkat, tidak sampai lima tahun. Yang paling lama adalah Soeharto dan
Soekarno, sedang para penggantinya susul menyusul, tapi tidak sampai lima
tahun. Sedangkan yang terakhir baru beberapa hari, belum diketahui sampai kapan
berakhirnya.
Si Kecil
mulai bersemangat, ia pun memberondong dengan berbagai pertanyaan seputar
presiden dan istana. Karena tak ingin mengecewakan anaknya, Irfan menepikan
mobilnya dan berhenti tak jauh dari Istana Negara. Irfan tak merasa keberatan
melakukan semua itu, karena olahraga pagi baginya tak hanya untuk kesehatan,
tapi lebih utama untuk membangun keakraban dan kebersamaan.
“Lihatlah
istana itu,” kata sang ayah meneruskan ceramahnya. “Ia tetap berdiri kokoh
walaupun penghuninya silih berganti. Ada yang sudah mati, ada yang sudah sangat
tua, ada yang kini tinggal di luar negeri, dan ada pula yang masih segar bugar.
Umur istana itu jauh lebih tua dari manusia yang menghuninya.”
Kali ini
sang Bunda mulai angkat bicara, “Perhatikan, umur manusia itu lebih pendek dari
umur istana, dan umur kekuasaannya jauh lebih pendek dari umurnya. Di dunia ini
tidak ada kekuasaan yang kekal, dan tidak ada kerajaan yang abadi. Semua
kekuasaan berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.”
Sang
Bunda yang banyak hafal ayat al-Qur’an kemudian mengutip sebagiannya,
“Katakanlah: ‘Wahai Tuhan Yang menggenggam segala kekuasaan, Engkau berikan
kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari
orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.’” (QS. Ali Imraan: 26)
Tanpa
diminta, si Kecil menyimpulkan pembicaraan ayah bundanya dengan sebuah
pernyataan, “Jika begitu, yang paling berkuasa adalah Allah SWT.” Tanpa
dikomando ayah dan ibu menyahut serentak: “Ya, Dialah pemilik langit, bumi, dan
segala isinya. Dialah yang berkuasa di langit, berkuasa pula di bumi. Seluruh
raja, presiden, perdana menteri, pemimpin partai, pemimpin organisasi, pemimpin
rumah tangga, dan semua pemimpin yang di tangannya terdapat sedikit atau banyak
kekuasaan, maka kepada Allah-lah semuanya akan dipertanggungjawabkan.
Penyalahgunaan kekuasaan yang diamanahkan Allah kepada manusia akan
dipertanggungjawabkan di mahkamah tertinggi-Nya. Itulah artinya Maaliki
yaumiddin dalam al-Fatihah yang selalu kita baca berulang-ulang,
setidak-tidaknya setiap rakaat shalat.”
Adakah
kekuasaan yang melebihi kekuasaan-Nya?
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar