Al-Mujib, Yang Maha Mengabulkan




"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku menjawab do’amu.' Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a), akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mukmin: 60).

Dalam Al-Qur’an, kata al-Mujib dalam bentuk mufrad hanya terdapat dalam surat Huud ayat 61, sedang dalam bentuk jama’ terdapat dalam surat Ash-Shaffat ayat 75. Akan tetapi ayat yang menggunakan akar kata “a-ja-ba” dapat dijumpai beberapa kali dalam ayat yang berbeda-beda, terutama yang menggunakan kata kerja.

Menurut Al-Ghazali, Al-Mujib adalah yang menyambut permintaan para peminta dengan memberinya bantuan, do’a yang berdo’a dengan mengabulkannya, permohonan yang terpaksa dengan memberi kecukupan, bahkan memberi sebelum diminta, dan melimpahkan anugerah sebelum dimohonkan. Siapa lagi yang dapat melakukan semua hal di atas, selain Allah? Hanya Dia yang sangup melakukannya.

“Atau siapakah yang menjawab (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah Allah di muka bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu yang mengingat-Nya.” (QS. An-Naml: 62)

Dalam Islam, do’a adalah mukh-khul ibadah, saripati ibadah. Dalam solat, misalnya, setiap mushalli (orang yang solat) mulai berdiri, rukuk, sujud, duduk, lalu salam, hampir semua bacaan yang dibacanya berisi do’a. Demikian pula dalam ibadah puasa, zakat, maupun haji sarat dengan do’a. Allah berfirman: “Katakanlah, Tuhanku tidak menghiraukan kamu seandainya tidak ada do’amu.” (QS. Al-Furqan: 77)

Allah senang kepada orang yang memperbanyak do’a dan meminta kepada-Nya. Sebaliknya, Dia sangat murka kepada mereka yang enggan berdo’a dan meminta bantuan-Nya, disebabkan karena kesombongannya atau karena merasa cukup dengan kekayaan yang dimilikinya. Allah berfirman:

"Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman." (QS. Ar-Ra’d: 18)

Allah memperkenankan setiap do’a, menjawab setiap keluh kesah, memenuhi setiap permintaan, dan memberi setiap hajat kebutuhan, asal disampaikan dengan segenap keyakinan, kepercayaan, dan keimanan. Do’a yang tidak disertai keyakinan adalah omong kosong, hayalan, atau sekadar lamunan. Rasululah bersabda:

“Berdo’alah kepada Allah, percayalah akan jawaban-Nya atas do’amu, dan hati-hatilah bahwa Allah tidak menjawab permohonan orang-orang yang lalai dan acuh.” (HR. Tirmidzi)

Dalam berdo’a, ada abad dan etika yang harus dipenuhi. Satu di antaranya adalah bersikap merendah dan bersuara lembut. “Inna Rabby qariibun Mujiib” (Sesungguhnya Tuhanku (Allah) amat dekat dan memerkenankan do’a hamba-hamba-Nya), karenanya tidak perlu berteriak-teriak dan mengeraskan suara ketika berdo’a.

“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raaf: 55)

Pada ayat yang lain, Allah mengingatkan: “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan hati (tadarru’) dan rasa takut (khauf), dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf: 205)
Hamim Thahari

0 komentar:

Posting Komentar