Al-Bashir
berasal dari kata ba-sha-ra, yang arti harfiahnya adalah “melihat”. Dalam
pengertian yang lebih luas, bashara bisa berarti ilmu atau kejelasan.
Nabi Yusuf, sebagaimana dikutip dalam al-Qur’an, senantiasa melakukan dakwah
kepada para terpidana dan petugas di lingkungan penjara dengan mengatakan:
“Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada
Allah dengan bukti yang sangat jelas dan nyata (bashirah),” (QS. Yusuf: 108)
Arti
lain, seperti yang sering dipakai oleh kaum sufi, adalah mata hati atau mata
batin. Ada pula yang menyebutnya dengan indera keenam. Apa pun namanya,
seseorang yang telah memiliki bashirah akan mampu melihat hal-hal yang
ghaib. Ketika melihat sesuatu, ia tidak hanya melihat dengan mata kepalanya
saja, tetapi menggunakan mata batinnya yang dapat menembus batas ruang dan
waktu.
Bashirah
dalam pengertian yang kedua tersebut hanya diberikan oleh Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha mendekat atau melakukan taqarrub
kepada Allah. Salah satu hamba-Nya yang jelas-jelas telah memiliki bashirah
adalah Muhammad saw, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an: “Telah diperlihatkan
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (Al-Israa: 1).
“Tanda-tanda
Kami” dalam ayat di atas tidak lain adalah sesuatu yang ghaib, terselubung,
atau tersembunyi. Nabi Muhammad diberi kesempatan untuk menyaksikan peristiwa
ghaib melalui mata batinnya. Tirai yang menyelubungi alam ghaib dibuka sehingga
tidak ada lagi pembatas yang mengantarai Rasulullah saw dengan alam ghaib.
Dengan begitu, peristiwa masa lalu, sekarang, dan yang akan datang, tertampang
jelas di hadapannya.
Bashirah
itu tidak hanya diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saja, tapi dalam
batas-batas tertentu juga dikaruniakan kepada para hamba-Nya yang senantiasa
taqarrub kepada-Nya. Dalam hadits Qudsi Allah berfirman:
“Dan
seorang hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan melakukan ibadah-ibadah
sunnat sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah
yang menjadi pendengarannya, penglihatannya, dan sebagai tangan yang
digunakannya, serta kaki yang dijalankannya. Apabila ia memohon kepada-Ku pasti
Ku-kabulkan. Jika meminta perlindungan, maka pasti Aku lindungi.” (HR. Bukhari)
Sebagai
hamba Al-Bashir, kita harus menyadari bahwa seluruh aktifitas kita dilihat dan
diawasi Allah. Bagi-Nya, tiada tempat yang tersembunyi. Dengan kesadaran itu,
kita akan selalu memilih aktifitas yang baik dan mendatangkan manfaat.
Sebaliknya, kita akan berusaha dengan sungguh-sungguh menghindari segala
aktifitas yang sia-sia dan mendatangkan mudharat, baik bagi diri sendiri maupun
bagi orang lain.
Ketika
terbersit keinginan untuk berbuat maksiat, sekecil apa pun, kita segera
menyadari bahwa Allah (Al-Bashir) sedang mengawasi kita. Timbul rasa malu,
kemudian ada dorongan dalam diri untuk segera meninggalkannya.
Ya
Allah, Al-Bashir. Kami malu jika Kau beberkan yang Kau lihat pada diriku. Kami takut jika Kau balas yang Kau lihat padaku. Ya Bashir, berilah kami mata batin agar kami dapat
melihat tanda-tanda kebesaran-Mu, agar kami
senantiasa memuliakan dan mengagungkan-Mu.
Hamim Thohari
0 komentar:
Posting Komentar