Dalam
peta sejarah penyebaran Islam, kehadiran dan pertumbuhan Islam di wilayah
Nusantara merupakan perkecualian, karena tidak melalui jalan peperangan dan
penaklukan militer.
Ini berbeda sekali dengan sejarah
penyebaran Islam di sekitar Timur Tengah dan Eropa, yang sampai sekarang masih
menyisakan kenangan pahit akibat terjadi pertumpahan darah. Di balik kemegahan
warisan monumen Islam di Spanyol dan keindahan Gereja Aya Sophia di Istanbul,
sejarah mencatat drama peperangan antara umat Islam dan Kristen yang sangat
berdarah-darah.
Para sejarawan berbeda pendapat,
kapan persisnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang menyebutkan bahwa sejak abad
ke-8 Islam telah masuk ke Sumatera. Namun,pada umumnya mereka bersepakat bahwa
penyebaran Islam secara masif dan merata baru terjadi pada akhir abad
ke-12.Genealogi historis penyebaran Islam ini akan sangat memengaruhi watak
atau karakter Islam Indonesia sampai hari ini.
Islam yang Ramah dan Inklusif
Islam berkembang di wilayah
Nusantara dibawa oleh para pedagang.Sifat pedagang selalu terbuka,senang
memelihara persahabatan, dan memperbanyak kawan baru untuk mengembangkan
bisnisnya.
Pedagang yang senang konflik tentu
tak akan mendukung usahanya. Sifat pedagang ini rupanya sejalan dengan semangat
dakwah yang juga selalu ingin menawarkan dan menyebarkan ajaran Islam di
wilayah baru.
Dua karakter dan agenda ini saling
mengisi sehingga kota-kota pantai di Nusantara ini adalah pusat perdagangan
yang juga pusat penyebaran Islam. Lihat saja kota-kota pantai seperti Cirebon,
Semarang, Gresik, Makassar, Maluku, dan beberapa kota pantai.Semua itu
merupakan pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam.
Yang juga menarik diperhatikan,
menurut catatan sejarah, muatan Islam yang dikembangkan pada masa-masa awal
lebih banyak bermuatan tasawuf. Ini mungkin berkaitan dengan situasi dunia
Islam di Timur Tengah yang secara politik tengah mengalami kemunduran lalu
berkembang paham tasawuf.
Atau bisa juga Islam yang datang ke
Indonesia yang melewati Persia dan India telah dipengaruhi oleh tradisi
esoterisme (tasawuf dan filsafat) sehingga ekspresi dan artikulasinya lebih
inklusif, esoterik, dan ramah.
Genealogi historis di atas mungkin
bisa menjelaskan mengapa Islam yang berkembang di Nusantara bersifat inklusif
dan ramah, sehingga Nusantara yang tadinya menjadi kantong dan pusat
Hindu-Buddha secara dramatis berubah menjadi kantong umat Islam terbesar di
dunia.
Warisan Candi Borobudur, Prambanan,
dan puing-puing bekas kerajaan Hindu-Buddha yang tersebar di berbagai kepulauan
Indonesia telah cukup sebagai bukti betapa wilayah ini dulunya menjadi pusat
kedua agama itu, di samping kepercayaan atau agama lokal yang sebagian masih
bertahan sampai sekarang.
Secara geografis dan demografis,
sungguh logis Indonesia (Indos-nesos) yang berada di bawah benua India ini
menjadi pusat Hindu-Buddha. Seakan menjadi anomali sejarah, mengapa wilayah
Nusantara yang jauh dari Mekkah-Madinah yang dihalangi benua India menjadi
kantong umat Islam? Jawabnya antara lain telah disebutkan di atas.
Yaitu bertemunya etos pedagang dan
pendakwah yang senang melakukan pengembaraan berburu rempah-rempah,ditambah
lagi dengan pendekatan tasawuf, sehingga mampu meredam dan menghindari konflik
serta peperangan sebagaimana yang terjadi ketika Islam menyebar di belahan
dunia lain.
Genealogi historis-teologis
masuknya Islam ke Nusantara ini telah memberi karakter ekspresi keislaman di
Indonesia sampai hari ini. Sebuah gerakan Islam kultural yang sangat apresiatif
dan akomodatif terhadap tradisi lokal, tanpa kehilangan militansi dan substansi
beragama. Berbagai kajian di atas menjelaskan pada kita tentang banyak hal.
Antara lain ajaran dasar Islam itu
memiliki keluasan dan keluwesan, sehingga mudah beradaptasi dengan kultur lokal
tanpa kehilangan substansinya, terutama tauhid dan prinsip-prinsip ritualnya.
Kedua, ketika Islam keluar dan
berkembang dari tempat kelahirannya, yaitu Mekkah-Madinah, mau tidak mau mesti
terjadi proses adaptasi, akulturasi, dan kreasi kultural agar mudah diterima,
bahkan terjadi pengayaan kultural dan intelektual yang tidak terbayangkan
sebelumnya. Lihat saja, pusat- pusat peradaban Islam justru berkembang pesat di
luar wilayah Arab Saudi hari ini.
Sekarang bahkan terjadi gerakan
Muslim diaspora yang sangat mengesankan di belahan Barat. Hampir semua
universitas bergengsi di Barat saat ini memiliki pusat kajian Islam. Ketiga,
perkembangan Islam akan mudah diterima pada masyarakat yang semakin plural dan
memberikan pencerahan moral, spiritual, dan intelektual ketika tampil tidak
dengan jargon dan kendaraan politis ideologis.
Bahwa ideologisasi agama itu memang
suatu kenyataan yang sulit dielakkan sepanjang sejarahnya. Perlu ditegaskan,
Islam bukan produk ideologi, Islam adalah ajaran wahyu, namun melahirkan
ideologi sosial keagamaan. Dan ideologi keislaman itu akan mengeras ketika
bersinergi dengan identitas etnis, sehingga muncul istilah etno-religion.
Berbagai gerakan radikalisme
keagamaan selalu berkelindan dengan semangat membela etnis atau bangsa, seperti
perjuangan rakyat Palestina yang telah menjadi beban dan agenda sejarah
kemanusiaan dan dunia. Contoh paling mutakhir adalah serangan paling brutal
oleh Anders Behring Breivik pekan lalu yang menewaskan 92 orang di kota Oslo,
Norwegia.
Breivik adalah seorang penganut
fundamentalisme Kristen yang marah melihat bangsa dan negaranya berkembang
semakin plural dari segi agama dan ideologi ,termasuk berkembangnya Islam di
sana. Adaptasi Islam di Indonesia yang paling fenomenal dan dampak
politis-kulturalnya sangat besar adalah tradisi libur kerja atau tutup kantor
pada hari Minggu, bukan hari Jumat seperti yang berlaku di Arab.
Bayangkan, apa dampak kulturalnya
andaikan liburan jatuh pada hari Jumat? Yang pasti tak akan bermunculan acara
salat Jumat di perkantoran dan lembaga-lembaga pendidikan. Ada rumor, ada
beberapa pejabat tinggi negara yang semula jarang salat, setiap salat Jumat
menjadi rajin ke masjid.
Hanya saja, kualitas dan orientasi
khotbah Jumatnya di berbagai tempat perlu dievaluasi. Di antaranya selalu
menyebarkan provokasi radikalisme. Nusantara yang terdiri atas ribuan pulau,
tradisi, dan bahasa telah ikut pula memperkaya wajah keberagamaan umat Islam
Indonesia.
Sekarang ini Islam Indonesia
dipandang sebagai trend setter busana muslimah dunia. Masyarakat Barat selalu
memersepsikan wanita muslimah dengan merujuk pada dunia Timur Tengah yang
pakaiannya serba hitam, tanpa sentuhan mode.
Sementara busana muslimah di
Indonesia sangat kreatif dan warna-warni sehingga perkembangan ini telah
menarik perhatian kalangan muslimah dari berbagai negara. Coba saja perhatikan,
betapa modis dan trendi pakaian wanita Indonesia yang dikenakan para selebritas
dan kelas menengah kota.
0 komentar:
Posting Komentar