Elemen paling vital tetapi sering
diremehkan, bahkan ditolak, oleh para ilmuwan adalah adanya jiwa rabbani dalam
diri manusia. Sebagai seorang muslim, ketika berbicara masalah metafisik
referensi saya tentu saja Alquran.
Jiwa rabbani ini sumbernya adalah
roh Ilahi yang ditiupkan, bukan diciptakan, oleh Allah ke dalam tubuh manusia.
Di dalam Alquran (QS 32: 7,8,9) disebutkan, manusia diciptakan berasal dari
tanah, lalu Allah menjadikan proses keturunannya dari air mani dan yang lebih
hebat lagi, disempurnakanlah dengan ditiupkan roh-Nya ke dalam diri manusia.
Bahwa dalam diri manusia terdapat roh rabbani disebutkan juga dalam ayat yang
lain (QS 15:29 – 38:72): “Setelah sempurna proses kejadiannya, maka Aku tiupkan
roh-Ku ke dalam diri manusia, lalu mereka bersujud.
Kutipan ayat Alquran ini sangat penting untuk memahami manusia bahwa dalam dirinya tidak saja terdapat jiwa nabati (vegetative soul), jiwa hewani (animal soul), dan jiwa insani (human soul), tetapi yang paling tinggi adalah dalam diri manusia terdapat jiwa rabbani atau roh Ilahi (divine soul). Perpaduan antara jiwa nabati, hewani, dan insani telah menjadikan manusia berhasil menciptakan perubahan dan peradaban yang spektakuler.
Sesungguhnya kata “manusia” itu
sendiri memiliki akar kata yang sama dengan “insan” sehingga dalam Alquran kata
“insan” lalu diterjemahkan dengan “manusia”. Dengan kekuatan akal pikirannya
masyarakat modern merasa telah mampu membuat loncatan sejarah dan peradaban
sehingga di antara mereka tidak lagi memerlukan Tuhan. Semua persoalan hidup
hendak dijelaskan dan diselesaikan dengan pendekatan empiris-ilmiah. Kalau pun
mereka masih percaya kepada Tuhan dan agama, peran dan posisinya semakin kecil,
terpinggirkan.
Orang yang percaya pada Tuhan dan
agama menunjukkan keterbelakangan dan gagal memahami dunia secara rasional.
Yang cukup mengejutkan, ketika saya meneliti Alquran, kata “insan” selalu
dikaitkan dengan kecenderungan bersikap negatif. Jadi, di balik kehebatannya,
jiwa insani memiliki kelemahan dan cacat yang sangat merepotkan bagi dirinya.
Mari kita lihat beberapa kutipan
Alquran: “Sungguh ketika ‘insan’ (manusia) merasa dirinya kaya, maka mereka
lalu bersikap sombong dan melampaui batas”(QS 96: 6,7). Manusia (insan) itu
mudah berkeluh kesah ketika mendapatkan kesulitan, tetapi cepat berubah menjadi
sombong dan kikir ketika nasibnya berubah menjadi kaya dan hidupnya enak (QS
79: 19,20,21). Manusia juga mudah sekali mengingkari nikmat Tuhan, enggan
bersyukur (QS 100: 6). Manusia merasa hebat, pintar, tetapi sesungguhnya
kesombongannya itu sekaligus menunjukkan kebodohannya (QS 33:72).
Demikianlah masih banyak lagi
isyarat Alquran yang menunjukkan bahwa tanpa bimbingan jiwa rabbani
sesungguhnya jiwa insani memiliki kelemahan yang fatal. Makanya Allah
mengirimkan para rasul dan kitab suci sepanjang sejarah sebagai peringatan,
panduan,dan konsultan untuk meraih tahapan hidup yang lebih tinggi, lebih
bermakna, dan lebih terarah dalam meneruskan perjalanannya ketika satu saat
mesti melalui pintu gerbang kematian, yaitu berpisahnya jiwa rabbani dengan
badan wadahnya.
Jiwa rabbani (QS 3: 79) yang mampu
berkomunikasi dengan Tuhan dan mengapresiasi realitas gaib yang tidak sanggup
dijangkau oleh jiwa insani. Mereka yang beriman, yang kemudian disebut mukmin,
adalah mereka yang jiwa rabbaninya selalu terhubungkan dengan cahaya Ilahi
sehingga jiwa-jiwa di bawahnya terkendali dan ikut tercerahkan.
Beberapa instrumen yang
menghubungkan jiwa rabbani dengan Allah terdapat dalam beberapa istilah di
Alquran, antara lain fuad, qalb, albab. Ketiganya menghubungkan jiwa
insani dengan cahaya Ilahi. Dalam sejarah, banyak pemikir yang cerdas secara
intelektual dan spiritual. Sosok Muhammad yang lahir dan tumbuh di padang pasir
pada abad keenam yang tidak pernah memperoleh pendidikan di perguruan tinggi,
tetapi mewariskan himpunan ucapan (hadis) dan mushaf Alquran yang kandungan
kebenarannya melampaui zaman, pasti, memiliki jiwa rabbani yang sangat cerdas
dan kuat.
Semakin hari semakin memperoleh
pembenaran ilmiah apa yang disampaikan Muhammad pada abad keenam yang terhimpun
dalam Alquran. Ini dimungkinkan karena dirinya dipimpin dan dikendalikan oleh
jiwa rabbani yang dipandu oleh Ruhul Amin yang datang dari Allah. Para rasul
Tuhan sejak berabad-abad lalu hadir untuk membimbing manusia agar mengaktifkan
jiwa rabbani dengan selalu ingat dan berpikir tentang Tuhan yang Maha Benar,
Maha Baik, Maha Indah sehingga perjalanan manusia berproses naik martabatnya.
Jika tidak, manusia akan mengalami kerugian dan kehancuran akibat kebodohan,
kerakusan, dan kesombongannya. Maha Suci Engkau ya Allah, sucikanlah hati dan
pikiran kami.
Komaruddin Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar