Menakar Kasih Ibu



“Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali, bagaikan surya menyinari dunia.”
Bait nyanyian di atas sangat populer dan selalu dikumandangkan oleh anak-anak sejak di TK (taman kanak-kanak). Kalimatnya sederhana, namun maknanya sangat dalam. Kucuran kasih ibu kepada kita bagaikan sang surya yang setiap saat melimpahkan cahayanya untuk memberikan kesegaran penduduk bumi, namun tak pernah minta balasan apa pun dari kita. Ada lagi pepatah klasik yang menyatakan: Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan.
Kasih dan perhatian ibu kepada anak-anak tak ada putusnya, ibarat jalan yang tidak mengenal ujung. Sementara perhatian anak pada ibu sungguh tak sebanding. Ingin membuktikan? Coba disurvei, berapa jam sehari anak memikirkan ibunya, dan berapa jam sang ibu memikirkan anaknya? Berapa kali sang ibu mendoakan anak-anaknya, dan berapa kali sang anak mendoakan ibunya? Sedemikian tulus dan mulianya sosok ibu sehingga bumi ini juga dinisbatkan sebagai ibu (mother earth). Bumi senantiasa memberi pada manusia.
Semuanya diberikan. Tanpa dukungan dan kebaikan bumi, manusia akan sengsara. Sayang, manusia sombong dan tidak tahu berbalas kasih, ibu pertiwi dikhianati dan disakiti. Ujung-ujungnya pasti manusia yang akan sengsara. Nasihat agar anak memuliakan ibu juga sangat populer diceritakan secara turun-temurun di Sumatera Barat melalui legenda Malin Kundang yang kemudian berubah menjadi batu menangis karena menyesali perbuatannya menyakiti hati sang ibu. Di zaman Rasulullah SAW juga ada pemuda bernama Alqomah yang sakit keras dan saat mau meninggal sangat tersiksa karena ibunya masih sakit hati atas kelakuannya.
Baru setelah sang ibu memaafkan, Alqomah menghembuskan nafas terakhirnya. Mengingat peran utama ibu tak lain adalah mengasihi dan membesarkan putra-putrinya agar kelak tumbuh pintar, dewasa, dan mandiri. Sifat yang mulia ini juga dilekatkan pada lembaga pendidikan atau sekolah yang kita sebut ”almamater”. Dari bahasa Latin, almamater artinya ibu yang mengasihi dan memberikan makanan bergizi agar para siswa tumbuh sehat. Makanya sekolah sering disebut sebagai rumah kedua (second home) atau ibu kedua (second mother).
Di dalam Alquran dan Hadits pun ditegaskan,betapa mulianya sosok ibu sehingga anakanak Adam wajib mencintai, menghormati, dan merawatnya, terlebih ketika mereka sudah masuk usia lanjut. Makanya dalam ajaran Islam tidak dikenal pembangunan rumah jompo sebagai tempat penitipan orang tua.Orang tua itu pembuka pintu langit yang akan menurunkan berkah tak terhingga bagi anak-anaknya yang merawat dan mencintai, sabda Rasulullah SAW.
Ketika ditanya oleh seorang pemuda, siapa yang paling berhak memperoleh penghormatan dalam hidup ini? Rasulullah SAW menjawab: ”Ibumu!” Siapa lagi? ”Ibumu.” Siapa lagi? ”Ibumu.” Siapa lagi? ”Ayahmu.” Jadi jelas sekali bagaimana ajaran Rasulullah SAW dalam menghormati sosok ibu. Lalu ada seorang pemuda yang menangis, dia sedih sekali tidak lagi memiliki ibu karena sudah meninggal, lalu bertanya pada Rasulullah SAW: Saya ingin sekali membalas budi ibuku,tapi sudah meninggal.Apa yang sebaiknya saya lakukan?
Rasulullah SAW menjawab: Doakan almarhumah ibumu, dan hormati serta sayangi ibu-ibu yang kamu jumpai di mana pun, nilainya akan sama dengan berbakti kepada ibu kandungmu. Dalam kajian psikologi perkembangan anak dikatakan, pendidik yang paling hebat adalah ibu. Dalam teori dan praktik hypnoparenting misalnya penanaman nilai dan sugesti yang paling efektif adalah dilakukan ibu di saat anak hendak tidur atau sambil bermain.
Makanya sangat dianjurkan ketika ibu tengah menyusui anaknya atau meninabobo mengantarkan tidur, momen itu sangat bagus untuk membisikkan doa dan cerita-cerita sehingga anak-anak memiliki rekaman kuat di bawah sadar tentang nilai-nilai luhur dan memiliki mimpi besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa single parentyang dilakukan seorang ibu bagi anakanaknya jauh lebih sukses ketimbang single parent oleh seorang ayah. Doa, kasih sayang, dan kerja keras seorang ibu yang dilihat dan terekam dalam bawah sadar anak-anaknya bagaikan humus atau pupuk bagi pertumbuhan jiwa anak untuk tumbuh menjadi pohon besar yang kuat terterpa angin.
Demikianlah, pantas sekali kita berterima kasih dan senantiasa hormat serta mencintai ibu-ibu kita. Namun,ada satu sosok ibu yang menimbulkan keprihatinan kita semua yaitu ”Ibu Kota Jakarta” yang tidak bisa menjadi teladan kota- kota lain di Indonesia serta tidak memberikan rasa aman dan nyaman.

Komaruddin Hidayat

Related Posts:

  • Beda Pemilu dan Pasar KETIKA kecil,saya sering jalan-jalan ke pasar. Pada hari-hari tertentu, pasar sangat ramai. Dari kejauhan sudah terdengar suara riuh bagaikan suara gerombolan lebah. Pengunjung berdesakan di tengah suara celoteh sahut-me… Read More
  • Belajar dari Jepang Tradisi dan keberanian bunuh diri untuk melawan musuh sesungguhnya merupakan cerita lama yang mudah dijumpai di berbagai bangsa. Dulu yang menjadi sasaran dan target adalah militer karena perang pun memiliki etika bah… Read More
  • Bangsa Besar Mimpi Kecil SEMUA bangsa di dunia yang berhasil tumbuh menjadi besar selalu dimulai oleh pemimpin yang visioner, memiliki mimpi besar, melampaui zamannya. Selanjutnya visi itu diturunkan menjadi ideologi gerakan yang mampu menggerak… Read More
  • Bagimu Surgamu, Bagiku Surgaku INI bukan kolom agama, melainkan catatan kecil kekaguman seorang nenek kepada cucunya yang sekolah di Barat, yang mayoritas temannya beragama Kristen, sementara dia muslim.  Jadi lebih tepat kolom ini diposisikan se… Read More
  • “Be a Long Life Learner!” SEJAK masih belajar mengaji di masjid kampung dahulu, saya sudah dengar dan bahkan hafal bahwa Nabi Muhammad mewajibkan umatnya untuk senantiasa belajar sejak masih dalam gendongan sang ibu sampai mendekati liang lahat. … Read More

0 komentar:

Posting Komentar