TIDAK
semua pemimpin itu penguasa. Tidak juga semua penguasa itu pemimpin. Lebih
bagus lagi kalau seorang pemimpin adalah juga seorang penguasa. Dalam birokrasi
negara modern, seorang penguasa itu memiliki kekuasaan dan wewenang memerintah
berdasarkan legalitas formal yang dibuktikan dengan dokumen resmi.
Legalitas kemudian melahirkan
otoritas dan kewenangan untuk memerintah, mengatur, bahkan kalau perlu memaksa.
Oleh karena itu, sehebathebat seorang presiden, jaksa agung atau gubernur,
kalau masa jabatannya sudah berakhir,kekuasaan formalnya juga ikut berakhir.
Dalam teori kepemimpinan dibedakan antara pemimpin posisional- kontraktual
karena jabatan formal dan pemimpin informal, yaitu mereka yang disegani
masyarakat karena pribadinya dan pengabdiannya kepada masyarakat, bukan karena
tugasnya sebagai pejabat pemerintah.
Yang ideal adalah kalau dua
kategori itu bertemu dalam satu pribadi, maka pengaruhnya akan semakin besar
dan efektif. Jika kita amati, terdapat beragam pemimpin berkaitan dengan
profesi dan konteks sosialnya. Ada pemimpin yang menonjol pada gagasannya
sehingga bisa disebut sebagai pemimpin dalam domain pemikiran. Ada lagi
pemimpin gerakan atau aksi sosial. Mereka terampil memimpin sebuah gerakan
masyarakat untuk mewujudkan sebuah gagasan. Tapi ini pun masih bisa dibedakan
lagi menjadi dua.Ada gerakan jangka pendek dan gerakan jangka panjang.
Belum lagi cakupannya, ada yang
berskala nasional dan ada yang berskala lokal. Di Indonesia kepemimpinan yang
menonjol selalu dikaitkan dengan pemimpin pemerintahan, perusahaan, partai
politik (parpol), ormas, dan keagamaan. Semua ini kalau disederhanakan menjadi
tiga kelompok besar kepemimpinan, yaitu bidang politik, ekonomi, dan keagamaan.
Ketiganya begitu populer dan menonjol serta saling berkait sepanjang sejarah Indonesia.
Pada masa prakemerdekaan dan awal
kemerdekaan, pemimpin di bidang politik dan keagamaan begitu terasa semangat
juangnya, bahwa memimpin itu merupakan panggilan mulia dan seseorang mesti siap
untuk berkorban demi sebuah cita-cita masyarakat yang dipimpinnya.Waktu itu
yang menonjol adalah tipologi pemimpin ide dan pemimpin gerakan. Tapi dengan
berkembangnya zaman, ketika birokrasi negara sudah semakin mapan, pertumbuhan
ekonomi semakin maju,maka tipologi kepemimpinan yang menonjol dan yang diperlukan
lalu bergeser.
Bangsa ini memerlukan kepemimpinan
politik-pemerintahan yang efektif dan tokoh-tokoh entrepreneur yang terampil
menciptakan lapangan kerja bagi rakyat. Belajar dari negara-negara lain yang
dianggap telah maju, masyarakat akan merasa nyaman ketika pemerintahannya
stabil dan ekonomi maju.Dari situ lalu bergerak lebih lanjut pada pengembangan
kebudayaan dan peradaban dengan pilar lembaga pendidikan, lembaga riset, dan
pusat-pusat kesenian.
Tapi rupanya bangsa ini mesti
bekerja keras untuk membangun pemerintahan yang efektif dan ekonomi yang mapan.
Dengan kata lain, kepemimpinan bidang politik-pemerintahan dan ekonomi dalam
ujian. Kalau gagal ongkos sosial-politiknya amat mahal. Ditambah lagi dengan
perubahan cuaca global dan perilaku alam yang tak terduga sehingga mendatangkan
korban manusia, hewan,dan tanah pertanian, kepemimpinan politik saat ini mesti
bekerja lebih keras lagi dan siap untuk menerima kritik, keluhan,dan sebagian
berupa cacian.
Situasi ini juga merupakan ujian
bagi pemimpin parpol dan agama untuk menunjukkan perhatian dan dedikasinya
turut memperbaiki keadaan, bukannya sibuk melobi dan bertikai berebut pengaruh
dan kekuasaan. Para rasul utusan Tuhan dan penggubah sejarah mengajarkan bahwa
memimpin itu berkorban. Cita-cita besar dan mulia yang mereka perjuangkan
sanggup mengalahkan keinginan untuk sekadar mengejar popularitas, imbalan
materi, dan tepuk tangan.
Pilarpilar peradaban didirikan oleh
pemimpin yang setia pada prinsip dan cita-cita mulia, yang kalau diperlukan
jiwanya pun turut dipertaruhkan. Pemimpin seperti itulah yang wibawa dan
pengaruhnya menghunjam ke hati para pengikutnya, bukan karena imbalan posisi
dan materi,tetapi ditaklukkan dan diikat loyalitas mereka itu oleh kesamaan
cita-cita mulia serta keluhuran akhlaknya. Pemimpin itu juga ibarat seorang
pilot pesawat terbang yang bertanggung menjaga keselamatan para penumpangnya
untuk sampai tujuan.
Sedemikian besar peran seorang
pemimpin dalam mengarahkan dan menggerakkan masyarakat, maka sungguh tidak
mudah jalan menuju ke sana. Dalam era demokrasi, rakyat jangan sembarangan
memilih pemimpin karena jika salah pilih, rakyat sendiri yang akan sengsara.
Ini berlaku ketika rakyat hendak memilih calon anggota DPR, memilih pasangan
calon bupati,wali kota, gubernur sampai presiden.
Jadi kalau rakyat berkeluh kesah
kecewa terhadap pemimpinnya, sebagian kesalahannya kembali kepada rakyat akibat
salah pilih. Meski begitu, sekali seorang terpilih sebagai pemimpin mesti
bertanggung jawab dan konsekuen atas jabatan yang diperjuangkannya. Jangan
membuat rakyat sengsara akibat kesalahan yang diperbuat oleh pemimpinnya atau
karena kualitasnya memang di bawah standar, tetapi tidak mau mundur.(*)
0 komentar:
Posting Komentar