Mencari Makna Hidup



Buku Man’s Search for Meaning karangan Victor Frankl telah terjual lebih dari sembilan juta eksemplar. Buku itu mengingatkan kita semua bahwa setiap orang selalu mencari makna di balik semua tindakan dan peristiwa yang menyangkut dirinya.
Frankl pernah tinggal di Kamp Nazi selama tiga tahun. Di situlah dia terhentak dan tersadarkan, untuk apa dan siapa seseorang rela mengambil risiko dalam hidupnya. Pasti ada sesuatu makna yang sangat berharga sehingga seseorang rela hidup menderita. Pada awalnya mungkin sekali hidup ini kita jalani sekadar mengikuti dorongan insting. Seperti perasaan lapar lalu menggerakkan untuk makan. Rasa kantuk mendorong mencari tempat tidur. Haus membuat kita mencari minum.Tetapi ketika kebutuhan insting secara rutin sudah terpola ritme pemenuhannya, kita lalu bertanya lebih lanjut.
Untuk apa semua ini saya jalani? Pasti kita menjalani hidup tidak semata didorong oleh kinerja insting. Selalu saja kita dibuat gelisah oleh berbagai pertanyaan, seperti: Bagaimanakah meraih hidup yang bermakna (meaningful life)? Setiap pribadi memiliki cara pandang dan penilaian masingmasing atas apa yang dilakukan atau hendak dilakukan. Bagi anak-anak yang sedang menjalani masa puber, apa yang dianggap bermakna dan berharga tentu berbeda dari kalangan orang tuanya.
Seorang pemain sinetron pemula di televisi mungkin saja memandang prestasi yang paling bermakna dan menjadi obsesinya adalah ketika ratingpenontonnya naik. Ada lagi orang yang menempatkan rumah dan mobil mewah atau jabatan sebagai simbol dan ukuran keberhasilan hidup. Apa iya begitu? Filsafat hidup, keyakinan, dan ajaran agama akan selalu hadir menjadi rujukan bagi seseorang dan masyarakat untuk menentukan bagaimanakah hidup yang bermakna.Mereka yang menganut paham hedonisme berpandangan bahwa sukses dan kenikmatan hidup adalah ketika mampu memanjakan kenikmatan dan kelezatan fisikal-emosional.

Pendeknya, hidup menjadi bermakna dan berharga ketika terpenuhinya dengan mudah kebutuhan dan kenikmatan badani.
Penganutpahamhedonismeadayang permanen sebagai keyakinan hidup,namun ada yang menjadi gaya hidup sementara dan mengalami perubahan ditengah jalan, mungkin setelah usia lanjut ketika gemerlap dunia tak lagi setia menemani. Profesi juga sangat berpengaruh bagi seseorang dalam membayangkan, mengejar, dan membangun hidup bermakna yang menjadi sumber kebanggaan dan kebahagiaan.
Seorang seniman, atlet, penulis, militer, dan profesi lainnya lagi masing-masing memiliki gambaran dan memori peristiwa-peristiwa serta prestasi hidup yang dianggap paling bermakna bagi hidupnya.Hidup mereka yang memiliki kejelasan konsep tentang hidup bermakna dan merasa tertantang untuk meraihnya lebih dinamis dan terarah. Seberapa besar makna hidup yang membanggakan seseorang berkaitan dengan seberapa besar perjuangan dan pengorbanan yang dilakukannya.


Mereka yang hidupnya datar-datar saja tanpa perjuangan dan pengorbanan mungkin tingkat kebahagiaan dan kebanggaan terhadap dirinya juga rendah, datar-datar saja.Kebalikan dari penganut filsafat hidup hedonisme-materialisme adalah mereka yang menganut paham idealisme spiritualisme. Mereka memandang hidup yang pantas dibanggakan dan bermakna itu bukan terletak dalam terpenuhinya kenikmatan badani-duniawi yang mendatangkan self-glory, melainkan prestasi yang mendekati pada nilai-nilai kehidupan ideal yang berguna bagi sebanyak mungkin masyarakat.

Sejarah memiliki banyak catatan, siapa-siapa saja pemimpin bangsa dan dunia yang masuk kategori penganut filsafat dan ideologi hedonisme dan yang masuk kategori idealismespiritualisme. Penghadapan kategori ini tidak mesti kelompok hedonis berarti kaya raya, lalu pendukung idealisme adalah orang-orang yang miskin.Faktor utama yang membedakan adalah sistem nilai yang diyakini dan diperjuangkannya. Dari situ akan muncul perbedaan dalam membuat agenda hidup dan menentukan prioritas serta kesiapan untuk berkorban dalam mencapai target yang dipandang bermakna dan berharga bagi hidupnya.
Orang yang meyakini dan punya agenda memperjuangkan kejujuran dan kebenaran, mereka siap hidup sederhana demi memelihara hidup yang halal.Minimal untuk kebaikan dirinya.Namun, jauh lebih bagus lagi jika mereka juga mengajak dan menggerakkan orang lain agar menjalani hidupnya dengan baik dan benar.Banyak tokoh sejarah dunia maupun nasional mengajarkan bahwa harga diri dan kebanggaan sebuah bangsa itu selalu dibangun dan dijaga oleh para pejuang idealisme-spiritualisme.
Mereka menjadi inspirator dan penggerak masyarakat untuk selalu menjalani hidup dengan tetap setia pada nilainilai kebenaran, kejujuran, dan kebaikan. Namun,mereka yang menganut paham dan gaya hidup hedonistis kurang tertarik berbicara moralitas yang berakar pada paham idealisme-spiritualisme. Hidup ini begitu singkat, mengapa tidak dinikmati secara optimal? Kalaupun mereka taat hukum dan menjalani hidup sehat,pertimbangannya semata untuk kenikmatan dan kepentingan dirinya.
Dengan demikian,paham hidup hedonisme dan pragmatisme memang bersaudara.Tetapi, banyak pula sisi positif paham ini. Misalnya saja, karena mereka meyakini puncak kehidupan hanya berlangsung di dunia, mereka berusaha menciptakan kehidupan duniawi dan lingkungan alam setertib dan seindah mungkin, tidak perlu menunggu taman surga di akhirat nanti.


Komaruddin Hidayat

Related Posts:

  • Manunggaling Kawula lan Gusti DALAM dunia tasawuf dikenal istilah manunggaling kawula lan gusti. Istilah ini berarti suasana batin seorang hamba yang merasa sangat cinta dan dekat dengan Tuhan sehingga dia merasa lebur dan menyatu dengan Tuhan. Ibara… Read More
  • Mari Memuliakan Guru DI lingkungan pesantren, tak ada murid berani melawan guru atau kiai karena siapa yang melawan guru karena ilmunya tidak akan manfaat.Itulah salah satu doktrin dan etika yang senantiasa tumbuh dan dijaga di lingkungan pes… Read More
  • Masa Depan Tuhan Judul di atas adalah judul buku baru karangan Karen Armstrong, "Masa Depan Tuhan" (2011) dalam edisi bahasa Indonesia. Aslinya The Case for God: What Religion Really Means. Armstrong adalah penulis keagamaan yang serius, t… Read More
  • Kiai Hasyim Asy’ari dan Bung Hatta SAMBIL menunggu jam penerbangan Yogyakarta– Jakarta, tanpa disengaja saya berjumpa teman dan guru saya, KH Dr Agil Siraj, yang pernah tinggal dan menuntut ilmu di Arab Saudi selama 13 tahun. Saat berbincangbincang mengam… Read More
  • Mari Bersikap Optimistis Anda ingin mengeluh, mencaci,dan frustrasi? Banyak hal bisa dijadikan sasaran caci maki dan banyak alasan bisa dibangun secara logis untuk mendukung sikap frustrasi. Kehidupan memang selalu menyimpan tragedi. Kitab suci … Read More

0 komentar:

Posting Komentar