KITA semua pernah sakit dan tentu saja kalau bisa,
sakit itu jangan hadir lagi. Namun secara statistik, sakit selalu datang
berulang kali pada kita dengan tingkat kepedihan dan penderitaan berbeda-beda.
Katanya, Raja Firaun termasuk orang yang sedikit
sekali dihampiri sakit. Paling banter hanya batuk ringan dan flu. Dia selalu
sehat dan gagah perkasa sehingga membuat dirinya sombong dan mabuk kekuasaan
sampai-sampai menganggap dirinya Tuhan yang paling pantas ditakuti dan disembah
oleh rakyatnya.
Semakin majunya ilmu kedokteran dan semakin banyaknya
orang berkunjung ke rumah sakit dan toko obat,atau ada juga yang ke dukun,
jelas menunjukkan satu hal: semua orang ingin sehat dengan ongkos apa pun dan
berapa pun, bahkan ada yang mesti berutang sana-sini. Ketika kesehatan menjauh
dari kita, tiba-tiba pola hidup berubah. Hidup menjadi tidak produktif, pikiran
dan emosi terkena imbasnya. Dunia yang semula terasa ramah dan pemurah, lalu
berubah menjadi pelit dan masam.
Blessing in
Disguise
Orang Barat punya ungkapan bijak,
blessing in disguise. Ungkapan ini ekuivalen dengan ungkapan ”hikmah di balik
musibah”.Bahwa di balik peristiwa sakit atau bahkan tragedi yang menimpa
manusia atau bangsa seringkali muncul anugerah selama kita mampu membaca lalu
menggalinya.
Dalam konteks politik, karena musibah tsunami, gerakan
separatisme Aceh Merdeka bisa diredam dan jalan ke arah kedamaian di Aceh
menjadi jauh lebih mulus.Semua itu sulit dibayangkan kalau saja tidak terjadi
musibah tsunami. Gara-gara Nagasaki dan Hiroshima dibom tentara Sekutu, rakyat
Indonesia memperoleh momentum emas untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus
1945.Tentara Jepang lalu ngacirpulang kampung. Dalam konteks individu, pernah
saya bertemu seorang ibu supersibuk dan superwoman.
Dia sangat aktif dan produktif hidupnya dalam bisnis
dan sebagai produsen film. Dalam memimpin anak buahnya dia sangat perfeksionis.
Semua harus dikerjakan dengan hasil optimal sampai anak buahnya pontang-panting
mengikuti cara kerjanya. Begitu pun pembantu rumah tangganya. Mesti apik
kerjanya karena kalau tidak, sang majikan yang akan mengerjakannya sendiri.
Pendeknya, dunia seakan dalam genggamannya sendiri karena sulit memercayakannya
kepada orang lain. Suatu hari musibah datang dan tidak bisa ditolak.
Dia terserang penyakit yang mengharuskannya istirahat
total di atas tempat tidur dan untuk memenuhi hajat hidupnya banyak tergantung
pada pembantunya di rumah.Mulai dari makan, minum, buka jendela, ganti pakaian,
semuanya mesti minta tolong pembantunya yang selama ini kurang dia hargai
kinerjanya,kecuali yang terpenting menjaga rumah. Terbayang,betapa laju
kehidupan yang semula berjalan kencang dan mulus tiba-tiba berhenti mendadak.
Hidup berubah drastis. Langit seperti runtuh,
porak-porandalah ritme hidupnya yang telah dibangun bertahun-tahun. Dia mesti
belajar berdamai dengan dirinya dan sakitnya meski perlu waktu dan energi
kesabaran amat tinggi. Berbagai upaya pengobatan dia lakukan,tetapi tetap saja
kesembuhannya lamban sekali. Sedikit demi sedikit ada kemajuan.
Dengan susah payah dia belajar membuka jendela di pagi
hari. Subhanallah, serunya suatu pagi.Dengan perjuangan berat dia membuka
jendela lalu tertatap matahari pagi dengan cahayanya kuning keemasan. Mengapa
baru sekarang saya bisa mengagumi indahnya sang surya yang begitu indah dan
pemurah memancarkan cahayanya untuk menghangatkan semua penghuni bumi ini?
Bibirnya berucap pelan penuh kekhusyukan.Lalu dia
beralih memandang dedaunan yang rindang di belakang rumahnya.Dia amati daun
yang sudah menguning jatuh diterpa angin.Dia dengarkan suara kokok ayam yang
terasa merdu. Nyanyian burung yang terasa ceria di telinga. Semua ini merupakan
nyanyian dan tarian alam yang sudah berlangsung ribuan dan bahkan jutaan tahun.
Mengapa baru sekarang aku bisa mengamati dan mengagumi?
Mengapa aku mesti sakit dahulu dan tidak mampu
berjalan baru bisa membaca ayat-ayat Tuhan ini? Sesalnya dalam hati.Dengan
kondisi fisiknya yang hampir tak berdaya itu, dia baru mampu menghargai betapa
besar jasanya pembantu di rumah yang setia melayani makan, minum, membersihkan
badan, menyediakan obat, dan menemaninya ketika diperlukan. Tanpa mereka saya
akan sangat sengsara dalam kesepian.Namun mengapa selama ini aku tak mampu
melihat ketulusan para pembantuku ini? Kata hatinya menyadari kesalahannya yang
selama ini merasa sebagai superwoman.
Demikianlah. Setelah sakit cukup parah, ibu tadi
mengalami perubahan amat drastis dalam memandang kehidupan. Dalam memandang
orang-orang di sekitarnya. Dalam memandang matahari, memaknai malam ketika
datang menyelimuti bumi, mencermati ketika daun jatuh diterpa angin. Bahkan
juga telinganya menjadi peka mendengarkan nyanyian burung.Mata hatinya menjadi
peka setelah sakit. Dia merasa, di balik sakit yang menimpanya terdapat
bingkisan kasih Ilahi berupa peringatan agar dia menjadi rendah hati,
menghargai sesamanya, dan mensyukuri kehidupan untuk memperbanyak amal
kebajikan.
Cerita semacam itu mudah ditemukan kalau saja kita mau
menggali berbagai peristiwa di sekitar kehidupan kita sendiri.Teman saya
sebulan lalu kakinya tersandung batu dan jempol kakinya terluka serius sehingga
mesti dioperasi. Sebulan tidak bisa bermain golf, permainan yang amat
digemarinya. Dia mesti membatalkan agenda bepergian ke luar negeri.Padahal
peristiwanya sederhana. Hanya tersandung batu. Saya tersadar, katanya melalui
telepon, betapa sombongnya saya, seakan dunia dalam genggaman saya.Saya punya
uang bisa berkeliling dunia.
Namun sekarang saya mesti di rumah, berjalan dengan
tongkat. Saya merenung, katanya. Saya mesti bertobat, memperbanyak zikir kepada
Allah, membaca buku, dan berkumpul dengan keluarga. Ketika sakit, kita menjadi
semakin sadar, betapa istri dan anak-anak sangat mencintai kita. Namun kadang
kita tidak merespons mereka karena lebih sibuk di luar bersama orang lain
dengan dalih mencari uang untuk keluarga.
Padahal yang keluarga dambakan bukan lagi uang, tetapi
kebersamaan yang hangat.Keluarga rindu salat berjamaah di rumah, dilanjutkan
bincang-bincang penuh keintiman dalam suasana religius. Tidak mudah menemukan
anugerah di balik musibah. Namun jika Anda atau keluarga dekat pernah sakit
cukup serius, coba renungkan dan gali hikmah di baliknya. Insya Allah akan
ditemukan suatu parsel kasih sayang Ilahi di balik musibah itu. (*)
0 komentar:
Posting Komentar