Anda
ingin mengeluh, mencaci,dan frustrasi? Banyak hal bisa dijadikan sasaran caci
maki dan banyak alasan bisa dibangun secara logis untuk mendukung sikap
frustrasi. Kehidupan memang selalu menyimpan tragedi.
Kitab suci pun merekam tragedi
kehidupan yang dimulai sejak Adam.Dia terusir dari surga, lalu anaknya, Kabil
dan Habil, bertarung dan salah satunya meninggal. Sejarah kehidupan selalu
diwarnai pesta kemenangan dan kekalahan. Tetapi jika Anda mau bersikap
sebaliknya, yaitu optimistis dan positif,tak kalah banyak fakta dan argumen
untuk mendukungnya. Hidup kita kadang memang diposisikan untuk membuat
penilaian, adakah ”gelas itu setengah penuh atau setengah kosong”.
Bersikap optimistis dan positif
tidak berarti mengabaikan pikiran kritis. Dengan optimistis dan berpikir
positif justru terbuka berbagai peluang untuk maju dan bermunculan pikiran
alternatif. Saya selalu menyadari bahwa usia republik ini masih sangat muda
dibanding negara maju yang sering dijadikan acuan modernisasi dan demokrasi.
Sebagai negara muda yang mencakup wilayah yang demikian luas dengan ribuan
pulau, ratusan bahasa, adat istiadat, serta agama dan aliran kepercayaan yang
sedemikian majemuk, siapa pun pemimpinnya pasti akan menghadapi tantangan
berat.
Bangsa ini memang dikenal ramah dan
senang gotongroyong. Namun, itu lebih menonjol dalam konteks komunalisme ketika
berhubungan dengan sesama warga daerahnya atau kelompoknya. Tetapi, kesadaran
dan tradisi sebagai citizen atau ”warga negara” dari sebuah Negara
Kesatuan Republik Indonesia masih sangat rendah.
Terdapat jarak yang mesti
didekatkan antara sentimen dan loyalitas etnis-kedaerahan menjadi warga negara
yang diikat dengan kesadaran hukum dan semangat keindonesiaan, melebihi
loyalitas kelompok etnis, golongan, dan agama. Namun, ini tidak berarti tradisi
dan kebajikan lokal dan keagamaan lalu dibuang. Jika dilihat ke belakang, jauh
sebelum kelahiran RI, terbayang serangkaian konflik dan perang antarkerajaan
dan suku di bumi Nusantara ini. Juga perang melawan penjajah.
Begitu pun setelah merdeka,
ternyata berbagai pemberontakan dan gejolak politik susul-menyusul sejak yang
berskala nasional yang memuncak pada peristiwa G-30-S dan masih terjadi lagi
tragedi Mei 1998. Setelah itu konflik antarkelompok etnis dan agama juga
terjadi di berbagai wilayah Indonesia.Dan ingatan kita masih segar bagaimana
serangkaian bom bunuh diri mengharubiru perasaan kita semua.
Melihat itu semua jelas cukup
alasan bagi kita untuk bersikap pesimistis-negatif terhadap kondisi bangsa dan
negara. Belum lagi berita korupsi, kecelakaan lalu lintas, peredaran narkoba,
dan pengangguran yang setiap hari disajikan media massa. Meski begitu,
sesungguhnya jauh lebih banyak alasan bagi kita untuk bersikap optimistis dan
mensyukuri kondisi yang ada sebagai modal untuk bangkit mengisi
lembaran-lembaran baru kehidupan berbangsa dengan cerita yang indah.
Dibandingkan negaranegara Timur
Tengah yang tengah bergejolak menuntut penerapan demokrasi akibat penguasa yang
tiran, alhamdulillah, Indonesia telah berhasil melampauinya. Jabatan presiden
dibatasi maksimal hanya dua kali.Masyarakat memiliki ruang terbuka untuk
mendirikan partai politik guna menyalurkan aspirasinya dalam mengatur jalannya
pemerintahan. Meskipun terdapat kebocoran anggaran dan kebijakan politik yang
kadang tidak jelas dan tegas,bagaimanapun pemerintah berjalan stabil dan
memperoleh kepercayaan dunia.
Kelompok dan gerakan
ekstremisme-radikalisme, apa pun ideologinya, semakin tidak populer, ruang
geraknya kian menyempit. Masyarakat sudah semakin dewasa bahwa berbagai paham
keagamaan yang menyebarkan kebencian dan permusuhan dengan sesamanya ujungnya
hanya akan menyengsarakan diri, para ulama pun tidak menaruh simpati dan
pembenaran atas paham dan gerakan mereka.
Jika semua ini diterima sebagai
pembelajaran secara cerdas dan serius, akan berlaku formula bahwa sebuah bangsa
akan tumbuh besar hanya setelah lulus mengalahkan berbagai problem dan
tantangan besar yang menghadangnya. Sebagai anak bangsa saya berbangga dan
salut pada para pendahulu dan pejuang negeri ini yang telah lulus mengalahkan
tantangan pada zamannya. Hanya mengeluh dan mencaci tanpa ikut bekerja keras
memecahkan problem bangsa adalah sikap yang tidak terpuji.
Malu terhadap para pendahulu kita
yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan dan menjaga tegaknya
republik ini. Termasuk sikap tidak terpuji, bahkan pengkhianat, adalah mereka
yang diberi kepercayaan dan jabatan mulia untuk melipatgandakan amal baktinya
untuk negeri, tetapi malah korupsi, hanya memikirkan kepentingan dirinya.
Pejabat seperti ini mestinya mundur atau diundurkan saja segera.
0 komentar:
Posting Komentar