Jilbab Masuk Ruang Pengadilan



Mengenakan jilbab itu hak asasi seseorang, sebagaimana juga orang lain berhak memberi penilaian secara diam-diam. Kejadian ini saya jumpai akhir-akhir ini ketika seorang teman berkirim pesan singkat lewat telepon genggam, mengapa beberapa wanita yang menjadi tersangka korupsi cenderung mengenakan jilbab ketika masuk ruang pengadilan?
Padahal sebelumnya mereka dikenal senang berpakaian yang modis dan bahkan seksi. Sekali lagi, berpakaian itu pilihan dan selera individu dengan mempertimbangkan tradisi dan norma sosial. Mengapa seseorang yang tersangkut korupsi dan memasuki ruang sidang pengadilan lalu memilih mengenakan jilbab, yang paling tahu dan merasakan adalah yang bersangkutan. Hanya saja bisa dimaklumi kalau orang lain lalu menafsirkan dan menduga-duga.
Mungkin saja merasa lebih nyaman dan sedikit meringankan beban batin mengingat jilbab dipahami sebagai pakaian religius. Orang berjilbab dikonotasikan sebagai orang baik-baik. Atau tengah intens mendekatkan diri pada ajaran agama, yang secara diametral berseberangan dengan tindakan korupsi. Secara lahiriah memang memunculkan pemandangan unik.
Ada orang tertuduh sebagai koruptor,tetapi penampilannya mengesankan religius karena di Indonesia ada kecenderungan menempatkan jilbab sebagai simbol kualitas keimanan dan keislaman seseorang. Jadi, jilbab di ruang pengadilan bisa menimbulkan multitafsir.Yang bersangkutan adalah orang religius yang tidak melakukan korupsi sehingga sangkaan dan tuduhan kepadanya sebagai koruptor tidaklah benar.
Itu fitnah. Atau, yang bersangkutan melakukan kekhilafan, memang melakukan korupsi, dan sekarang tengah melakukan pertobatan yang ditandai antara lain dengan mengenakan jilbab. Tafsir lain, mungkin mengenakan busana religius di ruang pengadilan membuat yang bersangkutan merasa nyaman ketimbang pakaian lain tanpa berpretensi sok agamis.
Bagi pemirsa yang belum pernah duduk di kursi terdakwa tentu tidak mudah berempati bagaimana rasanya dicecar pertanyaan yang menjebak,menggiring, membongkar pelik-pelik perkara, sementara penonton dan wartawan menyaksikan. Pasti ada beban mental sangat berat. Jadi, kalaupun seseorang lalu membawa tasbih dan mengenakan jilbab di ruang pengadilan, itu bisa dimaklumi sebagai upaya meringankan beban psikologis.
Bahkan sangat mungkin malam harinya bersembahyang dan berdoa untuk mendapatkan kemudahan dan pertolongan agar lolos dari jerat hukum. Begitulah sifat manusia. Mendekat dan mengiba kepada Tuhan di kala duka. Adapun waktu senang sering lupa, tergiur oleh nikmatnya dunia.Bagaimanapun, menjadi terdakwa korupsi lalu jadi bahan berita media massa adalah tragedi kehidupan amat pahit.
Kebanggaan diri sebagai anak, orang tua,profesional atau predikat lain tiba-tiba goyah dan ambruk. Kalau sudah begitu, baru penyesalan yang muncul. Mestinya berbagai drama dan tontonan perilaku koruptor itu menjadi pembelajaran bagi kita,terutama mereka yang tengah berkuasa dan memiliki kesempatan untuk korupsi.Warisan dan kebanggaan apa yang akan dipersembahkan kepada keluarga dan masyarakat dengan harta korupsinya itu?
Dalam bahasa agama,harta haram itu tak akan membawa berkah. Kembali ke soal jilbab. Sering kali jilbab digunakan sebagai modal untuk melakukan penipuan dengan mengesankan dirinya orang religius,baik,dan tepercaya.Padahal tak lebih kedok belaka.Tentu ini merusak citra dan norma keagamaan sehingga logis kalau ada orang yang kesal kepada mereka yang berjilbab, tetapi perilakunya tidak mencerminkan normanorma luhur keagamaan.
Ekses lebih jauh,muncul pandangan, jilbab tidak bisa dijadikan tolok ukur kesalehan seseorang. Namun sesungguhnya kasus serupa juga terjadi pada uniform militer atau polisi. Terdapat polisi atau tentara gadungan, mengenakan seragam dinas untuk menipu orang lain. Atau, bisa saja mereka polisi atau tentara beneran, tetapi perilakunya justru melawan etos dan norma kepolisian atau kemiliteran.
Misalnya, polisi terlibat pengedaran narkoba.Jadi, pakaian itu sangat penting sebagai simbol dan perangkat peradaban, tetapi selalu saja ada orang yang memanipulasi untuk tujuan pribadi. Lalu, bagaimana berjilbab di ruang pengadilan? Itu hak mereka,tak ada peraturan yang dilanggar.
Siapa tahu yang bersangkutan merasa lebih nyaman dan berharap bisa meyakinkan hakim bahwa dirinya orang baik-baik, bukan koruptor. Tapi rasanya soal pakaian tidak fundamental dalam proses pengadilan.

Komaruddin Hidayat

0 komentar:

Posting Komentar