CARA Islam masuk dan berkembang di
wilayah Nusantara ini memiliki keunikan tersendiri, ditandai dengan damai dan
lebih menekankan ajaran tasawuf yang sangat memperhatikan kehalusan budi.
Sungguh disesalkan karakter dan
citra Islam Nusantara yang ramah dan damai ini lalu rusak oleh ideologi dan
tradisi luar yang mempromosikan kekerasan.
Adalahparapedagangyangawal mula
mengenalkan Islam ke wilayah ini. Mereka berdagang sekalian berdakwah. Ciri
pedagang tentu saja senang menjalin persahabatan baru dengan siapa pun juga
yang dijumpai serta berusaha membangun kepercayaan (trust).Karakter ini tentu
sejalan dengan aktivitas dakwah yang mesti simpatik di mata warga sekeliling.
Kalau tidak, dagangannya akan merugi dan dakwahnya sulit menyebar karena apa
yang ditawarkan, baik perdagangan maupun dakwahnya, tidak akan laku. Sikap
ramah dan inklusif ini diperkuat lagi dengan muatan Islam yang berciri tasawuf,
yang menekankan kehalusan budi, kesantunan dan kerendahan hati, baik di mata
Allah maupun sesama. Maka perpaduan ketiganya itu membuat Islam sangat cepat
tersebar di Nusantara.
Bayangkan saja, wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, yang pernah menjadi
pusat kekuasaan Hindu-Buddha secara sangat drastis berubah total menjadi
kantong-kantong umat Islam terbesar di muka bumi. Logikanya, wilayah Nusantara
ini mestinya menjadi pusat agama Hindu,mengingat secara geografis lebih
berdekatan dengan India ketimbang Mekkah-Madinah yang teramat jauh.
Di kalangan ilmuwan sosial memang terdapat beragam teori yang menjelaskan mengapa
Islam begitu cepat berkembang di Nusantara ini dengan cirinya yang ramah dan
damai. Umatnya tidak senang beragama disertai kekerasan.
Islam yang Membudaya
Semua agama tentu saja tumbuh
bersama budaya setempat, keduanya saling isi-mengisi. Pengaruh budaya
masyarakat padang pasir di Timur Tengah ketika Islam lahir tentu berbeda dengan
budaya masyarakat Islam Nusantara, yang merupakan bangsa maritim dengan
tanahnya yang subur.
Mobilitas pedagang, penyebaran dakwah Islam, dan penyebaran bahasa Melayu berlangsung
serempak dengan mengambil pusat di kota-kota pantai di seluruh kepulauan
Nusantara, misalnya saja Banten, Batavia, Cirebon, Semarang, Surabaya,
Makassar,dan kota pelabuhan lain. Perkembangan ini pada urutannya menjadikan
Islam dan bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi dan pengikat kohesi sosial
penduduk Nusantara dengan wataknya yang egaliter serta menyebarkan etos
entrepreneur.
Ikatan serta penguatan identitas Nusantara ini diperkokoh dengan peristiwa
Sumpah Pemuda 1928 yang menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya rumah
berbangsa dari sekian ratus etnis yang ada dan rela melebur sebagai pilar
penyangga semangat keindonesiaan. Kata Indonesia waktu itu merupakan suatu
cita-cita dan imajinasi politik yang masih abstrak,namun secara ideologis pengaruhnya
sangat nyata sehingga mengantarkan peristiwa historis Proklamasi 17 Agustus
1945.
Bahwa rumah kita semua adalah Republik Indonesia dengan batas teritorial yang
jelas dan orang asing yang masuk mesti permisi. Siapa pun yang akan merusak
ketenteraman dan identitas keindonesiaan, berarti merusak karakter keberislaman
kita dan mengkhianati para pendiri bangsa. Mengingat mayoritas warganya dan
para pejuang kemerdekaan serta pendiri bangsa adalah muslim, sementara budaya
dan agama rakyatnya sangat majemuk, maka Pancasila disepakati sebagai ideologi
bangsa dan negara.
Ini merupakan ijtihad politik yang sangat jenius dan sangat cocok bagi karakter
keberislaman masyarakat Nusantara,yang sejak awal bersifat inklusif dan sangat
menekankan kesantunan beragama tanpa mengabaikan substansinya.Kalau saja
tokoh-tokoh Islam pendiri bangsa memilih jalan voting untuk mendirikan model
negara, pasti “negara Islam”atau sistem “kekhalifahan” akan menjadi suara
mayoritas.
Namun mereka berpikir pilihan itu justru akan mempersempit ruang gerak Islam di
Indonesia dan sangat mungkin warga Nusantara akan disibukkan oleh konflik
berkepanjangan antarsuku dan agama. Perpaduan antara sistem demokrasi model
Barat dengan ideologi Pancasila telah menjadikan Indonesia tidak bisa dikatakan
sebagai negara sekuler yang sering dituduhkan oleh mereka yang beraliran
keras,yang menilai demokrasi yang tengah dikembangkan ini sebagai manifestasi
peminggiran Islam.
Di negeri ini justru Islam mendapatkan rumahnya yang luas untuk menunjukkan
diri sebagai agama pembawa rahmat dan peradaban bagi semesta yang dimulai dari
rumahnya sendiri, yaitu Indonesia. Pancasila memberikan rumah yang luas bagi
perkembangan agama-agama, terutama Islam, sementara sistem demokrasi
mempermudah Indonesia untuk memasuki pergaulan dan kemitraan dengan
negara-negara yang lebih maju dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi dan
industri.
Jadi, apakah modernisasi akan menyudutkan perkembangan Islam, ataukah Islam
akan ikut masuk dalam dunia modern, itu merupakan pertanyaan dan tantangan yang
mesti dijawab oleh umat Islam sendiri. Yang pasti,berbagai tindakan kekerasan
atas nama jihad Islam yang puncaknya adalah bom bunuh diri, yang katanya
dialamatkan ke Amerika Serikat dan sekutunya, yang terkena getahnya adalah
bangsa, negara, dan warga Indonesia sendiri. Tindakan itu hanya meninggalkan
fitnah dan kesengsaraan bagi banyak orang, bahkan juga keluarga pelakunya
sendiri.
Memang terdapat perdebatan yang tak kunjung habis, siapa sesungguhnya para
teroris itu dan mengapa belum juga tertangkap. Namun, jika kita mengamati watak
keberislaman warga Nusantara yang pada awalnya senang damai, santun, dan
apresiatif pada budaya setempat, berbagai kekacauan muncul selalu datangnya
dari luar. Ada tiga pengaruh besar yang telah mengganggu kedamaian hidup
beragama di Indonesia,yaitu pengaruh ideologi komunisme, masuknya imperialisme
Barat,dan radikalisme yang datang dari Timur Tengah.
Pada abad-19, jika disebut imperialisme Barat berarti Eropa, namun sekarang
konotasinya adalah Amerika Serikat. Dulu persepsi umat Islam tentang Timur
Tengah itu adalah Mekkah-Madinah dan Mesir, pusat peribadatan dan ilmu
keislaman, tetapi sekarang konotasinya telah berubah. Yang terbayang adalah
wilayah yang selalu ribut, khususnya di Palestina dan sekitarnya, wilayah yang
terbagi ke dalam kekuasaan para dinasti yang tak berdaya menghadapi tekanan
hegemoni Barat dengan Israel sebagai ujung tombaknya.
Mengingat posisi geografisnya yang jauh,alamnya kaya raya,serta dukungan
penduduknya yang banyak, mestinya Indonesia pandai-pandai menjaga dan memajukan
dirinya tanpa harus terlibat dalam pusaran konflik yang berlangsung di Timur
Tengah.Kita hendaknya tampil sebagai contoh bahwa Islam Indonesia adalah Islam
yang damai, kaya dengan pluralitas budaya, sebagai ahli waris dan penerus
kejayaan Islam di abad tengah yang sangat menonjol dengan inovasi budaya dan
prestasi peradabannya.
Tetapi peluang itu akan hilang jika bangsa ini tidak mampu menunjukkan sikap
mandiri dan secara tegas berani menolak tekanan dan intervensi ideologi luar
yang akan merusak jati diri bangsa serta karakter keberislaman warganya yang
dari dulu dikenal ramah, santun,dan toleran. (*)
Komaruddin Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar