Kita
sampai arketipe terakhir, yaitu: anxiety. Yaitu struktur kejiwaan yang
menyimpan kegelisahan dan keraguan karena terlalu banyak misteri hidup yang
nalar kita semua tidak sanggup untuk memahami dan menjelaskannya secara
rasional, ilmiah.
Kegelisahan ini akan semakin
dirasakan ketika seseorang sudah menginjak usia lanjut yang secara statistikal
sisa umurnya bisa diprediksi. Perjalanan dan perjuangan hidup sejak tahapan
orphan yang tidak berdaya sampai magician yang merasa dirinya hebat, tetap
menyisakan pertanyaan dan kegelisahan. Ketika orang sudah merasa sukses dalam
hal karier keduniaan, atau sebaliknya merasa gagal dan terpuruk, selalu muncul
pertanyaan eksistensial; bukankah semua serial drama hidup ini nantinya akan
berakhir dengankematian? Adakahkehidupan lanjut setelah mati?
Kalau ada, adakah hubungan nasib di
dunia ini dengan hidup yang baru? Andaikan mati adalah akhir dari seluruh dari
eksistensi dan tak ada lagi kehidupan, lalu untuk apa semua perjuangan hidup
ini aku jalani? Demikianlah, pada diri setiap orang selalu menyimpan pertanyaan
dan kegelisahan karena terlalu banyak pertanyaan dan ketidaktahuan terhadap
realitas semesta dan kehidupan. Akumulasi pengalaman masa lalu,berbagai cerita
orang tua dan ceramah keagamaan, kesemuanya mendorong pada keyakinan bahwa mati
bukanlah akhir kehidupan. Ada sumber kehidupan yang tak kenal mati dalam diri
setiap orang, entah itu namanya ruh, jiwa, atau ada istilah lain.
Begitu pun dalam diri setiap orang
ada dorongan untuk meraih hidup bermakna baik bagi diri, keluarga, maupun
masyarakat. Dinamika dan jarak antara cita-cita indah yang tak terbatas dan
realitas hidup yang mengecewakan selalu memunculkan kegelisahan, kekecewaan,
dan semangat untuk selalu berjuang. Adalah keyakinan dan citacita mulia yang
selalu memberikan amunisi dan semangat untuk selalu melangkah maju membangun
kehidupan yang lebih baik. Hasil penalaran rasional dan akumulasi pengalaman
hidup tetap saja menyisakan teka-teki dan misteri hakikat kehidupan yang tak
terjawab.
Maka orang pun lalu mencari jawab
pada agama, yang sentralnya adalah kepercayaan dan keyakinan adanya Tuhan yang
serbamaha. Semata berdasarkan penalaran rasional, baik orang yang percaya akan
adanya Tuhan maupun mereka yang tidak percaya, masing-masing memiliki basis
argumen yang sulit dikompromikan. Bahkan semakin maju perkembangan ilmu
pengetahuan, semakin maju pula argumen orang yang mengingkari adanya Tuhan
berdasarkan argumen scientific.
Namun jika berbagai teori dan
argumen tentang adanya Tuhan dikumpulkan, skornya lebih tinggi dan lebih
meyakinkan ketimbang yang mengingkarinya. Bahkan, dikenal pula argumen psikologis
yang disebut: the will to believe. Bahwa sesungguhnya dalam diri
manusia terdapat dorongan kuat untuk percaya adanya Tuhan.Dorongan ini
diperkuat lagi dengan argumen kenabian yang datang dengan memperkenalkan wahyu
ilahi disertai mukjizat.
Namun, sesungguhnya berbagai
argumen dimaksud tetap tidak mampu mengusir anxiety, kegelisahan
manusia. Maka sekalipun orang telah mengaku beragama dan yakin adanya Tuhan,
aktivitas yang paling utama dari sikap keberagamaannya adalah berdoa. Di dalam
doa, setidaknya terdapat dua hal.Pertama rasa gelisah, ragu, takut,khawatir,
dan di sisi lain lalu datang mengadu pada Tuhan untuk mendapatkan kepastian dan
ketenangan.
Secara rasional,percaya dan
meyakini Tuhan yang kemudian disebut “beriman” dan orangnya disebut “mukmin”,
di situ terdapat sebuah loncatan, leap of faith, untuk melenyapkan
keraguan. Rasa takut pada hukuman (neraka,punishment, kesengsaraan) dan harapan
pada pahala (surga, reward, kebahagiaan) membuat seseorang selalu
berusaha untuk hidup hati-hati dan berprestasi. Jadi,sikap dan pilihan iman itu
terdapat unsur argumen rasional, dorongan psikologis, keraguan dan
ketidaktahuan.
Dalam istilah agama maka dikenal: khauf
wa raja’. Ragu bercampur harap. Orang beriman memiliki keraguan, apakah
doa dan amal ibadahnya diterima Tuhan? Namun juga yakin dan penuh harap,Tuhan
pasti Mahakasih, Maha Pengampun, dan Maha Pemberi Pahala. Baik dalam bahasa
Indonesia, bahasa Arab, maupun bahasa Inggris terdapat ungkapan yang berbeda
namun berdekatan, seperti: I know, I think, I feel, I see, I understand, I
guess, I perceive, I believe, I witness, dan ungkapan serupa yang
menunjukkan perbedaan konsep, sikap,dan implikasinya.
Semakin lanjut usia seseorang,
ketika prestasi ilmu, jabatan, dan harta telah diraih semuanya, lalu apa lagi yang
hendak dicari? Di sinilah iman memberikan insentif makna hidup dan jawaban,
meskipun ada unsur spekulatifnya, yaitu kembali dan menyatu kembali dengan
Tuhan, sang pencipta dan pemberi kehidupan. Karena Tuhan Mahasuci dan Mahabaik
maka hanya dengan kondisi suci dan bekal kebaikan, seseorang akan lebih lancar
pulang kembali ke pangkuan ilahi.
Pada akhirnya iman bukanlah sekadar
percaya, melainkan sebuah pengakuan, kepasrahan, keyakinan,dan jalan hidup
untuk mengantarkan pada tujuan yang melewati batas-batas sejarah dan duniawi.
Kita semua berasal dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar