Semua
agama memiliki kitab suci sebagai dokumen dan rujukan doktrin serta ajarannya.
Hanya saja tidak semua ajaran yang diwariskan oleh pendiri agama
terdokumentasikan secara komplet, otentik, dan akurat dalam kitab suci sehingga
banyak ajaran rasul Tuhan yang kemudian sulit ditelusuri oleh generasi di
belakangnya.
Ini sangat bisa dipahami karena
ketika awal mula agama disebarkan oleh pembawanya, tradisi baca-tulis belum
kuat dalam masyarakat. Jadi,kalau sekarang muncul pertanyaan dan perdebatan
ilmiah-historis tentang mata rantai dan otentisitas dokumentasi kitab suci
sebuah agama, itu merupakan hal yang wajar dan logis saja.
Dalam kajian filsafat agama muncul
pertanyaan, apakah yang dinamakan kitab suci itu redaksi dan kandungannya
semuanya dari Tuhan ataukah spirit dan makna dari Tuhan lalu redaksinya disusun
oleh manusia yang dipengaruhi oleh budaya setempat? Perdebatan itu tak kunjung
selesai. Masingmasing memiliki argumen dan keyakinan iman.
Kalau sudah memasuki wilayah
keyakinan, kepercayaan, dan iman, maka argumen rasional tidak menjamin bisa
mengubah iman seseorang. Dari sekian kitab suci yang menjadi kajian ilmiah
serius adalah asal-usul dan otentisitas kitab suci yang menghimpun ajaran Nabi
Musa, Isa, dan Muhammad. Di universitas Barat diskusinya bisa sangat liberal
karena iklim akademisnya memang memungkinkan.
Mereka sudah terbiasa berpikir
kritis,sulit menerima dan memercayai doktrin agama tanpa penalaran. Sebagai
kajian ilmiah, baik kitab suci Perjanjian Lama, Perjanjian Baru maupun Alquran
yang merupakan Perjanjian Ketiga diposisikan sebagai objek yang diinterogasi
secara kritis dan bebas. Tiap kitab suci mesti mampu membela dirinya sendiri
dalam proses pengujian dan seleksi ilmiah- historis.
Salah satu pertanyaan fundamental
adalah, benarkah ungkapan yang terkandung dalam kitab suci itu firman Allah?
Secara historis tentu saja tidak mungkin bisa dibuktikan karena Allah yang Maha
Gaib berada di luar sejarah, sementara kitab suci hadir, eksis, sebagai
realitas bahasa dan budaya.
Kalaupun pertanyaan pertama tidak
bisa dijawab, pertanyaan berikutnya adalah,benarkah kalimat-kalimat dalam kitab
suci itu otentik keluar dari lisan para rasul Tuhan? Ataukah karangan,tafsiran,
dan rekaan murid-muridnya saja? Demikianlah, masih banyak pertanyaan kritis
yang dihadapkan pada kitab suci dalam sebuah kajian ilmiah.
Kitab suci sangat vital posisinya
dalam agama karena kitab suci merupakan pintu gerbang dan sekaligus pemandu
untuk memahami doktrin dan ajaran agama.Objek keimanan dalam agama hampir
semuanya abstrak, tak dapat dilihat dan diraih oleh indra,kecuali kitab
sucinya. Kita disuruh beriman kepada Tuhan, kepada malaikat, hari akhir,dan
nabi yang semuanya itu tidak pernah kita lihat dan jumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
Satu-satunya yang bisa kita akses
hanyalah peninggalan kitab suci. Jadi,karena sangat vitalnya peran kitab
suci,maka logis kalau seorang pencari kebenaran sejati bertanya kritis tentang
otentisitas,asal-usul,dan transmisi kitab suci yang sudah melewati lorong waktu
berabad-abad.
Bagaimana perjalanan kitab suci
yang melewati sekian ratus generasi dan mengunjungi bangsa serta pembaca yang
berbeda bahasa, pendidikan, dan budaya bisa meyakinkan orang? Dalam konteks
Islam, terdapat dua sumber utama yang berbentuk teks atau tulisan untuk mencari
pesan-pesan Nabi Muhammad. Pertama, ucapan-ucapan Muhammad yang dikategorikan
sebagai Alquran dan kedua himpunan ucapan dan laporan tindakannya yang masuk
kategori hadis.
Sepengetahuan saya,hanya dalam
Islam terdapat dua kategori kitab suci yang demikian besar perannya, yaitu
Alquran yang diyakini firman Allah yang disampaikan kepada Muhammad melalui
malaikat Jibril dan himpunan hadis yang merupakan penjelasan kandungan Alquran
serta berbagai catatan kesaksian kehidupan Rasul Muhammad yang menjadi model
dan anutan umat Islam.
Kajian kritis terhadap sebuah kitab
suci ada yang muncul karena dorongan iman, ada yang muncul dari sikap ilmiah,
tetapi ada juga yang didasari rasa kebencian pada satu agama. Jika kitab suci
sebuah agama terbukti banyak kelemahan dan kepalsuannya, maka kandungan jarannya
juga pantas diragukan.
Semua agama sesungguhnya pantas
berterima kasih pada kajian ilmiah-historis yang berusaha melakukan pembelaan
dan klarifikasi seputar keberadaan kitab sucinya. Dalam kajian hadis, misalnya,
ditemukan mata rantai periwayatan yang lemah dan palsu yang jumlahnya ribuan.
Untungnya, dalam tradisi Islam baik hadis yang otentik maupun yang lemah
kesemuanya terdokumentasikan dengan baik sehingga mudah diakses bagi para
peneliti.
Adapun otentisitas Alquran memang
terjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Benarkah Alquran yang ada ini otentik
keluar dari lisan Muhammad? Namun diyakini bahwa argumen yang memandang valid
lebih kuat ketimbang yang membantahnya. Lagi-lagi, di sini bantuan ilmu sejarah
sangat besar. Bagi sebagian orang,apakah berbagai kitab suci agama yang ada
sekarang ini otentik ataukah tidak dianggap tidak urgen dipersoalkan.
Yang penting bagaimana menjadi
orang beriman dan berbudi mulia.Tapi bagi sebagian orang pemahaman dan
keyakinan tentang otentisitas dan kebenaran kitab suci itu sangat penting. Bagi
umat Islam, jika ada pihak-pihak yang mencoba menghina dan menghujat kemuliaan
Alquran, umat Islam di berbagai penjuru dunia pasti akan bangkit melawan,
terlepas mereka memiliki kedalaman ilmu ataukah tidak.
Umat Islam masih bisa menoleransi
terhadap mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi jika Alquran dan
Rasulullah Muhammad dihujat dan dihina, pasti mereka akan bangkit membela dan
melawan. Eksistensi dan posisi kitab suci sangat besar perannya sebagai rujukan
ajaran dan penjaga tradisi serta semangat beragama.
Muncul pertanyaan,betulkah
pemahaman kita terhadap kitab suci hari ini sama dengan pemahaman generasi
awal? Pasti ada yang sama, tetapi mungkin sekali ada bagian-bagian yang berbeda
karena adanya jarak ruang dan waktu serta bahasa dan budaya yang jauh berbeda.
Jadi kalau terdapat perbedaan penafsiran dan ekspresi beragama semua itu bisa
dimaklumi.
Komaruddin Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar