Bekerja dengan cinta. Contoh yang paling mudah dicermati
adalah para atlet dan seniman. Mereka mempertemukan dorongan cinta, hobi,
skill, dan agenda mencari uang yang kesemuanya menjadi satu paket dan tarikan
nafas.
Mereka bekerja dengan gembira dan penuh antusiasme
karena dorongan cinta terhadap apa yang mereka lakukan. Coba saja amati suasana
kerja dalam lingkungan terdekat, entah kantor, keluarga, pabrik, proyek
bangunan, dan seterusnya. Siapa yang melakukannya dengan cinta, energinya
takakan habis-habis. Mereka bekerja dengan antusias bahkan sering melebihi
waktu yang dijadwalkan.
Waktu terasa berjalan cepat. Perasaan yang sama juga
dirasakan mereka yang menjalani hidup dengan gembira,antusias, dan produktif
sehingga hari, bulan,dan tahun dirasakan berlangsung cepat dan tahu-tahu jatah
umur sudah habis. Di lingkungan perkantoran ataupun pabrik, berbahagialah kalau
mayoritas karyawan-karyawatinya memiliki kesesuaian antara minat, bakat, dan
jabatan sehingga mereka bekerja dengan cinta. Seorang yang bekerja dengan cinta
akan selalu berusaha menghasilkan yang terbaik.
Khususnya mereka yang bekerja sebagai guru, mencintai
profesi dan murid-muridnya merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar.
Para siswa akan tahu dan merasakan siapa guru yang mengajar dengan cinta dan
siapa yang sekadar bekerja mengejar gaji. Seorang koki profesional misalnya
akan bahagia ketika berhasil menyajikan masakan istimewa dan membuat
pelanggannya puas.
Begitupun sopir yang mencintai pekerjaannya dan senang
mesin pasti akan selalu merawat mobilnya dengan hati.Yang kemudian menjadi
pertanyaan, bagaimana menghadapi karyawan-karyawati yang tidak menyenangi
tugasnya, namun mereka mesti bekerja demi mendapatkan uang dan memenuhi
kewajiban kantor. Dalam lingkungan kantor atau perusahaan selalu ditemukan
empat kategori karyawan.
Pertama,yang paling ideal adalah mereka yang memiliki
skilldan semangat kerja tinggi. Dalam diri mereka bertemu keahlian, loyalitas,
dan semangat berprestasi. Semakin besar kelompok ini akan semakin maju sebuah
institusi. Pimpinan mesti sering-sering memberi apresiasi.
Kedua, ada sekelompok karyawan atau pegawai yang
sesungguhnya memiliki skill tinggi, tetapi motivasi kerjanya rendah. Terhadap
mereka mesti dipelajari dan diajak bicara dari hati ke hati agar ketemu
masalahnya dan tumbuh motivasi kerja. Dengan kata lain, mereka perlu diberi
konseling.
Ketiga, ada sekelompok pegawai yang semangat kerjanya
tinggi, tetapi skill rendah. Cara termudah tentu diberi pelatihan untuk
meningkatkan keahlian.
Keempat, kelompok yang membuat perusahaan atau negara
rugi adalah mereka yang skill dan motivasinya rendah, namun selalu menuntut
fasilitas serta gaji. Kelompok ini yang paling logis diberhentikan atau pensiun
dini. Suasana kerja di lingkungan departemen pemerintah umumnya tidak produktif
karena sangat bisa jadi kelompok keempat tadi cukup besar.
Kesalahan sudah terjadi sejak awal mula seleksi
penerimaan pegawai yang penuh dengan praktik koncoisme dan suap. Akibatnya,
anggaran negara habis,namun kinerja pegawai tidak produktif karena memang
rendah skill dan motivasinya. Kalau ini terjadi di lingkungan swasta, akan
lebih mudah mengatasinya.Tetapi tidak demikian halnya bagi pegawai negeri
sipil. Working with heart and passion mestilah ditumbuhkan di mana saja.
Dengan demikian, salah satu tugas jajaran pimpinan
adalah memberikan program-program strategis bagaimana menciptakan suasana kerja
yang penuh antusiasme dan produktif. Mengenai antusiasme sesungguhnya cukup
terlihat di lingkungan LSM atau parpol. Namun, tanpa program yang jelas,
dukungan SDM yang terampil, berintegritas, dan visioner, yang kemudian menonjol
hanyalah hirukpikuk seminar, kongres, rapat akbar, dan semacamnya.
Ibarat pemain bola yang semangat lari ke sana ke mari
mengejar bola, namun tanpa skill dan memahami strategi permainan dalam sebuah
tim pasti hanya akan membuang energi dan waktu,namun tidak memberi sumbangan
apa-apa pada pertandingan. Mestinya cukup menjadi suporter, bukan pemain.
Dalam jajaran birokrasi pemerintahan, perusahaan, dan
perwakilan rakyat, rasanya banyak yang pantasnya cukup sebagai suporter tepuk
tangan dan teriak-teriak di pinggir lapangan, tidak usah ikut bermain di
lapangan.Tetapi karena sejak proses awal rekrutmen sudah terjadi kesalahan,
semakin tidak tercipta apa yang kita maksudkan working with passion, bekerja
penuh antusiasme, produktif, dan bermakna.
Padahal di situlah seseorang akan mendapatkan kepuasan
batin,harga diri dan posisi yang jelas dalam jejaring kehidupan yang semakin
kompleks ini. Lebih dari itu, kerja produktif yang didasari semangat cinta
pasti akan menimbulkan vibrasi positif bagi lingkungannya dan bermanfaat bagi
siapa pun yang menggunakan hasil karyanya.
Komaruddin Hidayat
0 komentar:
Posting Komentar