Rasa Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan



Seringkali ada keluhan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya masih rendah. Apalagi hal itu, ditengarai  banyak  terjadi di pedesaan.  Dikatakan bahwa tidak sedikit orang desa yang tidak mau menyekolahkan anak-anaknya dengan berbagai alasan, misalnya tidak ada biaya, jarak sekolah jauh dari rumahnya, dengan bersekolah maka tidak akan bisa membantu pekerjaan orang tua,  dan seterusnya.

Hasil penglihatan seperti tersebut itu ada benarnya. Tetapi tidak semuanya demikian. Ada saja orang tua, juga di pedesaan, yang  justru berpandangan sebaliknya. Bahwa sekolah adalah keharusan. Ada saja orang tua yang tidak membolehkan  anaknya tidak bersekolah, apapun yang terjadi. Sekolah adalah wajib bagi anaknya. Sehingga,  untuk memenuhi tekatnya itu, ----------oleh karena keterbatasan biaya, maka tidak sedikit orang tua rela menjual sawah, ternak, atau lainnya untuk membiayai pendidikan anaknya.

Sementara orang tua itu berkeyakinan bahwa hanya dengan menyekolahkan itulah anaknya akan memiliki masa depan yang lebih baik. Mereka berpandangan bahwa mewariskan ilmu pengetahuan jauh lebih baik dari sekedar mewariskan harta. Sejumlah harta warisan akan segera habis manakala tidak mengetahui cara mengelolanya dan sebaliknya,  ilmu tidak akan habis dan bahkan ketika dibagi-bagi kepada orang lain sekalipun. Atas dasar pandangan itu, orang tua lebih  memilih membekali anaknya dengan ilmu daripada mewarisi dengan harta.

Pandangan sederhana tetapi sangat mendasar seperti itu ternyata banyak dimiliki oleh para orang tua terdahulu. Dalam pertemuan dengan beberapa tokoh nasional di Jakarta beberapa hari lalu, saya mendapatkan cerita-cerita menarik  serupa  itu. Seorang tokoh dalam pertemuan itu,  juga mengatakan bahwa, orang tuanya pernah menjual sawah untuk membiayai sekolahnya. Namun kemudian beruntung, ia mendapatkan beasiswa ke luar negeri hingga mendapatkan gelar Doktor. Ia merasakan bahwa,  keberhasilan hidupnya selama ini adalah bermodalkan keberanian orang tuanya, --------di antaranya, adalah kesediaan  berkoban apa saja yang dimiliki untuk pendidikan.

Sebagai tambahan, cerita menarik dan sekaligus mengharukan lainnya, adalah bisa dibaca dari  buku biografi  Munawir Sadzali, mantan Menteri Agama RI. Dalam buku itu dikisahkan  bahwa, ibu Prof. Munawir Sadzali  pernah menjual kain pakaiannya untuk membiayai acara perpisahan di sekolahnya. Semua harta yang berharga sudah habis terjual, kecuali seweknya itu. Akan tetapi demi  sekolah anaknya, Ibu dari  Mantan Menteri Agama tersebut bersedia mengorbankan  apapun yang dimiliki. Kisah tersebut  menggambarkan bahwa, betapa  sebenarnya telah lama ada orang-orang yang memiliki kesadaran yang sedemikian tinggi terhadap pendidikkan bagi anak-anaknya.

Kisah-kisah mengharukan seperti itu kiranya banyak sekali terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mungkin juga  tidak sedikit para pejabat dari berbagai tingkatan, mulai dari  kepala sekolah, guru besar, bupati, wali-kota, gubernur, direktur bank, perusahaan,  dan lain-lain, adalah  berasal dari keluarga tidak mampu,  sehingga dahulu tatkala bersekolah harus dibiayai dari hasil menjual harta kekayaan orang tua dalam  bentuk apa saja  yang ada. Pikiran besar dan berjangka panjang seperti  itu ternyata sudah dimiliki oleh para orang tua, --------yang belum tentu,  mereka sendiri pernah bersekolah.

Kesadaran terhadap pendidikan yang amat tinggi itu, manakala juga kemudian dimiliki oleh para pemimpin bangsa, para pelaku pendidikan, dan siapapun yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap generasi masa depan, adalah merupakan kunci kemajuan bangsa ini.  Bangsa Indonesia ini menjadi maju manakala berhasil mengelola dan atau mampu menjalankan pendidikannya secara benar. Pandangan  dan  bahkan sebenarnya contoh nyata telah  diberikan oleh para orang tua terdahulu. Manakala pendidikan di negeri ini dikelola dan dijalankan sebaik-baiknya, maka bangsa ini akan segera meraih cita-citanya.

Sebaliknya, manakala pendidikan tidak mendapatkan perhatian, dan apalagi dijalankan secara salah, yakni hanya mementingkan sisi-sisi formalnya, -------yang dipentingkan hanya  sebatas lulus, sertifikat, dan ijazah,  maka hingga kapan pun bangsa ini akan semakin terpuruk. Korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya  sebenarnya adalah karena kegagalan dalam mendidik bangsa ini. Pendidikan yang hanya menekankan kecerdasan, namun  kurang memperhatikan aspek kepribadian, moral dan akhlak, maka hasilnya akan justru penjadi perusak kehidupan dirinya sendiri dan bangsa secara keseluruhan.

Kesadaran tentang kekuatan pendidikan sebenarnya sudah dimiliki oleh banyak orang tua sejak zaman dahulu. Pendidikan tidak boleh diabaikan. Selain itu, pendidikan juga tidak boleh dijalankan secara salah. Proses pendidikan yang salah justru akan menjadi  beban dan bahkan  akan menjadi kekuatan perusak yang amat dahsyat dari generasi ke generasi. Para orang tua dahulu telah menyadarinya bahwa pendidikan adalah penting dan ternyata harus ditunaikan secara benar. Wallahu a’lam.


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar