Suatu ketika, saya pernah ditanya,
siapa sebenarnya pendidik sejati itu. Maka, segera saya jawab, bahwa
pendidik sejati itu adalah Muhammad saw. Ia diutus oleh Allah ke muka
bumi untuk mendidik manusia. Utusan Allah ini hidup 14 abad
yang lalu, di Makkah dan kemudian hijrah ke Madinah. Sebagai utusan Allah,
ia mendapatkan amanah untuk mendidik manusia di jagad raya ini.
Berbekalkan kitab suci al Qur’an, dengan sifat-sifatnya yang mulia, yaitu
siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, mampu mengubah bangsa Arab
jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban tinggi.
Berbekalkan petunjuk Allah
berupa al Qur’an, pendidik sejati ini memberikan nasehat,
peringatan, penjelasan, dan sekaligus uswah hasanah. Al Qur’an
diturunkan kepadanya secara bertahap, kemudian disampaikan kepada para
sahabatnya, lalu kemudian dijalankan dalam tindakan nyata sehari-hari.
Pada ketika itu, para sahabat dan juga umatnya mendapatkan petunjuk,
berupa ayat-ayat al Qur’an lewat rasul, dan sekaligus contoh berupa
kehidupan nyata sehari-hari yang ditunjukkan olehnya.
Setiap ayat al Qur;an turun
kemudian disampaikan kepada para sahabatnya dan selanjutnya dicatat. Tugas
catat mencatat dilakukan oleh para sahabat, dan juga sekaligus sebagian
menghafalkannya. Melalui metode seperti itu, maka al Qur’an menjadi kitab suci
yang otentik dan tidak pernah mengalami kekurangan sedikitpun, dan juga
tidak akan ditambah-tambah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Melalui cara seperti itu pula, maka al Qur’an hingga sekarang, di
mana-mana, memiliki bentuk atau susunan yang sama, mulai dari awal hingga
akhir.
Kitab suci Al Qur’an pada saat
sekarang ini semakin mudah diperoleh, dan bahkan sudah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, -------termasuk bahasa Indonesia, sehingga mudah dipahami oleh
siapapun. Oleh karena itu, manakala kitab suci al Qur’an dijadikan pilihan
dalam menjalankan pengajaran dan pendidikan, hingga sekarang pun dengan
mudah dapat dilakukan. Al Qur’an sejak zaman nabi ternyata berhasil digunakan
untuk mengubah peradaban umat manusia. Kitab suci ini ditururunkan ke
muka bumi memang adalah agar dijadikan sebagai petunjuk, penjelas,
pembeda antara yang benar dan yang salah, atau antara yang hak dan yang
bathil, sebagai rakhmat, dan bahkan juga sebagai ashifa’.
Di tengah-tengah kegalauan bangsa
ini, utamanya terkait dengan pendidikan, ------benyaknya kurupsi,
manipulasi, nepotisme, kolusi, penyimpangan sosial yang sedemikian jauh dari
etika yang seharusnya dipegangi, maka semestinya kaum muslimin kembali
kepada ajaran yang berasal dari Tuhan, Pencipta, dan Pemilik jagad raya,
termasuk kehidupan ini. Kitab suci yang nyata-nyata telah berhasil
digunakan untuk mengubah masyarakat jahiliyah menjadi berperadaban tinggi,
seharusnya dijadikan pegagangan sepenuhnya dalam mendidik bangsa ini.
Mendidik tanpa mengacu dan mendasarkan pada kitab suci, hasilnya selalu
akan sia-sia.
Rasulullah sudah wafat sekian lama.
Secara fisik, rasulullah sudah tidak mungkin lagi memberikan
pendidikan kepada umat manusia secara langsung. Akan tetapi, al
Qur’an yang diterima dari Allah melalui Malaikat Jibril, secara
sempurna, masih bisa dibaca, dipelajari, dan dipahami oleh siapapun
di mana saja berada, termasuk sejarah kehidupan nabi telah didokumentasikan
oleh para penulis-penulis yang mencintai kehidupannya. Selain itu,
ucapan, perbuatan, dan apa saja yang diijinkan olehnya, telah diabadikan
dengan berbagai cara, dan bahkan juga dihafalkan oleh banyak orang, yang
semua itu menjadi bahan pelajaran bagi umat manusia yang mau menggunakannya.
Ajaran nabi ini diteruskan oleh para
sahabat, mengikut, dan para ulama, secara smbung menyambung dari waktu ke
waktu, zaman ke zaman, dan dari satu tempat ke tempat lain. Mereka itu
disebut sebagai pewaris nabi. Oleh karena itu, sekalipun Nabi sudah lama
meninggalkan umatnya, wafat sejak belasan abad yang lalu, tetapi jiwa atau ruh
ajarannya masih dihidupkan oleh para pewarisnya, ialah para ulama’ dan umatnya
dari waktu ke waktu atau dari zaman ke zaman.
Peringatan hari pendidikan seperti
ini, semestinya bangsa yang sedang mendapatkan tantangan berat terkait
dengan pendidikan, tepat dijadikan momentum untuk mengingat kembali terhadap
pendidik sejati, yaitu Muhammad saw. Utusan Allah ini telah sukses dalam
mendidik umatnya. Nabi menganggap penting dan menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan dan menjadikannya sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan. Utusan
Allah ini dalam mendidik mengarahkan kepada kemuliaan Akhlak. Bahkan tugas
utama kenabian adalah memuliakan akhlak ini. Akhlak mulia dipandang sebagai
kunci keberhasilan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya, baik ekonomi,
politik, sosial, hukum dalam seterusnya. Jika akhlak masyarakat menjadi baik,
maka semua kehidupan lainnya akan mengikutinya, dan begitu pula
sebaliknya.
Akhir-akhir ini, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, memandang betapa pentingnya pendidikan karakter.
Konsep yang dimaksudkan itu kiranya adalah pendidikan akhlak mulia
itu. Mencermati kebijakan itu, banyak orang kemudian sibuk
berseminar, diskusi, workshop, dan kegiatan lainnya yang terkait dengan
pendidikan karakter itu. Bahkan para penulis di bidang pendidikan,
kemudian menulis berbagai buku, yang terkait dengan kebijakan itu. Padahal
sebenarnya, petunjuk dan pedoman itu sudah tersedia, yaitu berupa al
Qur’an dan hadis nabi dan sejarah hidupnya.
Umpama saja atas dasar
kebijakan menteri itu, kemudian para pejabat dan staf, para guru dan atau
pelaksana pendidikan lainnya mengajak para siswa dan generasi muda untuk
mendekatkan diri pada kitab suci, tempat ibadah, dan ulama atau ilmuwannya,
maka kebijakan tersebut sebenarnya terlaksana. Sebagai umat Islam
misalnya, tatkala mereka telah mendekatkan diri pada al Qur’an,
masjid, dan para ulama’nya, maka apa yang dimaksud
dengan pendidikan karakter oleh menteri pendidikan dan kebudayaan
tersebut telah berhasil diwujudkan. Selain itu, kegiatan dimaksud
sebenarnya telah sejalan dengan petunjuk sang pendidik
sejati. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar