“Kita tinggal dan tumbuh di dalam dan dengan bahasa,”kata Heidegger. Dengan bahasa,dunia manusia
semakin meluas dan terstruktur. Dengan bahasa, dunia manusia menjadi terbentang
melewati batas fisik,etnik,agama, kebudayaan, dan generasi.
Dengan bahasa, benda-benda serta
orang-orang di sekelilingnya dirajut dengan pemberian nama atau label sehingga
dengannya manusia menciptakan jaringan komunikasi dan membangun makna-makna. Seperti dikatakan Whitehead, dalam tindakan berbahasa seseorang
berbicara kepada dua objek,yaitu ke dalam berbicara kepada diri sendiri dan ke
luar kepada orang yang lain.
Dengan demikian, bahasa
merupakan medium ekspresi dan eksternalisasi diri agar dirinya dipahami dan
diterima orang lain. Sebaliknya, lewat bahasa pula seseorang melakukan
identifikasi dan internalisasi nilai-nilai serta informasi yang dijumpai di
sekelilingnya. Dengan kata lain, berbeda dari dunia hewan,bahasa telah
memungkinkan manusia keluar dari dunia insting ke dunia refleksi dan makna.
Dengan bahasa, alam
sekelilingnya diberi atribut dan klasifikasi sehingga pada gilirannya atribusi
dan klasifikasi mengantarkan lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. “The lore of our father is a fabric of sentences,” demikian
salah satu adagium populer di kalangan filsuf bahasa. Pengetahuan dan
adat-istiadat orang tua kita adalah bangunan makna-makna yang terajut dalam
jaringan kalimat yang diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucunya.
Di dalam bahasa dan melalui
bahasa, peradaban diwariskansecaraturun- temurun. Catatan tentang pengalaman
hidup, himpunan ilmu pengetahuan, serta nasihat bijak dari nenek moyang kita
tersimpan dalam wadah bahasa sehingga generasi yang
datang tidak harus membangun peradabannya mulai dari nol.Transmisi atau alih
peradaban tersebut, pada mulanya,hanya mengandalkan medium atau mata rantai
bahasa lisan.
Namun saat ini,bahasa lisan dan
bahasa ritual diperkuat lagi dengan bahasa tulis dan teknologi video kamera.
Meskipun bahasa kelihatannya bersifat nonmateri karena berupa gagasan, ekspresi
perasaan dan kata-kata, ia memiliki kekuatan yang sangat besar dan berpengaruh
secara riildalam kehidupan sehari-hari dan bahkan bisa menciptakan sebuah
revolusi sosial.
Terlebih lagi ketika teknologi
kaset,televisi, mesin cetak, dan sekarang berkembang jaringan internet melalui
komputer,penyebaran informasi dan gagasan berlangsung semakincepat. Lewat buku, seorang penulis sejarah bisa merekonstruksi peristiwa masa
lalu untuk dihadirkan ke forum “kini dan di sini”(now and here). Jarak
ruang dan waktu bisa dipersempit dan bisa juga diperlebar oleh wawasan ilmu
pengetahuan yang dikomunikasikan melalui bahasa.
Jika sejarah berhasil mendekatkan
masa lalu ke masa kini,prediksi tentang masa depan pun bisa diproyeksikan sejak
hari ini. Di sini, lagi-lagi semakin terlihat betapa eratnya kerja sama antara
berbagai disiplin ilmu, sementara itu bahasa tampil sebagai medium dari semua
wacana keilmuan dan aktivitas kehidupan. Kalau saja tak ada institusi bahasa,
terlebih bahasa tulis, dunia manusia akan menjadi sempit, pendek, karena
khazanah hidup masa lalu akan lenyap bersama perjalanan waktu.
Setiap peristiwa sejarah hanyalah
terjadi sekali dan kemudian menghilang. Meskipun ada kalanya terjadi peristiwa
serupa pada waktu yang berbeda,keduanya tetap tidak identik. Untunglah ada
rekaman masa lalu sehingga kita bisa belajar untuk memperbaiki hidup hari ini
dan esok. Himpunan dan akumulasi pengalaman manusia yang berlangsung dan tumbuh
dalam sejarah kemudian dinamakan tradisi, termasuk di dalamnya tradisi
keagamaan.
Bagi umat Islam,salah satu tiang
penyangg atradisi yang paling kukuh adalah pembukuan wahyu Allah dalam Alquran
yang mata rantai transmisinya secara historis ilmiah diakui paling solid dan
paling autentik ketimbang wahyu yang diterima oleh nabi-nabi sebelumnya. Bahasa,
sebagaimana juga agama, memiliki dimensi individual dan sosial meskipun sesungguhnya
yang satu mesti mengasumsikan yang lain.
Konsep individual hanya bisa
dipahami karena adanya relasi sosial dan sebaliknya konsep social tidak mungkin
muncul tanpa adanya konsep individu. Bahasa dalam
dimensi dan konteks individu mudah dihayati ketika misalnya kita merenung
sendiri ataupun tengah bermunajat sendirian kepada Tuhan. Tapi,meskipun sendiri,kita sebenarnya berbicara terhadap yang lain (the
others).
Mulutmu harimaumu, kata orang
bijak.Apa yang diucapkan seseorang tidak semata ditangkap sebagai rentetan
bunyi, melainkan juga ekspresi diri. Ucapan adalah
sebuah jendela bagi orang lain untuk melihat ke dalam,pikiran dan perasaan apa
yang tersembunyi di balik ucapan. Atau, ucapan adalah sebuah pintu untuk
mengungkapkan keluar jati diri seseorang. Oleh karena itu, jika seseorang tidak
bisa dipegang dan dipercaya lagi apa yang diucapkan, terlebih janjinya, maka
hancurlah martabat kemanusiaannya. Bagaimana dengan janji-janji politisi?
0 komentar:
Posting Komentar