Tatkala seseorang menjalankan umrah bisa saja yang terbayang
adalah pahala yang akan diterimanya kelak. Hal itu belum ditambah lagi dengan
shalat berjamaah, baik itu di Masjid al Haram dan Masjid Nabawi. Shalat di
tempat suci itu pahalanya berlipat-libat. Itulah sebabnya, orang bersemangat
menjalankan umrah. Apalagi ketika haji, antrinya semakin lama semakin panjang.
Umrah sebenarnya juga bermakna pendidikan bagi yang
menjalankannya. Orang yang tidak terbiasa shalat berjamaah di masjid, maka
selama di Makkah dan di Madinah, bersama-sama jamaah lain melakukannya. Selama
sepuluh sampai lima belas hari, jamaah umrah menjalani pendidikan spiritual.
Pendidikan lainnya berupa membaca al Qur’an di kedua masjid yang dikunjungi
itu.
Sebagai sebuah pendidikan, ada yang lulus dan sebaliknya,
gagal. Beberapa hari yang lalu, di perjalanan sepulang dari Saudi, saya
kebetulan bersamaan dengan jamaah umrah. Saya melihat ada jamaah yang saya
nilai lulus. Kelulusan itu bukan dari perspektif diterima atau tidaknya ibadah
itu, melainkan dari perasaan yang terungkap sepulang menjalankan ibadah umrah
itu. Tentang diterima atau ditolak ibadah seseorang kiranya tidak ada yang
tahu. Hal itu adalah bagian dari rahasia Tuhan sendiri.
Saya melihat seseorang itu lulus dari menjalankan umrah dari
apa yang diungkapkan sepanjang di perjalanan pulang itu. Apa yang dikatakan
menggambarkan kesyukurannya. Dia menceritakan bahwa sekalipun agen yang diikuti
tergolong murah tetapi pelayanannya sedemikian memuaskan. Ia ditempatkan di penginapan yang bagus dan
dekat dengan masjid, baik ketika di Makkah maupun di Madinah. Jarak yang dekat
dengan masjid, menjadikannya bisa menjalankan shalat berjamaah pada setiap
waktu dengan mudah.
Selain itu, makanan yang didapatkan juga memuaskan. Makanan
Arab baginya belum terbiasa, tetapi dirasakannya enak. Apa yang dinikmatinya
itu diceritakan di sepanjang perjalanan. Dari ceritanya itu dia bersyukur bisa
menunaikan umrah yang sudah lama ditunggu-tunggu. Perjalanan umrah digambarkan
oleh orang yang saya temui itu sebagai sesuatu yang amat menyenangkan.
Cerita pendek dan sederhana itu seperti tidak penting,
tetapi bagi saya adalah sesuatu yang amat menarik. Tidak semua orang yang menjalankan
umrah dan apalagi haji memiliki cerita seperti itu. Ada saja orang sepulang
umrah atau haji mengatakan bahwa pelayanannya buruk, lokasi hotelnya jauh dari
masjid, makanannya tidak mengundang selera, di sekitar masjid terdapat debu sebagai
akibat renovasi bangunan, dan lain-lain.
Ibadah umrah maupun haji sebenarnya adalah mendidik bagi
yang menjalankannya agar semakin menyadari atas eksistensi dirinya di hadapan
Tuhan. Orang yang bersyukur dari menjalankan ibadah itu, --------sekalipun
berat, bisa menikmati dan hatinya menjadi puas. Itulah orang yang sukses dan lulus
dalam umrah dan atau haji. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang bisa
mendapatkan kenikmatan itu. Sepulang dari menjalankan umrah atau haji, mereka
menggerutu, hatinya sakit, menyesal, oleh karena tidak mendapatkan sesuatu yang
diinginkan. Itu pertanda, mereka tidak lulus dalam berumrah. Dalam banyak
kesempatan, saya menemui orang sepulang umrah atau haji, baik yang lulus dan
sebaliknya, yang rupanya tidak lulus itu. Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar