Banyak orang yang sedang dipimpin menggerutu, jengkel
terhadap pemimpinnya. Pemimpinnya dianggap tidak adil, kurang
perhatian, terlalu menuntut,
dan sebaliknya, tidak segera
memenuhi haknya. Belum lagi urusan kesejahteraan yang dianggapnya kurang diperhatikan.
Perasaan seperti ini seringkali diungkap dan akibatnya kinerja kurang maksimal.
Apa pun yang
dilakukan pemimpin, di mana-mana selalu dianggap kurang. Itulah sifat universal
setiap orang. Manusia selalu menyandang sifat kurang dan tidak pernah puas.
Juga sedikit saja yang bersyukur. Karena
itu, tatkala seorang pemimpin hanya berharap mendapatkan ucapan terima kasih
tulus, maka lebih baik tidak perlu memimpin. Harapan itu tidak akan terpenuhi.
Manakala memimpin itu hanya dimaknai sebagai kegiatan untuk
merencanakan, memotivasi, mengarahkan, mengontrol, dan mengevaluasi, maka
sebenarnya tidak cukup. Tugas pemimpin agar semua yang dipimpinnya bergerak
dinamis, inovatif, dan kreatif maka harus juga melakukan upaya-upaya di luar
yang disebutkan di muka. Setiap orang memerlukan hatinya dibesarkan, diakui
akunya, diperkuat atau diberdayakan, dan bahkan dibantu untuk menyelesaikan
problem-problem yang mereka hadapi.
Tugas-tugas pemimpin sebagaimana disebutkan terakhir itu
bukan perkara mudah. Manusia juga selalu berubah-ubah, sebagaimana keimanannya.
Iman saja selalu mengalami yazidu wa yanqus, atau bertambah dan sekali saat
lain berkurang. Hal itu apalagi semangat, motivasi, kepercayaan diri, perasaan
diakui atau tidak, dan lain-lain. Pada suatu saat, seseorang bersyukur oleh
karena merasa teruntungkan, tetapi tidak lama kemudian, rasa keberuntungannya itu
hilang, maka di saat itu pulalah motivasinya juga berkurang.
Menghadapi berbagai keadaan itulah, maka pemimpin tidak
cukup hanya bertugas membuat perencanaan, mengarahkan, mengontrol, dan
mengevaluasi, tetapi harus juga melakukan kegiatan yang mungkin tepat disebut
sebagai pengasuhan. Jenis tugas itu, suatu saat benar-benar harus dilakukan.
Yakni bagaikan mengasuh anak kecil dan atau orang yang telah berusia lanjut. Ia
harus mengalah, mengakui kekeliruan, membujuk, dan bahkan membuat strategi agar
mereka yang dipimpin merasa senang dan mau bergerak.
Lewat berbagai dialog, diskusi, dan juga berbagi pengalaman
dengan banyak orang yang lama mendapatkan amanah sebagai pemimpin, apa yang
saya sebutkan itu ternyata juga dirasakan oleh mereka. Maka artinya persoalan
manusia di mana-mana adalah sama. Mereka ingin mendapatkan perhatian,
pengakuan, penghargaan, berbeda dari yang lain, dan sebagainya. Manusia,
sekalipun sudah dewasa juga memiliki sifat-sifat yang membutuhkan pengasuhan
dari sesama, tidak terkecuali dari mereka yang kebetulan berperan sebagai
pemimpinnya.
Menghadapi problem kepemimpinan seperti itu, agar tidak
dirasakan sebagai sesuatu yang berat, maka biasanya saya mengajak untuk
memahami manusia secara utuh. Informasi dan keterangan tentang manusia secara
utuh itu sekalipun tidak detail, bisa diperoleh dari kitab suci al Qur’an dan
juga hadits nabi. Tatkala membuka pada halaman-halaman awal kitab suci
tersebut, pembaca sudah diajak memahami bahwa manusia terbagi atas tiga
golongan, yaitu muttaqien, kafirin, dan munafiqien. Ketiga kelompok manusia ini
selalu dihadapi oleh siapapun yang sedang berperan sebagai pemimpin.
Penjelasan tentang perilaku manusia lebih lanjut diungkap
dalam kitab suci, misalnya mereka selalu banyak bertanya, tidak mau bersyukur
kecuali yang sedikit, selalu resah, merasa tidak cukup, ingin menang sendiri,
dan lain-lain. Menyadari bahwa sifat-sifat itu adalah pembawaan sebagai ciri
khas manusia, maka pemimpin memang tugasnya tidak saja merencanakan,
mengarahkan dan mengontrol, melainkan juga harus ditambah dengan upaya-upaya
yang bersifat pengasuhan.
Sebagai pengasuh, maka artinya pemimpin harus menyenangkan,
memberi dan menunjukkan sikap kasih sayang, bukan kalah tetapi mau mengalah,
dan seterusnya. Manakala dalam batas-batas tertentu, hal itu bisa dilakukan,
maka kepemimpinannya akan berhasil. Hal penting dan sangat perlu, bahwa
keberhasil pemimpin bukan tatkala banyak orang menderita, karena dihukum dan
dipenjarakan, melainkan semuanya dibangkitkan dan dibawa dari suasana gelap
menjadi terang. Berubah dari tidak produktif menjadi lebih produktif. Dalam al
Qur’an disebut minadh dhulumat ilan nur. Wallahu a’lam
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar